Pluralitas Negeri Palestina: Suatu Teladan!
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera
LIMADETIK.COM – Seringkali, perbedaan menjadi pemisah persatuan baik atas nama kebenaran sesama manusia, negara bahkan terhadap agama yaitu untuk agama itu sendiri. Perasaan untuk saling mengenal dalam bentuk suku dan kelompok-kelompok sebagai fitrah manusia berupa terbalik atau menjadi sebaliknya, menutup diri, mencurigai dan tidak peduli.
Palestina, mungkin tidak sekarang saja kabarnya mendunia dan menjadi berita sampai ke pelosok-pelosok belahan bumi mana, namun pastinya kebersamaan dalam latar hidup berbeda dapat menjadi contoh keharmonian dalam arti sesungguhnya.
Perbedaan suku atau kabilah-kabilah yang santer kuat bagi masyarakat Arab, agama Islam dengan Nasrani yang memang lahir dan terjaga dalam setiap masa, bahkan terdapat dari golongan Ahli Kitab Yahudi yang damai hidup di sana.
Terlepas dari keberkahan yang Allah berikan terhadap tanahnya, Palestina sesungguhnya telah menjadi potret kebersamaan dan dapat menjadi teladan bagi negara lain yang berusaha mencari contoh atau “role mode” untuk perbedaan.
Sejenak “menghela nafas” dengan menampilkan wajah lain dari persoalan yang terjadi di sana, sosok penting yang juga pernah menjabat sebagai pemimpin Palestina Yassir Arafat telah menunjukkan sikap, mungkin bukan sekedar merangkul, namun memperkuat eksistensi Nasrani di sana juga tentu alasan lain memperistri seorang penganut Katolik (bukan ortodoks).
Jika di Indonesia, secara hukum positif yang diperkuat dengan pandangan-pandangan agama (Syari’ah), pernikahan yang dilakukan Saddam Hoessein tidak hanya kurang populer dan terlarang bahkan terdapat fatwa bahwa pernikahan beda agama adalah haram. Tidak hendak menggugat ketetapan pemerintah yang kian paten terkait hal ini, namun setidaknya masih bisa saja melihat fenomena harmoni dalam beragama yang sesungguhnya meski sebatas wacana.
Kembali kepada tanah Palestina, banyak agama yang “mengkultuskan” tanah Palestina atau Syan secara umum, baik lahir dan berkembangnya bangsa Israel/Yahudi, Nasrani sampai keberadaan al-Aqshaa sebagai kiblat bagi Muslimin sebelum Ka’bah di Mekkah al-Mukarromah.
Dengan berbagai dinamika dunia sepanjang peradaban manusia, apa yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Islam senantiasa ada di sana hingga saat ini?! Sulit dibayangkan suatu peradaban dapat terbentuk tanpa hubungan damai antar sesama manusianya meski berbeda.
Apa rahasianya?! Sudah barang tentu, selain keberkahan al-Qur’an juga kemuliaan akhlak orang Palestina seperti sebagaimana yang disampaikan oleh Indonesia yang sempat berkunjung ke sana, juga kesabaran dan ketaqwaan yang telah teruji lama.
Maka bukan saatnya lagi mendebat ide atau konsep tentang apakah pluralitas ataukah pularisme, keharmonisan perbedaan dalam kebersamaan adalah suatu keniscayaan khususnya bagi kita yang masih sering diuji dengan hal tersebut, “Wallahu a’lam!”