Kapal Nelayan Pendatang Memicu Konflik di Laut Pulau Masalembu
LIMADETIK.COM, SUMENEP – Pulau Masalembu yang terletak di laut Jawa bagian utara menyimpan kekayaan alam yang luar biasa, nelayan pendatang dengan kapal besar masuk ke perairan laut Masalembu menggunakan alat tangkap modern seperti pukat cincin atau biasa yang Kita kenal dengan nama Kapal Porsen.
Mengingat kembali konflik nelayan pernah terjadi pada tahun 2014 dimana Kapal Porsein (porsen) pernah ada yang dibakar, karena dianggap melanggar kesepakatan dengan nelayan Masalembu.
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nelayan (LPMN) Rawatan Samudra merespon keluhan nelayan selama beberapa hari terakhir, rumpon atau rumah ikan yang dibuat dengan biaya mahal digasak habis oleh Kapal Porsen.
Tepat pada hari Sabtu, 30 Agustus 2025 warga menyisir aktivitas nelayan pendatang di sekitar Pulau Masalembu, setidaknya ditemukan 3 Kapal porsen yang melakukan loading bongkar muat hasil tangkapan.
“Bahkan, ber ton-ton ikan tersebut langsung dijual kepada pembeli yang datang dari pulau Jawa, nelayan Masalembu merasa terganggu dan sangat dirugikan oleh Kapal Porsen yang bekerja di area rumpon milik nelayan pulau setempat” kata Jailani, anggota Rawatan Samudra, Pulau Masalembu, Minggu (31/8/2025).
Didampingi aparat Kepolisian, TNI dan Syahbandar, nelayan mendatangi Kapal Porsen untuk menjalin kesepakatan bersama, meminta kapal porsen untuk tidak bekerja di area rumpon milik nelayan.
Para nelayan luar lanjut Jailani, diminta untuk menghormati nelayan Masalembu dengan memperhatikan kearifan lokal yang ada, dan menjaga batas wilayah tangkap porsen dengan tidak bekerja pada jarak 40 mil dari garis bibir pantai Pulau Masalembu baik dari Barat, Timur, Selatan dan Utara.
“Deretan panjang persoalan yang dihadapi oleh nelayan Masalembu, mulai alat tangkap yang merusak seperti Cantrang, Bom, dan Potasium, kini nelayan Porsen bekerja seenaknya saja di lokasi rumpon milik nelayan Masalembu dan tak menghiraukan nelayan tradisional yang ada” ungkapnya.
Jailani menjelaskan, nelayan Kapal besar berlindung dari legalitas alat tangkapnya, tetapi mengekploitasi besar-besaran kekayaan laut pulau Masalembu. Nelayan tradisional Masalembu hanya mengambil sedikit saja dari hasil lautnya.
“Kami demi menjaga cara-cara tradisional agar kekayaan lautnya tidak rusak, mengambil hanya yang pantas untuk menyambung hidup dan menghidupi keluarga itupun kalau cuaca bersahabat” terang pria yang aktif membela nelayan ini.
Dia kemudian menegaskan, nelayan membangun wisata ikan dalam bentuk rumpon agar ikan bisa bermain dan menetap dirumah buatan tersebut. “Dan tiba-tiba mereka (nelayan luar) datang mengambil semuanya, sungguh ini tidak adil bagi kami” tandasnya.
“Semoga dengan langkah persuasif ini setidaknya bisa sedikit membantu nelayan Masalembu supaya lautnya tidak habis dikeruk oleh nelayan dari luar, dan Pemerintah tidak tutup mata” pungkasnya.












