SUMENEP, Limadetik.com – Belakangan di wilayah Kecamatan Kota Sumenep, Jawa Timur semakin minim ruang terbuka hijau. Sebab, banyak lahan produktif beralih fungsi sebagai bangunan dan minimnya resapan air. Akibatnya, ketika turun hujan dengan intensitas tinggi, maka terjadi genangan air atau banjir.
Padahal, sesuai Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa idealnya ruang terbuka hijau dan tata ruang harus mencapai 30 persen dari luas wilayah. Faktanya saat ini masih masih sekitar 20 persen.
“Maka dari ini seakan alam yang menentukan. Jika hujan sudah luar biasa pasti genangan air akan terjadi secara terus menerus,” kata Anggota Komisi III DPRD Sumenep Ahmad Zainur Rahman, Senin (4/12/2017).
Politisi Demokrat tersebut melanjutkan, diperparah lagi dengan minimnya pembuangan air. Untuk wilayah Kota Sumenep pembuangan air hujan hanya bertumpu di dua titik, yakni Kali Marengan dan Kali Patrean.
“Sehingga ketika air laut dalam kondisi pasang dan hujan lebat maka dipastikan di daerah daratan akan terjadi genangan air,”terangnya.
Sementara resapan air di area perkotaan tidak mempuni. Mengingat banyaknya lahan yang telah dibangun perumahan, baik skala kecil maupun perumahan skala besar. Termasuk di jantung kota, seperti di depan Masjid Jami’.
“Kami dari awal kurang setuju didepan Masjid Jamik itu dipadatkan. Karena kalau dipadatkan air akan turun kejalan dan menambah debit air,” ucapnya.
Apabila mau dibuatkan resapan air, membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. “Anggaran diprediksi mencapai Rp 15 miliar,”tukasnya. (Hoki/swd)