Sumenep, 17 Agustus 2019.
Oleh: Sulaisi Abdurrazaq (Ketua LBH Madura dan Wasekjen LPKAN Indonesia)
PARADOKS, Kepalan tangan yang kuat dan pekikan “Merdeka” di hari proklamasi, adalah peneguhan bahwa kita tak merdeka, teriak “Takbir” adalah peneguhan kita amat kecil, sebuah fakta agar manusia Indonesia terus bercermin.
Bangsa poskolonial, karena kita bekas Negara jajahan yang akhirnya di tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan dibacakan, sudah 74 tahun berlalu, kini kita rayakan, mengenang tetesan darah dan air mata para pejuang yang gigih lawan penjajah, katanya Indonesia telah merdeka.
Bung Karno yang tegaskan, Indonesia merdeka dari penjajah, tapi belum dari tingkah serakah, perjuangan belum usai, kita belum merdeka, katanya: “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Indonesia surplus kecerdasan, kepala manusianya telah menjadi perpustakaan, sayang, perilaku tak mampu menyerap nilai-nilai, hampa kebijaksanaan dan cinta keserakahan, memang tak semuanya, tapi ibarat segelas mata air yang tercelup setetes tinta, merubah segalanya menjadi cemar.
Apa rasanya merayakan kemerdekaan di bulan Agustus 2019 ini, setelah “Pentas” anggota DPR RI I Nyoman Dhamantra 8 Agustus 2019 terjaring OTT KPK, kasus suap impor bawang putih yang diawali penangkapan atas Mirawati Basri dan kawan-kawan pada tanggal 7 Agustus 2019 di Jakarta?.
Apa terasa nikmat merdeka ketika tanggal 8 Agustus 2019 kita disuguhi tontonan staf PT. INTI Taswin Nur yang tersangka kasus pengadaan pekerjaan Baggage Handling System (BHS) di PT. Angkasa Pura Properti di Jakarta?.
Apa rasanya merdeka ketika suguhan Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung di bulan Juli 2019 ditetapkan Tersangka suap dan menggulung pelaku lainnya akibat dugaan aliran duit dari Syahri Mulyo, Bupati Tulungagung?.
Apa rasanya merdeka ketika kasus OTT pemotongan bantuan dana kapitasi oleh Polres Sumenep di Puskesmas Pragaan tanggal 6 Agustus 2019 kian sayup terdengar dan tak garang seperti KPK?.
Apa rasanya merdeka ketika kasus-kasus korupsi yang ditangani Kejari selalu putus hanya 1 tahun penjara, seperti Skandal Bellezza, sama lemahnya dan tak segarang KPK?.
Rasanya, Kita Tak Merdeka ………….
Mendengar pekikan Merdeka, perlu kejernihan rasa, agar mampu mengenang darah para pejuang, meski kadang harus mengumpat dalam dada, emosi menguap-nguap menjentik hati karena korupsi, maling motor babak belur, koruptor tetap senyum, lalu teriak, Merdeka……….!!! Apa rasanya? Rasanya Kita Tak Merdeka …………
Dengan susah payah kita harus menyembunyikan rasa malu kepada para pendahulu, karena 17 Agustus hanya pantas kenang mereka, pejuang kemerdekaan yang gagah perkasa.
Anak muda tak boleh melulu mengejar kenikmatan tanpa mengingat masa lalu, ia harus mengisi kemerdekaan dari jajahan ini dengan jerih payah dan rasa sakit, sebab itu dapat menentukan hidup dan matinya generasi masa depan, kita belum merdeka dari keserakahan bangsa sendiri, kecuali merdeka dari para penjajah.
Tak ada lagi kata-kata, selain Dirgahayu Indonesia …………