Catatan Kelangkaan Pupuk: Fungsi Kelompok dan Rebornnya Qorun

Catatan Kelangkaan Pupuk: Fungsi Kelompok dan Rebornnya Qorun
FOTO: M.Faizi, Petani Millenia dan Kabid Media MPR Madura Raya

OLEH : M. Faizi
Petani Millenial dan Kabid Media MPR Madura Raya

___________________________

Tulisan ini sebenarnya bermula dari bentuk kegelisahan kami dalam menampung beberapa dengung para petani berkaitan dengan kelangkaan pupuk yang terjadi. Dan juga keberlanjutan dari aksi demonstrasi bersama rekan-rekan MPR Madura Raya pada hari Kamis, tertanggal (8/12/2022) dan dilanjut dengan Turun kebawah (Turba) dua hari setelahnya yakni hari Sabtu tanggal (10/12/2022) bersama team pengawas KP3 untuk memastikan pekik suara rakyat ditataran bawah.

Sebagai seorang anak Petani tulen yang kerap kali berkecimpung dalam etalase dunia pertanian, kami sangat paham betul bagaimana alurisasi perjuangan seorang petani dalam merampungkan aktivitas taninya apalagi disaat musim kemarau tiba, tentu kecenderungan mereka terfokuskan pada tanaman padi sebagai tanaman yang layak untuk digarapnya.

Tak pelik, diantara seiris ambisi dan harapan besar mereka ada juga yang masih pontang-panting fisiknya demi memenuhi segala komponen kebutuhan dalam proses tanam padinya termasuk salah satunya adalah penyediaan pupuk untuk kemudian ditabur pasca penanamannya.

Alih-alih disaat padi sudah terlanjur di tanam yang jelas ketersediaan pupuk juga harus dilangsungkan ibaratnya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, bila menanam maka harus siap sedia pupuk untuk ditaburkan, begitulah kira-kira.

Namun ditengah-tengah laju spirit petani menggelora dan disaat pemerintah mendengung- dengungkan ketahanan pangan nasional dengan mengajak generasi millenial untuk berkecimpung di dalamnya, lagi-lagi petani dihantui oleh sejimbun keresahan termasuk salah satunya adalah kesulitan untuk mendapatkan pupuk ditambah lagi patokan harga yang melambung tinggi tidak lagi runwell pada harga normalnya.

Baca Juga :   Menyampaikan Kata dari Kota Sumenep ke Ujung Timur Pulau di Madura

Bahkan Ironinya, kelangkaan pupuk itu tidak hanya terjadi sekali di tahun 2022 ini, akan tetapi sudah berulang-ulang kali tepatnya di saat petani mulai memasuki musim tanam padi, sehingga effect dari itu semua, petani berpotensi mengalami gagal panen dan besar kemungkinan akan terjadi kerusakan dan tidak produktif lagi.

Dikarenakan ketersediaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Sumenep jelang akhir tahun 2022 bisa dikatakan aman, namun problem nya bantuan pupuk gratis tersebut tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan para petani dikarenakan sebagaimana pengajuan sesuai RDKK tidak sepenuhnya dikabulkan, sebab berdasarkan usulan yang diajukan pemkab Sumenep untuk kebutuhan petani sebanyak 43.000 Ton namun hanya dipenuhi 31.267 Ton.

Sehingga hal itulah yang memicu yang tergabung kelompok tani tidak semua mendapatkan, dan itu pun bagi yang terverifikasi di kelompok dan bagi yang tidak wallahu a’lam.

Oleh karena itu, untuk memudahkan segala bentuk bantuan sebagaimana himbauan oleh Kepala Dinas ketahanan pangan dan Pertanian Arif Firmanto agar bergabung dengan kelompok tani terlebih dahulu agar memiliki akses untuk pupuk bersubsidi.

Lain daripada hal tersebut, dari A Farid selaku Plt Kabid Penyuluh, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) melalui keterangan media liputan6.com mengatakan bahwa.

“Jika petani tidak bergabung dalam kelompok tani, jangan harap bisa mendapatkan pupuk, kecuali ada sisa jatah dari anggotanya, namun jika petani bisa bergabung dapat dipastikan akan mendapat jatah untuk pupuk bersubsidi tersebut”.

