SUMENEP, limadetik.com — Beberapa hari ini dunia jurnalis di Kabupaten Sumenep dibuat sedikit menggelitik dengan sedikit sentilan salah satu oknum Wakil Ketua DPRD Sumenep dengan melekatkan goresan statusnya di dunia maya memakai kalimat “media ecek-ecek”.
Maka sangat perlu untuk ngopi bareng bersama sambil lalu ngobrol ecek-ecek. Tentunya hal ini akan sangat menarik untuk dinikmati bersama senioar Insan Pers, pastinya siapa yang tidak kenal Abd Aziz dan Moh. Rifai, wartawan senior yang telah malang melintang di dunia jurnalistik dengan beberapa karya tulis mereka.
Kita semua memerlukan ilmu dari beliau-beliau, di tengah arus media sosial yang kian cepat, dunia pers perlu inovasi, lebih kreatif dan profesional, kalau tidak sosial-media bisa ucapkan selamat tinggal pada dunia pers.
Sumenep sedang demam “ecek-ecek”, akibat status FB salah satu pimpinan DPRD Sumenep yang sebenarnya tak terkait dengan urusan kesejahteraan manusia Sumenep.
Jurnalis Sumenep malah memberi atensi dan bobot tinggi pada masalah “ecek-ecek” itu.
“Mengapa tantangan debat terbuka dari Pembina YLBH Madura soal Pilkades terhadap Bupati Sumenep tidak lebih menarik bagi mereka?” seperti itu kata Ketua YLBHM, Mr.Sulaisi Abdurrazaq, kepada media ini, Jumat (11/10/2019).
“Ahh..mengapa pula masalah korupsi migas dan berapa pastinya deviden Migas Sumenep tiap tahun tak lebih menarik?” tambah pengacara yang sudah malang melintang di dunia advocat ini.
Lalu mengapa masalah infrastruktur dan listrik di kepulauan yang berkaitan dengan janji Abuya Busyro Karim tidak lebih menarik?
Mengapa soal profesionalitas pelayanan kapal di bawah PT. Sumekar Line serta soal transparansi harga tiket dan pendapatan pengelolaan kapal laut di Sumenep tidak lebih menarik?
Mengapa soal kemelut BPRS Bhakti Sumekar tidak lebih menarik?
Mengapa masalah Pasar Anom, Pasar Ganding, Pasar Lenteng, soal pajak gratis, dll tidak lebih menarik?.
Mengapa soal program pembangunan dan atau infrastruktur di atas lima milyar di Sumenep tidak lebih menarik?.
Mengapa tumpukan masalah korupsi berjamaah di tanah Sumekar tak lebih menarik?.
Mengapa masalah kartel sabu-sabu di Sumenep tak lebih menarik untuk dibongkar?.
Masih banyak lagi kan yang lebih menarik dari hanya soal “ecek-ecek”?.
Lalu mengapa konten media kita tak mau memperbaiki diri dan cenderung anti kritik?.
Apakah dunia pers di tanah Sumekar sedang dalam hegemoni oligarki?
Ohh..mengapa dan mengapa, hanya itulah yang tersirat saat ini (*)
Yuk kita diskusi bersama sambil ngopi guys:
Tempat : Cafe UPNORMAL Sumenep
Waktu: Sabtu 12 Oktober 2019 pukul 19.00 WIB-selesai.