Scroll Untuk Membaca Artikel
Daerah

Pemilu 2019, Pengamat Politik: “Money Politic” Marak

×

Pemilu 2019, Pengamat Politik: “Money Politic” Marak

Sebarkan artikel ini
IMG 20190415 WA0002
Pemilu 2019, Pengamat Politik: "Money Politic" Marak

SUMENEP, limadetik.com – Menjelang pelaksanaan Pemilu 2019, para tim sukses calon di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur secara door to door mendatangi calon pemilih. Mereka mendatangi calon pemilih tidak hanya minta tolong mencoplos jagoannya. Lebih dari itu mereka membawa “sesuatu” yang dilarang dalam undang-undang Pemilu.

Persoalan ini mendapat perhatian Pengamat Politik Madura, Wildan Rosaili. Menurutnya, money politic atau politik uang dalam Pemilu 2019 ini dicurigai marak. Sebab, para calon legislatif masih mempercayai uang akan mampu merubah arah calon pemilih.

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

“Konsep uang merubah arah dan suara masih dipakai dan menentukan. Di Amerika Serikat, 86 persen biaya politik paling tinggi dan memenangi senat. Termasuk di dalamnya ada money politiknya. Di Indonesia juga begitu dilarang, tetapi masih tinggi. Yang paling tinggi problem money politik pada Pileg (DPR dan DPD),” terangnya, Senin (15/4/2019).

Dosen Politik dan Kebijakan Universitas Wiraraja Sumenep ini menyebutkan, tingginya money politik salah satunya karena persoalan kemiskinan. Tetapi sebenarnya faktor utama adalah kesadaran politik atau sufisme politik.

“Dalam teorinya kesadaran politik akan tinggi apabila tingkat ekonomi dan pendidikan tinggi. Tetapi faktanya yang melakukan money politic (subjek-objek) mereka yang berpendidikan dan ekonominya relatif mapan. Artinya kesadaran politik itu pada sufisme politik,” tegasnya.

Akibatnya tidak sedikit orang yang tidak suka politik karena dianggap tidaklah bersih dan semacamnya. Menurut pemuda yang kini masih menempuh S3, ada beberapa faktor. Pertama, merusak perubahan karena politik uang dapat mengarahkan politik dan pilihan pada kepentingan sumber money politik.

“Jadi ide, gagasan untuk perubahan dirusak oleh money politik,” ucap pria berkaca mata.

Kedua, merusak demokrasi. Kalau demokrasi yang berkuasa masyarakat memilih sesuai pilihan idenya. Tetapi dirusak oleh uang, maka berarti yang berkuasa adalah segelintir orang yang punyak uang.

Dia mengajak komitmen politik para politisi untuk tidak melakukan money politik dan dilakukan secara bersama- sama dengan penguatan sistem di partai untuk tidak mengeluarkan money politik.

“Kalaupun masyarakat sulit menghindari money politik, maka lakukan hukuman politik. Ambil uangnya tetapi coblos sesuai dengan hati nurani,” tukasnya.(hoki/dyt)

× How can I help you?