Badko HMI Jatim Sentil KPK: Audit Integritas! Kenapa Tersangka Suap Dana Hibah Jatim, Termasuk Anggota DPRD Baru, Masih Berkeliaran?
LIMADETIK.COM, SURABAYA – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jawa Timur melontarkan kritik keras terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas penanganan kasus suap dana hibah Provinsi Jawa Timur. Badko HMI Jatim mempertanyakan mengapa sejumlah tersangka penerima suap yang telah diumumkan, masih dapat menikmati kebebasan.
Keresahan ini disampaikan oleh Satria T.A, Ketua Bidang Pemerintahan dan Kemitraan BUMD Badko HMI Jatim, yang menyoroti adanya dugaan inkonsistensi penegakan hukum yang berpotensi merusak kepercayaan publik (public trust).
“Jika tersangka korupsi yang memiliki rekam jejak kuasa politik dan anggaran dibiarkan leluasa, maka pesan yang sampai ke masyarakat adalah impunitas sedang bekerja, bukan keadilan,” tegas Satria di Surabaya, Kamis (9/10/2025).
Badko HMI Jatim mendesak KPK untuk segera melaksanakan penahanan terhadap tersangka-tersangka yang berstatus pemberi suap dan/atau penerima manfaat yang dinilai urgen dan berpotensi menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatannya.
Badko HMI Jatim secara spesifik menyoroti ketegasan hukum terhadap tiga nama berikut yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini:
1. Fauzan Adima (FA): Mantan Wakil Ketua DPRD Sampang 2019-2024.
Meskipun diketahui sempat menjalani hukuman dalam kasus berbeda, statusnya sebagai tersangka dalam suap dana hibah harus ditindaklanjuti secara cepat dan transparan.
2. Jon Junaidi (JJ): Mantan Wakil Ketua DPRD Probolinggo 2019-2024.
Ketiadaan tindakan penahanan terhadap figur penting ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas proses penyidikan.
3. Moch. Mahrus (MM): Anggota DPRD Jatim periode 2024-2029. Statusnya sebagai pejabat publik yang baru dilantik dan diduga terlibat suap ijon dana hibah, menuntut penanganan yang extra-ordinary dari KPK untuk menunjukkan netralitas hukum.
“Keterlibatan tokoh-tokoh yang masih aktif dalam struktur politik legislatif, terutama yang baru menjabat, mengindikasikan adanya sistematisasi korupsi yang menjalar hingga ke periode legislatif terbaru. Ini harus dipotong akarnya,” tambah Satria.
Adapun Secara khusus, Badko HMI Jatim juga menyiratkan desakan penindakan tegas terhadap 21 tersangka lain yang telah diumumkan, termasuk lima nama penting dari jajaran legislatif:
1. Kusnadi (KUS): Ketua DPRD Jatim 2019-2024.
2. Anwar Sadad (AS): Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024.
3. Achmad Iskandar (AI): Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024.
4. Mahfud (MHD): Anggota DPRD Jatim 2019-2024.
5. Bagus Wahyudiono (BGS): Staf Anwar Sadad.
Keterlibatan Ketua dan Wakil Ketua DPRD Jatim dari periode sebelumnya (KUS, AS, AI) dan anggota dewan (MHD), apalagi ditambah Staf Wakil Ketua (BGS), semakin menguatkan argumentasi Badko HMI Jatim bahwa kasus ini menjerat elit politik yang memegang kuasa politik dan anggaran.
Kegagalan menahan mereka, sama dengan membiarkan indikasi kelemahan struktural KPK, karena mereka termasuk tokoh yang sangat berpotensi memuluskan praktik rasuah dan menjadi benefisiaris utama. Badko HMI Jatim menuntut tindakan hukum yang afirmatif dan tanpa pandang bulu terhadap semua nama tersebut.
Badko HMI Jatim mengingatkan KPK bahwa tugas utamanya adalah memberantas korupsi secara tuntas, tidak hanya di level eksekutor, tetapi juga di level benefisiaris utama dan koneksi politik yang memuluskan praktik rasuah.
Untuk itu, Badko HMI Jatim menyampaikan tuntutan mendesak kepada KPK:
1. Segera Lakukan Penahanan: Laksanakan tindakan hukum yang afirmatif dan tanpa pandang bulu terhadap semua tersangka suap dana hibah Jatim, termasuk inisial FA, JJ, MM, KUS, AS, AI, MHD, dan BGS.
2. Transparansi Prosedural: Jelaskan secara yuridis dan terbuka kepada publik mengenai kendala teknis atau pertimbangan diskresi yang menyebabkan penundaan penahanan terhadap tersangka yang sudah diumumkan.
3. Audit Internal: Kami mendesak adanya audit integritas dan kecepatan di internal tim penyidik KPK yang menangani kasus ini untuk memastikan tidak adanya intervensi politik atau tebang pilih dalam proses penegakan hukum.
“Keberanian menangkap adalah indikator utama ketegasan KPK; jangan biarkan ketegasan itu lenyap karena ‘silau’ kekuasaan. Kegagalan menahan semua tersangka yang berkeliaran bebas adalah indikasi kelemahan struktural,” tutup Satria T.A.