Opini

Kader Pengkhianat Konstitusi, Hilangnya Kelompok Intelektual-Cultural dengan Dominasi Kelompok Politis-Struktural dalam Tubuh Organisasi

×

Kader Pengkhianat Konstitusi, Hilangnya Kelompok Intelektual-Cultural dengan Dominasi Kelompok Politis-Struktural dalam Tubuh Organisasi

Sebarkan artikel ini
Kader Pengkhianat Konstitusi, Hilangnya Kelompok Intelektual-Cultural dengan Dominasi Kelompok Politis-Struktural dalam Tubuh Organisasi
Hilal Hidayat, Kader HMI Cabang Sumenep Komisariat Paramadina

Kader Pengkhianat Konstitusi, Hilangnya Kelompok Intelektual-Cultural dengan Dominasi Kelompok Politis-Struktural dalam Tubuh Organisasi

OLEH : Hilal Hidayat
Kader HMI Cabang Sumenep Komisariat Paramadina

OPINI – Tidak ada ceritanya organisasi tampa konstitusi sebagai panduan suci dalam jalannya roda organisasi. Kita tarik makna konstitusi secara luas menurut james bryce “Konstitusi adalah kerangka masyarakat politik, yang diorganisir berdasarkan hukum, yang membentuk lembaga-lembaga permanen dengan tugas dan wewenang tertentu”.

Sedangkan menurut Prof. Dr. Soetandjo Wignjosoebroto, konstitusi adalah “sejumlah ketentuan hukum yang disusun secara sistematik untuk menata dan mengatur pada pokok-pokoknya struktur dan fungsi lembaga-lembaga pemerintah, termasuk dalam hal kewenangan maupun batasan kewenangan lembaga pemerintahan”.

Maka bisa kita maknai konstitusi di organisasi sebagai panduan umum mengenai distribusi kewenangan dan batasan kewenangan beberapa badan kepengurusan, aturan hak dan fungsi kader serta aturan-aturan lain yang bisa dijadikan landasan dalam menjalankan organisasi.

Adanya konstitusi dalam organisasi adalah sebagai antisipasi adanya kesewenang-wenangan (dominium absulutum et directum) oknum – oknum yang ada di organisasi. hmi sebagai organisasi pengkaderan memilik posisi strategis dalam pembentukan insan yang berkarakter, kreatif dan berintegritas.

Pemupukan nilai – nilai ketaatan kader harus tercermin dalam kepatuhan pada konstitusi sebagai panduan utama mekanisme jalannya organisasi. Namun, tampaknya pelanggaran terhadap konstitusi hmi telah dinormalisasi bahkan mengakar menjadi budaya yang tak dapat dibendung, ada apa dengan organisasi ini?, mau dibawa kemana organisasi ini?, apakah ini tanda-tanda kehancuran organisasi?.

Sederet pertanyaan akan muncul ketika melihat realitas hmi masa kini, bagaimana tidak hmi sebagai second university telah dinodai kesuciannya oleh tangan – tangan najis pelanggar konstitusi.

Sejak awal kader didoktrin untuk menjadi pribadi yang idealis, berkomitmen dan berintegritas namun kenyataannya masih banyak pemerkosaan terhadap sederet aturan aturan yang ada di hmi dengan alibi “untuk kepentingan bersama”. Normalisasi dan dalih dinamika biasa dalam organisasi bukannlah alasan logis bagi sekelas organisasi yang mengidentikkan dirinya dengan barisan kaum intelektual.

HMI adalah organisasi krisis identitas, jati diri HMI sebagai representasi ummat dan bangsa telah sirna oleh oknum penggila kekuasaan, fenomena dekadensi minat mahasiswa menjadi kader HMI dalam dekade terakhir bukannlah sebuah hal mengejutkan jika melihat realitas kader kader hmi yang cendrung politis.

Idealisme hanya tersisa dibibir ketika forum forum diskusi yang hanya berbau kalimat utopis tanpa implementasi. Penghalalan segala cara dalam meraih kekuasaan telah menjadi bercak noda berkepanjangan dalam sejarah organisasi. spirit insan pengabdi yang sering digaungkan hanyalah pemanis semata namun miskin kerja nyata.

Pelanggaran konstitusi sering terjadi dalam usaha meraih kekuasaan, zaman ini kader – kader hmi yang duduk di struktural kepengurusan bukan dilandaskan kepada panduan konstitusi apalagi kompetensi intelektual tapi di dukung oleh kedekatan secara emosional, praktek nipotisme dalam tubuh organisasi dengan dalih mempermudah kordinasi telah menjadi momok disintegrasi dalam tubuh HMI.

Tidak sehat dalam menjalankan organisasi apalagi melanggar konstitusi telah menodai cita – cita didirikannya HMI, maka bisa disimpulkan bahwa mewujudkan masyarakat adil-makmur yang diridhoi allah hanyalah omong belaka, mestinya cita – cita ini diganti dengan mewujudkan kelanggengan kekuasaan dalan tubuh organisasi dengan jalan melanggar konstitusi dan didukung para alumni yang baik hati.

Jika melihat realitas HMI sekarang, seharusnya redaksi mission yang berbunyi: terbinanya insan akademis, pencipta pengabdi yang bernafaskan islam diganti dengan “terbinanya insan penggila kekuasaan, insan pemerkosa cita-cita perkaderan, insan penghianat konstitusi organisasi yang bernafaskan nafsu pribadi.

Bagaimana hmi mau berbicara tentang perubahan tatanan sosial dan peradaban jika kondisi internal sendiri bobrok tiada terkira yang hanya diwarnai perebutan kekuasaan. Pelanggaran pada konstitusi adakah bentuk penghinaan dan penghianatan nyata pada tujuan luhur organisasi.

HMI bukan organisasi kekuasaan tapi organisasi perkaderan dan perjuangan. Refleksi ulang jejak spirit perjuangan proses berdirinya HMI menjadi hal wajib jika melihat perjalanan yang sudah keluar dari rute maps jalan organisasi.

Ayahanda Lafran Pane telah memberi teladan tentang hakikat hmi didirikan bukan untuk kekuasaan melainkan untuk kemaslahatan ummat, dalam proses penataan organisasi Ayahanda Lafran selaku pelopor berdirinya HMI merelakan jabatan ketua kepada M. S. Mintareja dengan lapang dada demi memperkuat eksistensi hmi yang baru lahir.

Kerendahan hati ayahanda Lafran dengan menanggalkan egoisme kekuasaan menjadi prasasti abadi bagi kader HMI yang seharusnya menjadi renungan hati.