Namun faktanya , meski ada petani yang tergabung dalam kelompok tani masih saja ada yang merasa kesulitan untuk mendapatkan pupuk tersebut padahal pupuk subsidi itu turunnya ke kelompok.

Baca Juga :   Dampak Covid-19 Pada Neraca Perdagangan Indonesia April 2020

Pertanyaannya, kalau petani yang tergabung ke kelompok tani saja sudah susah, bagaimana dengan yang tidak bergabung?.

Peranan Penting Bergabung Ke Kelompok Tani

Peranan kelompok tani dalam pertanian menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakat tani, sebab segala kegiatan dan pengolahan dalam berusaha tani dilaksanakan secara berkelompok, dengan adanya kelompok tani, para petani dapat bersama-bersama memecahkan permasalahan antara lain pemenuhan sarana produksi pertanian, teknis produksi dan pemasaran hasil.

Melihat potensi tersebut maka kelompok tani perlu dibina dan diberdayakan lebih lanjut agar dapat berkembang secara optimal. Selain itu juga, kelompok tani berfungsi sebagai wadah belajar mengajar bagi anggotanya guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tumbuh dan berkembangnya kemandirian dalam berusaha tani dengan produktivitas yang meningkat, pendapatan yang bertambah dan kehidupan yang lebih sejahtera.

Termasuk bergabungnya petani dalam kelompok tani secara otomatis mengamini instruksi dari DKPP bahwa bergabungnya para petani dalam kelompok tani akan semakin memudahkan akses petani untuk mendapatkan jatah pupuk bersubsidi.

Pengajuan RDKK Harus Komunal (Musyawarah) Bukan Personel

Berdasarkan peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia tahun 2020 pasal 1 poin 5 berbunyi bahwa Rencana Definitif kebutuhan Kelompok tani pupuk bersubsidi atau RDKK adalah rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk kebutuhan satu tahun yang disusun berdasarkan Musyawarah anggota kelompok tani dan merupakan alat pesanan pupuk bersubsidi kepada pengecer resmi yang ditetapkan secara manual dan atau melalui sistem elektronik (E-RDKK).

Dalam tahap penyusunan RDKK tersebut harus melalui Pertemuan pengurus kelompok tani yang terdiri dari ketua kelompok tani, sekretaris, bendahara dan kepala-kepala seksi dan musyawarah anggota kelompok tani dipimpin oleh ketua kelompok tani untuk menyusun daftar kebutuhan riil pupuk bersubsidi yang akan dibeli dan yang akan digunakan dari setiap anggota kelompok tani dengan menetapkan jumlah, jenis pupuk, jenis komoditas dan waktu pupuk tersebut dibutuhkan.

Baca Juga :   Sekilas Mengenal Liberalisme Feminis dalam Perspektif Islam

Faktanya, masih ada banyak temuan di lapangan ketua kelompok tani masih berperan sendiri dengan tidak melibatkan anggota serta tidak memperhatikan terhadap regulasi sebagaimana ditetapkan (Musyawarah), dikarenakan dianggap minimya pengetahuan anggota tani untuk disampaikan “Tak Kerah Ngarteh Keah”, sehingga kendali dari semua persoalan yang sifatnya adminstratif dilangsungkan oleh ketua kelompok tanpa melalui proses musyawarah dan sebagainya.

Padahal, penentuan RDKK itu seharusnya melalui rapat bersama dengan mengurai secara jelas terhadap kebutuhan anggota baik dari kuantitas dan alokasi kebutuhan anggota dalam masa tanamnya Sehingga saya menyimpulkan bahwa tipologi ketua kelompok macam ini layak untuk disebut sebagai replikasi Qarun yang reborn di era kekinian – menjadikan komunal beralih fungsi menjadi personal, dan perkumpulan hanya menjadi bayang-bayang formalitas, tidak prosedural dan tidak juntrung pada maksud dan tujuan awal. Maka, dalam kasus seperti ini siapa yang akan bertanggung terhadap semuanya?

Tinggalkan Balasan