Artikel

Titik Terang Isu-isu Pesantren: Meritokrasi, Apa Feodalisme

×

Titik Terang Isu-isu Pesantren: Meritokrasi, Apa Feodalisme

Sebarkan artikel ini
Titik Terang Isu-isu Pesantren: Meritokrasi, Apa Feodalisme
Wildan Yudha Maulana

Titik Terang Isu-isu Pesantren: Meritokrasi, Apa Feodalisme

Wildan Yudha Maulana
Kader HMI Sumenep

_________________________

Apa itu Meritokrasi?

ARTIKEL – Meritokrasi adalah sistem di mana seseorang bisa mendapatkan posisi, penghargaan, atau kesempatan berdasarkan kemampuan, usaha, dan prestasi, bukan karena keturunan, kekayaan, atau status sosial.

Artinya, semua orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh sesuatu—anggaplah posisi—yang ia inginkan tergantung bagaimana orang tersebut memaksimalkan usahanya dan mengasah kemampuannya, tanpa terpengaruh oleh background keluarga, harta dan status sosial.

Apa itu Feodalisme?

Feodalisme adalah sistem sosial di mana ada kasta yang tidak bisa ditembus. Dalam sistem feodal, yang di atas tetap di atas, yang di bawah tetap di bawah. Di Eropa pada Abad Pertengahan, feodalisme berarti bangsawan menguasai tanah, sementara rakyat jelata hanya boleh bekerja tanpa kesempatan naik kelas dan tidak boleh mengkritik penguasa (dibungkam).

Di negara-negara dengan monarki absolut, feodalisme berarti kekuasaan hanya diwariskan kepada keturunan bangsawan. Tidak peduli seberapa cerdas atau berbakat rakyat biasa, mereka tidak akan pernah bisa naik pangkat.

Tradisi Pesantren

Tradisi di pesantren berakar pada nilai keagamaan dan spiritualitas. Santri mengabdi kepada kyai bukan karena tekanan, melainkan keyakinan bahwa hal tersebut membawa keberkahan. Tradisi ini sejalan dengan konsep penghormatan terhadap guru dalam Islam. Sebagaimana ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib:

“Barang siapa yang mengajariku satu huruf saja, maka aku akan mengabdi padanya.”

Ungkapan ini mencerminkan penghormatan yang mendalam terhadap guru dan ilmu pengetahuan. Dalam konteks pesantren, pengabdian adalah bagian dari proses pembelajaran dan spiritualitas, bukan eksploitasi.

Tidak hanya itu. Pengabdian dan rasa ta’dzim santri tumbuh dari kitab yang mereka pelajari di pesantren. Salah satunya adalah kitab Ta’lim Muta’allim karya Imam Zarnuji. Di dalam kitab itu beliau menjelaskan bahwa seorang pelajar tidak akan mendapat ilmu jika ia tidak menghormati ilmu dan pemiliknya, yaitu gurunya.

Jika kita mau untuk melihat realitas pendidikan hari ini, banyak pelajar yang kehilangan moral terhadap guru mereka. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa pesantren telah menjawab tantangan tersebut: dengan metode mendidik, referensi bahan ajaran dan tradisi yang telah berjalan beratus-ratus tahun lalu.

Benang Merah.

Orang yang menuduh bahwa pesantren adalah institusi feodal, sesungguhnya mereka adalah orang yang tidak memahami esensi dari sistem pesantren itu sendiri. Struktur pesantren yang berpusat pada kiai berbeda secara fundamental dari hierarki feodalisme.

Kiai dihormati bukan karena kekuasaan, melainkan karena keilmuan. Santri menghormati kiai bukan karena intimidasi, tapi karena ilmu dan nilai-nilai yang ia dapat dari pesantren.

Di pesantren pula para santri diajarkan etika dalam mencari ilmu. Artinya, santri itu hormat pada kiainya bukan karena intimidasi, melainkan ilmu yang mereka pelajari mengajarkan bagaimana seorang santri harus ta’dzim terhadap kiai mereka.

Tradisi pengabdian santri kepada kiai merupakan bentuk penghormatan dan keikhlasan, bukan paksaan. Lebih dari itu, pesantren telah terbukti melahirkan banyak ulama-ulama besar yang berkontribusi dalam masyarakat.

Hal ini menunjukkan adanya peluang dan mobilitas sosial yang jauh berbeda dari karakter feodalisme. Jika feodalisme mengatakan “yang bawah tidak boleh ke atas”, maka pesantren menjawab “kamu bisa kemana saja asal dirimu mampu” (Meritokrasi).

Jadi, masihkah kalian mengatakan pesantren itu feodal?