Scroll Untuk Membaca Artikel

“Gagap Sikapkah Islam Menghadapi Corona?”

×

“Gagap Sikapkah Islam Menghadapi Corona?”

Sebarkan artikel ini
IMG 20200523 WA0039

Limadetik.com – Oleh: M. Robi’Al Muhasibi

Assalamualaikum wr wb

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

Artikel – 2020 menjadi tahun berkabung bagi dunia. Dimana kita tahu banyak sekali problem berskala internasional terjadi di tahun ini, dimulai dari kebakaran australia hingga munculnya virus covid-19, sebuah virus yang pada 3 maret lalu telah dinaikkan status menjadi Pandemi oleh WHO. Tidak seperti pendahulunya “Sars” yang mengalami penyebaran tak secepat Covid 19 ini.

Corona virus dalam hitungan minggu sudah mampu mewabah hingga sepertiga negara negara dunia, bahkan dengan cukup mencengangkan Italia menjadi negara dengan jumlah paparan virus Corona terbanyak ke dua setelah China, per 21 april terhitung jumlah mencapai 107.709 orang terkena paparan wabah covid 19.

Hal ini membuktikan bahwa tak heran jika WHO menetapkan status darurat global. Di Indonesia sendiri penyebaran wabah Covid 19 semakin banyak yang hingga saat ini terhitung korban paparan yang trlah terkonfirmasi mencapai angka 20.162 jiwa, dan merenggut sebanyak 1.278 jiwa. Angka angka tersebut mengisyaratkan pandemi ini memasuki tingkat berbahaya dalam kesehatan.

Tidak hanya dampak kesehatan, ada pula dampak ekonomi yang terjadi akibat matinya perdagangan dan aktivitas ekonomi yang disebabkan pandemi covid 19 ini. pandemi global ini telah membuat perdagangan kuartal 1 tahun ini lumpuh hingga mengalami resesi global. Di tempat munculnya “china” dampak ekonomi ugal ugalan menyusutkan ekonomi Industri hingga 400 yuan atau berkisar 128 milliar Dollar amerika dan seperti diucapkan Zhau (mantan sekjend IMF 2004) bahwa resesi ini akan terus berlanjut.

Senada dengan itu CNN melansir pernyataan Penasihat ekonomi IMF bahwa secara parsial ekonomi dan politik dunia akan pulih di tahun 2021.Tak jauh berbeda, di Indonesia dengan korban mencapai 6.000 orang pun juga mengalami krisis ekonomi yang hebat. Bahkan menurut Sri Mulyani yang dilansir CNN Indonesia bahwa krisis ini hampir menyamai krisis moneter 1998 dulu. Akibatnya beberapa kebijakan dan alternatif diambil oleh Pemerintah di banyak Negara.

Australia salah satunya, pemerintah Negri Kanguru ini mencetuskan kebijakan Hibernasi Ekonomi, dimana pemerintah menghentikan aktivitas ekonomi dalam jangka waktu beberapa bulan ke depan. Lalu kebijakan ini disusul melalui pemenuhan atau tunjangan bagi 6 juta buruh yang dirumahkan. Amerika memberikan insentif ekonomi sebanya $ 4 T.

Indonesia setidaknya memberlakukan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial berskala besar), peraturan ini berjalan setelah ditetapkannya Peraturan Mentri Kesehatan No.9 tahun 2020. Ketetapan ini kemudian dibuntuti dengan pembentukan gugus tugas dalam rangka percepatan Penanganan Covid 19. Kebijakan tersebut kemudian berdampak pada beberapa keputusan pemuka agama untuk mengikuti arahan pemerintah dalam mengurangi aktivitas sosial termasuk beribadah.

Imbauan tersebut keluar juga dari salah satu Ormas Nahdlatul Ulama’ yang disuarakan oleh Prof. KH. Sa’id Aqil Siradj. Dalam surat imbauan trsebut beliau mewakili ormas terbesar tersebit menghimbau agar masyarakat untuk tetap di rumah, ibadah di rumah dan bahkan sholat tarawih dan ied di rumah. Memang benar, Covid-19 sangat berpengaruh dalam suasana ramadhan tahun ini yang begitu berbeda.

