Sumenep, 3 Desember 2019 Opini: Yant Kaiy
Limadetik.com — Suatu pagi saya jalan-jalan di pesisir pantai Galaman Kecamatan Pasongsongan Kabupaten Sumenep. Beraneka macam jenis ikan dijual di situ. Seorang lelaki baru datang dari melaut, membawa beberapa kilo udang kecil. Ia langsung pulang setelah menyerahkan udang itu. Saya pun penasaran.
Sehabis mandi pria ini duduk manis, menikmati secangkir kopi dan beberapa potong gorengan. Rumahnya menghadap pantai. Istrinya datang memberitahu kalau hasil dari jual udang sebesar Rp 850.000,- bersih. Kemarin katanya dapat Rp 1 Juta bersih setelah dipotong biaya solar, roti dan rokok sebagai bekal dalam melaut.
Kalau rata-rata pendapatan saban hari Rp 850.000,- berarti pria gagah itu setiap bulannya mengantongi duit Rp 25.5000.000,- Adakah gaji PNS mencapai level itu?.
Lain cerita nelayan. Saya seminggu yang lalu memperbaiki sepeda motor di bengkel langganan. Ada banyak item yang harus diservice, mulai strum accu, ganti busi, service karburator, ganti rantai, ganti kanvas rem depan-belakang, ganti oli karena lagi turun mesin. Di bengkel itu pekerjanya dua orang. Sang bos memperbaiki punya saya, sedangkan anak buahnya untuk costumer baru datang.
Dari jam delapan pagi sampai satu siang sepeda motor baru selesai. Saya dikenakan biaya Rp 200.000,-. Ia sorenya bekerja lagi, karena banyak sepeda motor yang antri. Minta diperbaiki. Jika rata-rata penghasilan bengkel Rp 250.000,- perhari, berarti sebulan orang tersebut mengantongi penghasilan Rp 7.500.000.
Kehidupan kedua orang berbeda profesi itu, saya perhatikan sangat tenteram. Cukup makmur. Tempat tinggalnya lumayan bagus untuk ukuran rumah di sekitarnya. Perabot rumah tangga lengkap. Kedua anaknya masih kuliah semua. Ada empat sepeda motor terparkir di halaman rumahnya. Mereka memang tidak punya harapan uang pensiun. Tapi mereka punya tabungan di bank. Untuk jaga-jaga kalau lagi butuh dana mendadak.
Fenomena remaja sekarang lagi kepincut dengan menjadi PNS. Di benaknya terlintas bayang penampilan rapi dan bersih. Kerja di ruangan ber-AC. Mereka berlomba-lomba mengadu nasib. Memaksa orang tuanya untuk jual ini-itu sebagai biaya. Sebab tidak sedikit budget yang mesti disediakan.
Di aturan memang tidak tercantum, tapi fakta di lapangan ada. Namun itu cerita masa lalu bagi orang yang mau lolos dari tes CPNS. Sekarang katanya sih, “murni” keputusan pusat, nilai terbaik pasti jadi PNS. Jadi Pemkab setempat tak bisa apa-apa. Semoga bukan fiksi semata isu tersebut.
Semuanya sekarang kembali pada diri kita sendiri. Sebagai orang tua jangan sampai latah. Arahkan bakat remaja itu pada jalur yang betul. Benahi yang kurang. Kalau Istiqamah dalam menjalankan profesinya, Insya Allah pasti sukses akan menanti di gerbang bahagia.
Yant Kaiy adalah wartawan limadetik.com