Scroll Untuk Membaca Artikel

Banjir: Berusaha Mencegah atau Cukup Pasrah

×

Banjir: Berusaha Mencegah atau Cukup Pasrah

Sebarkan artikel ini
perahu karet

Oleh : Zahra Alfiyatu Rahma

(Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang. Fakultas Agama Islam. Prodi
Hukum Keluarga Islam)

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

Tahun 2021 baru berjalan 1 bulan. Namun berbagai peristiwa duka datang silih berganti. Selain wabah covid 19 yang terus menjangkiti Indonesia, kabar duka juga datang lantaran terjadinya sejumlah bencana yang merenggut korban jiwa di sejumlah daerah. Salah satu bencana yang terjadi adalah banjir di Kalimantan Selatan. Dilansir dari Detiknews 18/01/2021 Banjir besar yang melanda provinsi Kalimantan Selatan sejak 15/01/2021 telah menerjang 10 kabupaten atau kota. Merendam 24.379 rumah , mengakibatkan 39.549 warga harus mengungsi dan berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) banjir di Kalimantan selatan telah menelan korban jiwa
sebanyak 15 orang.

Banjir yang terjadi di awal 2021 ini termasuk banjir terparah yang terjadi di provinsi Kalimantan selatan. Terjadinya banjir besar ini kemudian mengundang banyak pertanyaan dari masyarakat “ sebenarnya, apakah yang melatarbelakangi terjadinya banjir ? “. Dilansir dari Jawa pos 18/01/2021 presiden Jokowi mengatakan bahwa banjir yang menerjang provinsi Kalimantan Selatan disebabkan curah hujan yang tinggi. “Curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut sehingga daya tampung sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air sehingga meluap di 10 kabupaten dan kota “ ujar Jokowi dalam kunjungannya ke Kalimantan Selatan pada senin, 18 Januari 2021.

Namun apakah banjir hanya disebabkan curah hujan yang tinggi ?. Jika ditinjau berdasar faktor geografis, Indonesia berada pada garis khatulistiwa dan dilewati garis ekuator sehingga curah hujan di Indonesia cukup tinggi. Maka berdasarkan faktor geografis tersebut, curah hujan yang tinggi mungkin saja menjadi salah satu penyebab banjir di Kalimantan Selatan. Namun tetap tidak bisa menjadi satu satunya faktor penyebab banjir. Faktor geografis ini
seharusnya justru menjadi pengingat bagi Indonesia untuk melakukan berbagai upaya mitigasi.
Sebagaimana yang dijelaskan pada undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.

Mitigasi adalah penanggulangan untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan pendekatan bencana bencana.

Banjir terjadi , tidak semata mata sebab Alam

rumah warga

Berdasarkan hasil analisis yang dikemukakan pada siaran pres Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) di Jakarta, Minggu 17 Januari 2021 , hasil analisis menunjukkan adanya kontribusi penyusutan hutan dalam waktu 10 tahun terakhir, terhadap resiko banjir di wilayah Kalimantan Selatan. Maka dapat kita simpulkan bahwa selain curah hujan yang tinggi, penyempitan kawasan hutan juga turut menjadi faktor terjadinya banjir di Kalimantan Selatan.

Banjir yang terjadi di kalimantan selatan ini seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi kita. Bahwasanya bencana tidak semata mata datang sebab Alam. Tapi juga terjadi sebab rusaknya lingkungan karena ulah manusia itu sendiri. Maka sudah seharusnya pemerintah tidak hanya terfokus pada penanganan bencana , tidak hanya pasrah menerima bahwa banjir merupakan bencana alam.

Tetapi justru bencana ekologis dari banyaknya lahan hutan yang hilang. Juga segera memperbaiki berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya bencana, salah satunya memperketat izin usaha pada wilayah hutan dan lahan di Kalimantan selatan, mengingat sebagian besar hutan dan lahan di Kalimantan selatan telah berubah menjadi tambang. juga menghentikan pemberian izin baru terhadap perusahaan yang ingin mendirikan usaha pada wilayah hutan dan lahan. Dengan begitu diharapkan mampu memberi wilayah pengerapan air yang lebih luas sehingga banjir tidak lagi terjadi di kemudian hari.


catatan: seluruh isi artikel tanggung jawab penulis sepenuhnya

× How can I help you?