Artikel

Surat Sederhana Kepada Mahasiswa

×

Surat Sederhana Kepada Mahasiswa

Sebarkan artikel ini
Surat Sederhana Kepada Mahasiswa
FOTO: Ilustrasi

Oleh : Faishol Ridho
______________________________

Surat Sederhana Kepada Mahasiswa

LUMADETIK.COM – Menjadi mahasiswa adalah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh setiap anak muda di negeri ini (Najwa Shihab). Akan ada pengalaman-pengalaman baru yang sangat jauh berbeda dengan dinamika saat menjadi siswa.

Pertemuan dengan orang-orang baru baik di internal kampus atau ekternal kampus, mahasiswa lain, Dosen, Rektor, Pengelola kampus dan lainnya. diluar itu mahasiwa biasa bertemu dengan orang-orang yang dingganp “penting“ seperti orang-orang Dinas. Lempabag-lembaga Pers, DPR, Bupati, Gubernur, Mentri, bahkan Presiden. ya begitulah menjadi mahasiswa yang bisa besinggungan langsung dengan badan legislatif, eksekutrif, dan yudikatif disetiap tingakatan.

Mengapa bisa ? sebab mahasiswa memilki keistimewaan (fungsi) sebagai agen of change, engen of social control, agen of iron stock. maka dari itu menjadi mahasiswa tidak sekedar menjadi “kutu buku“ seperti sebelumnya saat menjadi siswa atau menyebutnya “kupu-kupu“ kuliah-pulang.

Menjadi mahasiswa telah diberi keistimewaan, berkesempatan untuk membuat perubahan yang lebih luas cakupannya. Perubahan yang dimaksud adalah berusaha memahami dan mengimplementasikan “sumpah mahasiswa“ bahwa mahasiswa, bertanah air satu tanah air tanpa penindasan, berbahasa satu bahsa tanpa kebohongan, dan berbangsa satu bangsa yang gandrung akan keadilan. Tanah air Indoensia adalah tanah air yang sudah merdeka tepat pada 17 Agustus 1945. Berhasil melepaskan diri dari cengkramna penjajah bangsa asing.

Semejak saat itu setaiap elemen masyarakat menjadi manusia yang tiak lagi jadi budak asing, yang harus tunduk dan patuh pada kat-kata tuannya (belanda). lalu mengapa sajuah ini mahasiswa masih sering mendengungkan “bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan“ padahal kita sudah merdeka?. Jika kita refleksikan lagi mengenai kemerdekaan tanpa pendindasan, apakah tidak ada penindasan di negeri ini !?, hukum tajam kebawah tumpul keatas, orang miskin ditelantarkan, suara rakyat tidak didengarkan, koruptor banyak bercokol, antek-antek asing berkeliaran, budaya asing jadi trend, hegemoni politik terhadap kaum lemah, pemimpin otoiter, kapitalisme, dan lain sebagainya.

Kawan-kawan kita menulis dalam buku wale fare state, bahwa sepuluh pemuda yang dikatakan Ir. Soekarno tidak akan sanggup menggoncang dunia, bahkan mereka tidak akan sanggup menyelessaikan persoalan di negeri ini, sebab terlalu banyak mafia yang pura-pura jadi pahlawan. Maka dari itu kehadiran mahasiswa yang bersatu adalah salah satu jawaban untuk berjuang menuntaskan persoalan-persoalan yang ada klasik ini. Mungkin permintaan itu dapatlah terwujud pada generasi-genarsi selanjutnya, atau hari ini.

Mahasiswa (pemuda) telah bersumpah berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan. Bahasa Indoensia adalah bahasa kejujuran bangsa ini, tetapi oknum-oknum telah menodai bahasa ini dengan bahasa-bahasa kebohongan (manipulatif). Maksud dari kebohongan adalah janji-janji yang disampaikan para pemimpin, serta elit politik lainnya tidak pernah terwujud, sehingga masyarakat hanya menunggu. tidak sedikit pula janji-janji itu hanya untuk mengelabuhi rakyat sendiri demi tercapainya kepentingan individu atau kelompok tertentu.

