BANGKALAN, limadetik.com — Pengadilan Negeri (PN) Bangkalan, Jawa Timur di demo puluhan wartawan dari berbagai media menuntut keadilan hukum atas vonis bebas oknum PNS penganiaayaan jurnalis, Kamis (2/5/2019).
Hal tersebut dilakukan puluhan wartawan terkait keputusan kontroversial Majelis Hakim PN Bangkalan yang di ketuai Sri Hananta yang memvonis bebas terdakwa kasus penganiayaan dan menghalang-halangi kerja jurnalis Ghinan Salman beberapa waktu lalu.
Koordinator aksi Jimhur Saros mengatakan dalam orasinya bahwa penanganan kasus tersebut dinilai lamban dan terkesan dimainkan. Di mana peristiwa penganiayaan itu terjadi pada 20 September 2016 silam.
“Saat itu Ghinan Salman bekerja di Jawa Pos Radar Madura memotret pegawai negeri sipil PUPR Kabupaten Bangkalan bermain pimpong pada jam kerja. Namun, hasil persidangan agenda putusan yang digelar Senin (29/4/2019) lalu. Majelis hakim menilai terdakwa bernama Jumali tidak terbukti melakukan kekerasan, ada apa ini” kata Jimhur.
Kedatangan para jurnalis dengan bentuk aksi di PN Bangkalan mempertanyakan keputusan majelis hakim yang memvonis bebas terdakwa Jumali. Menurut mereka putusan tersebut sangat tidak masuk akal. Karena berdasarkan keterangan saksi dan hasil visum, terdakwa terbukti melakukan penganiayaan.
“Ini aneh dan tidak masuk akal, padahal ini sudah jelas dan terbukti melakukan kekerasan, ko’ bisa terdakwa ini divonis bebas,” teriak Jimhur Saros ketua PWI Bangkalan.
Senada dengan Jimhur, pendemo juga mempertanyakan proses penanganan kasus tersebut karena harus menunggu selama 2,5 tahun.
“Kasus ini terjadi September 2016 lalu, dan baru selesai. Kenapa penanganannya sangat lama,” tambah orator aksis Agus Salim.
Dalam aksi wartawan ini juga menuntut Sri Hananta untuk dicopot sebagai majelis hakim di Pengadilan Negeri Bangkalan. “Copot majelis hakim Sri Hananta itu dari PN Bangkalan,” pintanya.
Saat aksi berlangsung, Ketua Pengadilan Negeri Bangkalan Susanti Asri Wibawani menemui para wartawan dan mengatakan, vonis bebas terdakwa adalah kewenangan dari majelis hakim. “Itu kewenangan hakim tapi ketua memantau,” ujarnya.
Ditambahkan Susi, bahwa pihaknya sudah melaporkan hasil putusan tersebut kepada Pengadilan Tinggi Negeri. “Kami sudah melaporkan secara informal kepada pengadilan tinggi negeri. Karena perkara ini menjadi atensi pusat,” katanya. (rus/ron/yd)