Pendidikan

Ironi Pendidikan Indonesia, Antara Pasif dan Masif

×

Ironi Pendidikan Indonesia, Antara Pasif dan Masif

Sebarkan artikel ini
Ironi Pendidikan Indonesia, Antara Pasif dan Masif
FOTO: Mauzun Visioner

“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, kamu dapat mengubah dunia”, Nelson Mandela.

ARTIKEL – Pendidikan pada hakikatnya menjadi salah satu sarana paling berpengaruh dalam membentuk Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui pendidikan, dapat tercipta generasi berkualitas, berintegritas, dan berkarakter. Sehingga para generasi dapat mengaktualisasikan dirinya menjadi tombak peradaban dunia.

Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang 1945, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang pada akhirnya dapat menopang kesejahteraan rakyat.

Namun, realitas dunia pendidikan Indonesia tak semulus konsepsi-konsepsi dalam hukum tertulis. Banyak ketimpangan yang cukup kentara terjadi di berbagai pelosok daerah. Hal ini membuktikan adanya sebuah penyimpangan tujuan yang telah menciderai esensi dari pada nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Sehingga fenomena demikian tak ada ubahnya seperti wacana perbaikan yang dipenuhi paradoksal. Semua terkesan manis namun endingnya cukup membuat batin teriris.

Benarkah Pendidikan Indonesia Sudah Merata?

Sudah menjadi rahasia umum, jika pendidikan merupakan salah satu faktor paling berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Sehingga tak heran, apabila banyak negara terus berupaya dalam meningkatkan sistem pendidikannya untuk mencetak SDM yang berkualitas, sebut saja Finlandia, Amerika Serikat, Swiss, Belanda, Inggris dan Kanada.

Negara-negara tersebut sudah memiliki taraf pendidikan berskala internasional. Lalu bagaimana dengan kualitas pendidikan Indonesia, sudahkah mencapai taraf internasional? Menurut Programme For International Student Assesment (PISA) tahun 2012 membuktikan kualitas pendidikan Indonesia tertinggal jauh dengan International Education Standards.

Lambannya progresifitas pendidikan Indonesia itu karena beberapa dari problematikanya mengalami stagnasi. Salah satu masalah yang masih cukup krusial sampai saat ini adalah kurang meratanya pendidikan, khususnya di daerah Indonesia Timur yang masih mengalami diskriminasi.

Mengutip dari Irawati Astuti (2016), disebutkan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat dan Papua memiliki nilai paling rendah di antara seluruh Provinsi di Indonesia, terutama dalam laporan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) 2010-2015.

Kondisi tersebut akhirnya berimbas pada tingginya persentase buta huruf di Indonesia. Di Indonesia Timur khususnya Papua memiliki persentase yang cukup tinggi yakni sebesar 36,31%. Meskipun ada sekolah namun tak banyak. Bahkan mirisnya lagi akses dan fasilitasnya tidak memadai, sehingga ada banyak anak-anak usia dini yang harus mengalami putus sekolah. Berdasarkan data yang diambil dari lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (PAUDNI), sekitar 800 ribu anak di wilayah Indonesia Timur mengalami putus sekolah, (Qurays Khamid, 2015).

Menyambut Indonesia Emas 2045, Pemerataan Pendidikan PR Besar Pemerintah

Wacana pemerataan pendidikan ternyata masih pasif, meskipun semua sudah terkesan masif. Karena terobosan-terobosan pemerintah yang terbilang sudah meroket. Mulai adanya program Beasiswa maupun Kurikulum Merdeka. Namun, apalah daya bagi seorang anak yang hidup di pelosok desa seperti di Papua sana.

Untuk menjangkau segala terobosan pemerintah akan sangat sulit, ketika akses internet minim, akses infrastruktur memperihatinkan, biaya hidup mahal, bahkan sekalipun ada sekolah fasilitasnya pun jauh dari kata layak.

Kondisi tersebut harus segera ditindak lanjuti, pemerataan pendidikan jangan sampai hanya berfokus di kota-kota besar. Karena untuk menyambut Indonesia emas 2045, seluruh generasi bangsa harus mengenyam pendidikan yang setara. Segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan pelajar, ataupun calon pelajar di pelosok daerah harus tersedia.

Itu sudah menjadi PR besar pemerintah. Potret suram dunia pendidikan Indonesia, yang sering kali diabadikan oleh pengelola awak media tidak boleh lagi menempati posisi emergency, agar putra-putri bangsa di daerah terpencil seperti Papua tidak kalah saing dengan para pelajar yang sekolah di perkotaan, sehingga seluruh generasi bangsa akan sepenuhnya siap menghadapi Indonesia emas 2045.
_________________________________

Oleh: Mauzun Visioner
Pegiat Literasi/ Anggota Setara Perempuan