Fraud Audit BPJS Kesehatan : Pemerintah Tidak Terbuka dalam Hasil Audit

×

Fraud Audit BPJS Kesehatan : Pemerintah Tidak Terbuka dalam Hasil Audit

Sebarkan artikel ini
IMG 20210123 WA0048 e1611379125128

OLEH : Farah Diba

(Universitas Muhammadiyah Malang)

Pemerintah dinilai perlu melakukan pembenahan defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan tidak hanya membebankannya kepada masyarakat melalui kenaikan iuran. Langkah pembenahan tersebut perlu mengacu kepada hasil audit BPJS Kesehatan yang sampai saat ini tidak dipublikasikan.

Menurut narasumber, Padahal di situ [hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) jelas disebutkan ada tindakan fraud atau kecurangan, tata kelola administrasi yang buruk, kecurangan oleh oknum rumah sakit, itu kan kita tidak pernah mendengar narasi itu dari pemerintah. Yang dibebankan kesalahan selalu warga yang tidak tertib bayar. Pemerintah kerap berdalih bahwa tindak kecurangan dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hanya mencakup 1% dari total defisit yang pada akhir 2019 mencapai Rp15,5 triliun. Namun, dia menilai bahwa untuk membuktikan klaim tersebut, pemerintah perlu membuka hasil audit BPKP kepada publik.

Dari sinilah kita dapat melihat kinerja birokrasi di negara kita secara nyata baik dan buruknya. Pada tahun 2019 kolektabilitas iuran dari peserta PBPU hanya 63,58% atau sebesar Rp9,88 triliun dari seharusnya Rp15,55 triliun. Menurun dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 88,65%. Penurunan ini disebabkan dari Status peserta
PBPU yang aktif hanya 16,78 juta jiwa atau 55,5% dari jumlah peserta PBPU sebanyak 30,24 juta jiwa.

Ketidak aktifan peserta PBPU pasti juga memiliki alasan tersendiri sebagai badan hukum Publik yang melayani masyarakat harus dapat mengetahui kondisi real apa yang terjadi di masyarakat sebenarnya. Agar permasalahan yang terjadi sebenarnya dapat di ketahui dengan jelas dan segera di rumuskan solusinya.

Ketika BPKP di gugat soal keterbukaan hasil audit argumentasi yang diberikan tidak konsisten dalam memberikan alasan menolak keterbukaan informasi hasil audit. Seperti halnya pada persidangan yang pertama BPKP menyatakan bahwa informasi hasil audit adalah informasi yang dikecualikan, namun pada persidangan kedua
menyatakan informasi hasil audit adalah informasi terbuka.

Dari sinilah kinerja BPKP dalam Melakukan kinerja dapat dilihat langsung. Seharusnya BPKP bersifat netral dalam memberikan argumen kepada publik. Karena dalam kode etik sudah dijelaskan harus independensi dan integritas nilai-nilai itu wajib dilaksanakan. Karena BPKP juga menjadi harapan masyarakat dalam mengaudit kinerja BPJS
Kesehatan dan dapat memberikan informasi hasil audit kepada masyarakat secara transparansi.

BPKP berlasan bahwa informasi hasil audit dikuasai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pihak yang meminta BPKP untuk mengaudit BPJS Kesehatan. Jika memang keputusan semua dikembalikan kepada Kementrian Keuangan, maka setidaknya informasi hasil audit BPJS Kesehatan disampaikan kepada masyarakat. Karena kementerian juga sebagai wakil dari rakyat di pemerintahan, maka jika ada permasalahan terkait pembayaran BPJS oleh rakyat tidak bisa di pungkiri karena wakil dari rakyat tidak bisa memberikan informasi yang baik bagi rakyatnya sendiri.

Sebagai birokrasi di perintahkan selayaknya harus memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan juga memberikan pertanggung jawaban berupa laporan kepada masyarakat. Dengan begitu masyarakat akan selalu memberikan kepercayaan penuh terhadap birokrasi karena terjadi timbal balik yang baik antara kedua belah pihak.


(catatan: semua isi artikel ini tanggung jawab penulisi sepenuhnya)