Scroll Untuk Membaca Artikel
PolitikSosbud

Mengabdi Sejak Tahun 1990, Begini Cerita Nasib Sunarip Warga Sumbersalak Jember

×

Mengabdi Sejak Tahun 1990, Begini Cerita Nasib Sunarip Warga Sumbersalak Jember

Sebarkan artikel ini
Fotor 152058959350240

JEMBER, Limadetik.com – Melihat lebih dekat nasib Sunarip (63) waga Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember Jawa Timur. Dirinya memilih mengabdi sampai akhir hayatnya menjadi pesuruh Pegawai Tidak Tetap (PTT) di SDN Sumbersalak 4.

Dirinya megabdi sejak Tahun 1990 sampai hari ini dengan sukarela. Rupanya, nasib baik tidak berpihak kepadanya seperti temannya yang lain untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

Mimpi memakai seragam korpri dengan gaji dan kehidupan terjamin dari pemerintah, harus dia tanggalkan hanya karena usia, yang tidak akan memenuhi syarat administrasi menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Dirinya sadar, masa kerja 28 tahun yang dia jalani bukanlah jaminan untuk dirinya bisa melenggang mulus menjadi seorang PNS.

Hanya bermodalkan ijzah SMP seorang sunarip rela mengahabiskan masa tuanya, hanya menjadi pesuruh di sekolahnya.

“Semua tergantung pada niat. Saya mengabdi di sekolah ini karena misi ibadah, bukan hanya jadi PNS saja, PNS itu kan hadiah, andai tidak dapat itu mungkin sudah nasib. Walau tidak bisa jadi PNS, Biarkan saya mengabdi sampai mati, sampai saya tidak kuat lagi memegang sapu untuk membersihkan, saya ikhlas,” ujarnya, dengan nada memelas.

Menurut Sunarip, kalau profesi yang dia lakoni dihitung secara ekonomi, dirinya yakin tidak akan ada yang mau menggantikannya.

“Gaji tidak tentu, mulai pertama kali saya sukwan, gaji hanya Rp 2.5000, ribu itu saya jalani. Sekarang sudah Rp 200 ribu, kadang Rp 250 ribu tidak tentu,” bebernya.

Menurut dia, dirinya pertama sukwan pada waktu itu masih belum memiliki anak. Hingga hari ini, sampai punya cucu tetap saja disebut pesuruh sukwan.

“Mungkin garis tangan tiap orang beda. Saya hanya bisa bermunajat pada ALLAH, semoga pengabdian saya ini bisa digantikan besok diakhirat,” jelasnya, sambil matanya berkaca-kaca.

Namun ada yang aneh dan menjadi tanda tanya bagi setiap orang, orang yang seangkatan dengannya sudah banyak yang menjadi PNS. Bahkan, yang umurnya juga kadalalwarsa juga masuk.

“Saya waktu itu tidak diikutkan pendataan K2, katanya karena umur. Padahal, yang melebihi dari 35 ada dan mereka sudah terangkat. Sudah lah mas, ini sudah menjadi suratan saya,” ungkapnya.

Harapan satu-satunya, dia bergantung kepada kedua anaknya. Beruntung, semasa mengabdi dia bisa meluangkan waktu memelihara sapi milik tetangganya hingga memiliki sendiri.

“Alhamdulillah, anak saya sudah saya kuliahkan. Satunya juga sudah mengabdi di sekolah yang sama dengan saya sudah lebih dari 10 tahun mengabdi dan masuk K2,” tegas Sunarip.

Namun, lagi – lagi dirinya harus kembali gigit jari. Undangan yang dilayangkan Bupati Jember kepada kedua putranya tidak membuahkan apa yang menjadi mimpinya.

“Mungkin karena belum S1, tetapi anak saya sudah masuk K2 dan lulusan D2 PGSD. Maklum, belum cepat kuliah karena penghasilan sukwan tak seberapa,” ujarnya.

Perasaan sedih semakin bertambah, disaat anaknya yang sudah mengabdi belasan tahun dipegangi guru kelas, tiba-tiba digantikan guru lain, dengan alasan mengikuti aturan baru.

Padahal, jumlah jam mengajar juga menjadi faktor, salah satu syarat mendapatkan Surat Penugasan Bupati.

“Diundang memang oleh Bupati faida, tetapi pulang dengan tangan hampa. Saya tidak bisa bicara, sedangkan yang sukwan baru mereka mendapatkan. Andai saya tidak dihargai, minimal anak saya diberikan ruang untuk tetap menggantikan dan melanjutkan perjuangan saya,” tuturnya.

Dirinya berharap, Bupati Jember bisa memberikan kesempatan kepada dirinya untuk bisa bertemu. Mengungkapkan apa yang menjadi uneg-unegnya selama ini.

Di tempat terpisah, anggota Komisi D DPRD Jember Isa Mahdi, sangat menyayangkan kejadian yang menimpa Sunarip.

“Seharusnya orang seperti itu, yang harus menjadi prioritas karena inilah pengabdian yang sesungguhnya. Semoga anaknya ke depan bisa terakomodir,” jelasnya.

Kisah Sunarip (63) ini menjadi deretan cerita panjang dalam kisah seorang yang mengabdikan dirinya di sebuah instansi berplat merah, dimana dia adalah salah satu pengabdi Negara dari ratusan sukwan lain yang bernasib sama,semoga ini menjadi pelajaran bagi kita semua terkhusus pemerimtah setempat, agar tidak mengabaikan nasib rakyat nya. (yd/LD)

× How can I help you?