Mulai dari tingkat Kepala desa, Buapati, Gubernur, Wali Kota, sampai pada tataran Pusat telah berjanji kepada rakyat akan memperjuangkan kepetingan umum, tapi nyatanya yang banyak berperan untuk kepentingan (kemaslahatan) masyarakat adalah mahasiswa, maka dari itu sebagai mahasiwa tidak boleh kita menodai kekuatan, kecendurang, dan perjuanagan-perjuangannya.

Mahasiswa juga telah bersumpah berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan. Jikalau kita merasa berbangsa satu, bangsa Indonesia, tentuya akan senasib seperjuangan (nasionalisme). Persatuan dalam berke-bhinneka-an, menjunjung tinggi persatuan sebagai kekuatan memepertahankan kemerdekaan dan mewujudkan cita-cita adil-makmur adalah keadaaan yang memang menjadi karakteristik bangsa Indonesia. Namun kemajemukan bangsa indoensia sering dimaknai sebagai perecahan.

Padahal perbedaan pemikiran, perbedaan kelompok, suku, ras, budaya, warna kulit dan sebagainya tidak lain sebgai kakayaan yang tidak dimiliki oleh setiap negara di dunia. Perbedaan adalah anugerah, tetapi sebagaian dari bangsa ini menacapkabn perbedaan pada perpecahan sehingga merongrong persatuan yang disepakati dalam falsafah negara, yakni menodai Pancasila.

Kawan-kawan, Jika gerakan-gerakan mahasiswa sebagai kekuatan pemersatu maka untuk meneggakkan keadilan dan mewujudkan kemakmuira akan lebih mudah dicapai oleh mahasiswa, namun persatuan mahasiswa telah banyak ternodai oleh fanatisme buta, akibatnya mahasiswa terpecah belah. Artinya mahasiswa menukar kepentingan umat dengan kepentingan individu atau kelompoknya, membatasi perjuangannya pada sekat-sekat tertentu padahal tidaklah kita temui membatasi kebaikan-kebaikan pada kelompok tertentu. Semua buat satu, satu buat semua, semua buat semua begitulah presiden pertama kita menyebutkan.

Kawan-kawan mahasiswa baru, yang saya tulis tidak lain adalaha kuliah diluar ruang kampus yang akan memebentuk karakter setiap individu mahasiswa. Namun juga tidak sedang menafikkan pentingnya nilai IPK sebagai prioritas bagi mahasiswa, selebihnya kuliah diluiar ruang kampus adalah bentuk totalitas (Anies Baswedan).

Jika mahasiswa apatis terhadap keaadaan bangsa ini, lalu siapa yang akan memperjuangkan suara-suara masyrakat yang tidak mendapatkan keadilan ? apakah lagkah-langkah kebijakan pemerintah selalu benar sehingga tidak perelu dikontrol oleh mahasiswa ?, jikalau mahasiswa (pemuda) tidak peduli pada bangsanya sendiri, lalu kepada siapa bangsa ini dititpkan, kepada siapa tanah air Indonesia akan diwariskan.

Tidaklah mungkin bangsa kita dititipkan pada bangsa asing sebab tidaklah mungkin memliki kepedulian yang sama. Tidaklah bisa disebut putra bangsa, kecuali dia mau bangkit, sanggup memikul beban dan tanggung jawab untuk mengabdi pada negara, mempertahankan negara dari rongrogan penghianat palsu (Musthafa Alghalayani) yang sabagian memecah belah persatuan.

Bukalah kembali perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh mahasiswa pada tahun-tahun sebelum dan sesudah kemerdekaan dengan keistimewaan idealisme yang dimilikinya. Tulislah kembali sejarah dengan tinta emas dari warna padi yang menguning, dapatlah mengukir bingkai langit kemajuan untuk Nusantara.

Jikalau di Indonesia ada seribu pejuang pastikan di dalamnya ada mahasiswa, jikalau ada seratus pejuang pastilah mahasiswa mengambil bagian di dalamnya, jikalau ada sepuluh pejuang jangan ragu-ragu menjadi garda terdepan, jikalau ada dua seorang pejuang di Indonesia tiada lain pastikannlah itu kita.