Respon Terhadap Kebijakan Keterwakilan Perempuan 30% di Kabinet Merah Putih: Transisi dari Jokowi ke Prabowo
Oleh : Uswatun Hasanah
__________________________________
OPINI – Keterwakilan perempuan dalam pemerintahan Indonesia telah menjadi fokus utama dalam upaya mencapai kesetaraan gender. Kebijakan afirmatif yang menetapkan kuota minimal 30% bagi perempuan di lembaga legislatif dan eksekutif bertujuan untuk memastikan partisipasi aktif perempuan dalam pengambilan keputusan politik. Namun, implementasi kebijakan ini sering kali menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam masa transisi pemerintahan.
1. Keterwakilan Perempuan di Kabinet Jokowi
Selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terdapat upaya untuk meningkatkan jumlah menteri perempuan dalam kabinet.
Pada periode kedua pemerintahannya, Kabinet Indonesia Maju, terdapat enam menteri perempuan yang memegang posisi strategis, antara lain:
• Sri Mulyani Indrawati: Menteri Keuangan
• Retno Marsudi: Menteri Luar Negeri
• Siti Nurbaya Bakar: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
• Ida Fauziyah: Menteri Ketenagakerjaan
• I Gusti Ayu Bintang Darmawati: Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Meskipun demikian, jumlah ini masih belum mencapai kuota 30% yang diharapkan.
2. Keterwakilan Perempuan di Kabinet Prabowo.
Dalam Kabinet Merah Putih yang dibentuk oleh Presiden Prabowo Subianto, dari total 48 menteri, hanya lima di antaranya adalah perempuan.
Hal ini menunjukkan penurunan jumlah menteri perempuan dibandingkan dengan kabinet sebelumnya. Selain itu, komposisi ini juga jauh dari target keterwakilan 30% perempuan dalam kabinet.
3. Perbandingan Internasional
Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Finlandia telah berhasil mencapai keterwakilan perempuan yang signifikan dalam pemerintahan. Pada tahun 2022, 12 dari 19 menteri dalam kabinet Finlandia adalah perempuan, yang mencerminkan komitmen kuat terhadap kesetaraan gender.
Solusi dan Strategi
Untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kabinet dan mencapai target 30%, beberapa langkah strategis dapat dipertimbangkan:
1. Penerapan Kebijakan Afirmasi yang Konsisten
• Penetapan Kuota yang Jelas: Menetapkan kuota minimal 30% untuk perempuan dalam posisi menteri dan memastikan implementasinya dalam setiap pembentukan kabinet.
• Sanksi bagi Ketidakpatuhan: Memberikan sanksi atau insentif bagi partai politik dan pemimpin yang tidak memenuhi kuota keterwakilan perempuan.
• Pengembangan Kapasitas dan Kepemimpinan Perempuan
• Pelatihan dan Pendidikan: Menyediakan program pelatihan kepemimpinan bagi perempuan untuk mempersiapkan mereka mengisi posisi strategis dalam pemerintahan.
• Mentorship: Mendorong program pendampingan antara pemimpin perempuan senior dan generasi muda untuk transfer pengetahuan dan pengalaman.
3. Perubahan Budaya dan Persepsi Masyarakat:
• Kampanye Kesadaran Publik: Mengadakan kampanye untuk mengubah persepsi masyarakat tentang peran perempuan dalam politik dan pemerintahan.
• Media Engagement: Memanfaatkan media untuk menyoroti keberhasilan dan kontribusi perempuan dalam posisi kepemimpinan.
4. Kolaborasi dengan Organisasi Internasional:
• Belajar dari Praktik Terbaik: Bekerja sama dengan negara-negara yang telah berhasil meningkatkan keterwakilan perempuan untuk mengadopsi praktik terbaik.
• Pendanaan dan Dukungan Teknis: Memanfaatkan dukungan dari organisasi internasional untuk program pemberdayaan perempuan.
Transisi dari pemerintahan Jokowi ke Prabowo menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan dalam kabinet masih belum mencapai target 30% yang diharapkan. Diperlukan komitmen yang lebih kuat dan langkah-langkah strategis untuk memastikan perempuan mendapatkan peran yang signifikan dalam pengambilan keputusan politik.
Dengan implementasi kebijakan afirmatif yang konsisten, pengembangan kapasitas, perubahan budaya, dan kolaborasi internasional, Indonesia dapat mewujudkan kesetaraan gender dalam pemerintahan.