Setelah Himbauan dari PB NU kemudian disusul Permen Hub Nomor 25 Tahun 2020 yang berisi larangan mudik bagi rantauan. Pemudik pemudik yang sudah memiliki budaya kental dan konsisten untuk merayakan dan menghabiskan waktu hari raya yang spesial bersama keluarga kini harus berhadapan dengan larangan Pemerintah.

Transportasi keperti kereta api dan bus mengembalikan uang masyarakat yang sudah terlanjur memesan tiket. Meski toh fakta di lapangan tetap ada yang nekat pulang mudik, seperti beberapa waktu yang lalu media online Liputan6.com melansir bahwa pada minggu 17 mei hingga selasa sebanyak 14 ribu kendaraan meninggalkan jakarta, dampaknya tak main main dalam laporan dinas kesehatan provinsi Jatim sebagai salah satu tujuan pemudik mengalami kenaikan korban terpapar korona yang signifikan. Lalu melihat betapa berbahayanya virus corona dan pasif nya penyebaran terang bila kita mulai berpikir bagaimana sikap kita?.

Apakah harus lockdown seperti Italia, atau hibernasi seperti Australi atau sudah tepat PSBB dengan larangan mudik dan hari raya di tengah tengah pandemi? Sebenarnya menghadapi hari raya di tengah pandemi ini agaknya perlu kita menilik bagaimana agama dalam memandang ini. Larangan mudik atau lebih tepatnya larangan meninggalkan daerah sebenarnya sempat juga diriwayatkan dalam sebuah hadist Hadits Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّاعُونُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ

Yang artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).

Dari sini jelas bila bagaimana Islam menjaga dan mengupayakan untuk mendahulukan keselamatan. Senada drngan Hadist Nabi, dalam Kitab Mabadi’ul awaliyah, sebuah kitab Ushul fiqh yang di dalamnya terdapat salah satu Qaidah Ushul Fiqh yang berbunyi “درء المفاسد مقدم على جلب المصالح” yang memiliki maksud bahwa dalam mencetuskan sebuah keputusan, ta’bir, ijtihad maupun fatwa seseorang harus mendahulukan mengantisipasi kerusakan atau dampak negatif dibanding mencari kebaikan atau dampak positif. Jika kita praktikkan jelas bahwa tetap tinggal di rumah, membatasi aktifitas ibadah atau bahkan mudik dan merayakan Ied.

Memang benar, banyak sekali dalil yang menerangkan tentang keutamaan silaturrahmi di hari raya seperti Hadist yang diriwayatkan al Hafidz dan dikutip okeh Ibnu Hajar, atau keutamaan Sikatur rahmi dalam memperpanjang umur yang di tulis dalan kita kaliber Ta’lim Muta’alim. Nah ketika ada dua hadist yang kontradiktif seperti inilah qaidah Ushul Fiqh tadi diberlakukan, dimana mencegah keburukan (mengurangi penyebaran dengan melakukan PSBB) harus didahulukan ketinbang mencari kebaikan (Silaturahmi).

Terang maka, bila kita sangat perlu untuk menyudahi pandemi, kita bersama sama menjaga keluarga, meringankan beban para tenaga Medis dan tetap bersilaturahmi melalui media online hingga nanti jika kita bisa menekan ego sentris kita daya yakin Allah SWT akan segera mengangkat wabah ini dan kita benar venar bisa berkumpul dengan sanak family.

Sikap terbaik kita adalah berhati hati, salah seorang Guru saya Romo Kyai Sholeh Bahruddin juga berkata bahwa sikap terbaik masyarakat adalah tetap hati hati tetapi jangan terlalu berani yang nantinya menimbulkan sifat sombong, jangan ditakuti dan jangan ditantang, biasa biasa saja. Bersikap layaknya para kekasih Allah yang difirmankannya dalam Al Qur’an dalam surat Yunus ayat 62 yabg berbunyi:

أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yunus: 62).

Sikap seperti itu lahir atas ketawakkalan yang hadir setelah ikhtiar dalam menanggulangi dan mencegah tertularnya virus covid 19.

Sekian dari saya semoga dapat meyakinkan saudara saudara tentang perlunya kita tetap tinggal di rumah.

Wassalamualaikum wr wb

Penulis adalah salah satu tokoh using Banyuwangi

× How can I help you?