SUMENEP, limadetik.com – Sejak awal 2018 Pemerintah Pusat telah mengeluarkan kebijakan baru tentang prosedur penyaluran bantuan sosial (Bamsos) beras untuk rakyat sejahtera (Rastra). Kebijakan itu berupa apabila sebelum 2018 rastra harus ditebus, tetapi sejak 2018 murni digratiskan.
Baca: Hampir Setahun, Satu Desa di Sumenep Enggan Realisasikan Bansos Rastra
Setiap bulan, kepala desa cukup melaporkan saja ke Bulog melalui kecamatan kapan desa setempat siap menerima kiriman atau distibusi beras dari Bulog. Namun, itu pun dicurigai masih ada desa yang tidak menjalankan sesuai prosedur yang ada.
“Bansos rastra itu gratis. Tidak ada lagi istilah tebus menebus, oleh Kades atau oleh penerima manfaat,” kata Kasubag Sarana Ekonomi, Bagian Perekonomian Pemkab Sumenep, Muh. Ardjuhadi, Selasa (16/10/2018).
Apalagi, sambung pria yang karib disapa Hadi, selain telah digratiskan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Sumenep juga telah menyediakan biaya transport dari titik distribusi (balai Desa) ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM)
“KPM terima beras saja, gratis, tanpa pungutan apapaun. Jika masih ada pungutan sekecil apapun, itu pungli (pungutan liar),” tegasnya.
Adapun besaran transport tersebut berbeda-beda antar desa yang satu dengan desa yang lain, sesuai dengan klasifikasi atau kondisi wilayah.
Untuk Desa di Kecamatan daratan, Rp. 90 per kg. Untuk Kepulauan terdekat yakni Talango Rp. 115 per kg, desa di Pulau Giligenting, Giliyang dan Pulau Sapudi Rp. 170 per kg dan untuk desa di Masalembu, Raas dan Sapeken Rp. 220 per kg.
“Kami menghimbau kepada semua pihak yang terlibat dalam pendistribusian rastra agar jangan lagi ada pungutan, karena semua biaya mulai dari keluar gudang Bulog hingga di tangan masyarakat ditanggung pemerintah,” sarannya.(hoki/rud)