Hukrim

“Time is Rubbish!” — Advokat UIN Madura Gugat Mahkamah Agung: Jangan Biarkan Pengadilan Menjadi Alat Legitimasi Kejahatan

×

“Time is Rubbish!” — Advokat UIN Madura Gugat Mahkamah Agung: Jangan Biarkan Pengadilan Menjadi Alat Legitimasi Kejahatan

Sebarkan artikel ini
“Time is Rubbish!” — Advokat UIN Madura Gugat Mahkamah Agung: Jangan Biarkan Pengadilan Menjadi Alat Legitimasi Kejahatan
Advokat UIN Madura, Sulaisi Abdurrazaq

“Time is Rubbish!” — Advokat UIN Madura Gugat Mahkamah Agung: Jangan Biarkan Pengadilan Menjadi Alat Legitimasi Kejahatan

LIMADETIK.COM, JAKARTA — Kritik pedas terhadap Mahkamah Agung kembali mencuat, kali ini datang dari Sulaisi Abdurrazaq, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Jawa Timur yang juga Direktur LKBH UIN Madura.

Melalui unggahan video di akun TikTok-nya yang cukup populer di kalangan advokat muda, Sulaisi melontarkan protes keras terhadap sistem peradilan yang dinilainya lamban, tidak disiplin, dan berpotensi menjadi alat legitimasi bagi kejahatan hukum.

“Time is rubbish!” serunya dalam video yang viral di kalangan praktisi hukum.

“Waktu kami, para pencari keadilan, tidak dihargai. Banyak advokat memilih diam karena takut kalah perkara. Padahal diam di hadapan ketidakadilan adalah bentuk pengkhianatan.” kata Advokat UIN Madura, Sulaisi Abdurrazaq, Senin (10/11/2025) malam.

Sulaisi, alumni Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia ini, menegaskan dirinya tidak akan tunduk pada sistem yang membuat advokat seolah subordinat di hadapan pengadilan.

“Jika perkara saya dikalahkan karena hakim sentimen, bukan karena pertimbangan hukum yang benar, biar Tuhan yang urus. Hakim bertanggung jawab di hadapan hukum dan di hadapan Tuhan,” ujarnya lantang.

Ia mendesak Mahkamah Agung untuk melakukan pembenahan serius terhadap sistem pengadilan. Menurutnya, terlalu banyak praktik penundaan sidang tanpa alasan jelas, ketidakpastian waktu, hingga perilaku aparat peradilan yang mengabaikan etika waktu.

“Mahkamah Agung jangan beri peluang penjahat menggunakan putusan pengadilan untuk melegitimasi kejahatan mereka. Hargai waktu. Jangan wariskan tradisi buruk kepada Gen Z dan advokat milenial,” tegasnya.

Pernyataan ini menimbulkan resonansi luas di kalangan advokat muda di Jawa Timur dan Jakarta. Sejumlah rekan seprofesi menyebut keberanian Sulaisi sebagai “teguran moral” bagi dunia peradilan yang semakin kehilangan disiplin dan kepekaan etika.

Di balik seruannya, Sulaisi kini tengah berhadapan dengan nama-nama besar di dunia korporasi properti. Ia menjadi kuasa hukum dalam perkara PKPU melawan Budiarsa Sastrawinata dan Agussurja Widjaya, dua tokoh penting di jajaran direksi PT Citra Mitra Habitat, PT Citra Swadaya Raya, serta kelompok usaha Ciputra Group.

“Ini bukan sekadar perkara bisnis,” ujar Sulaisi dalam wawancara terpisah.

“Ini soal keberanian melawan sistem yang bisa membuat hukum tunduk pada kekuasaan modal. Saya hanya ingin memastikan bahwa pengadilan tidak menjadi stempel bagi kejahatan yang dibungkus legalitas.” tandasnya menimpali.

Pakar hukum tata peradilan dari salah satu universitas negeri di Surabaya menilai pernyataan Sulaisi mencerminkan keresahan yang nyata. “Kritiknya menohok, karena problem waktu, disiplin, dan etika di pengadilan memang kronis. Tapi jarang ada advokat berani mengatakannya sekeras itu,” ujar pakar hukum itu kepada wartawan yang enggan disebut namanya.

Hingga berita ini diturunkan, Mahkamah Agung belum memberikan tanggapan resmi. Namun, seruan “Time is rubbish” Sulaisi Abdurrazaq telah membuka kembali perbincangan lama: tentang bobroknya manajemen waktu di lembaga peradilan, dan tentang bagaimana hukum bisa kehilangan wibawanya saat keadilan tak lagi berpacu dengan waktu.