Artikel

Pancasila Ideologi Negara: Tinjauan dalam Perspektif Hukum

×

Pancasila Ideologi Negara: Tinjauan dalam Perspektif Hukum

Sebarkan artikel ini
Pancasila Ideologi Negara: Tinjauan dalam Perspektif Hukum
Abdul Manan, SH.

Pancasila Ideologi Negara: Tinjauan dalam Perspektif Hukum

Penulis : Abdul Manan, S.H
Praktisi Hukum

___________________________________

ARTIKEL – Pancasila telah lama diposisikan sebagai dasar dan ideologi negara Indonesia. Namun demikian, apabila ditinjau dari perspektif hukum tata negara, terdapat ruang kritik terhadap posisi Pancasila sebagai ideologi negara dalam arti yuridis-fungsional. Sebab, tidak seluruh unsur dalam Pancasila memenuhi syarat sebagai suatu ideologi negara sebagaimana dipahami dalam doktrin negara hukum modern.

Hans kelsen berpendapat dalam teori hukum murni, hukum adalah norma yang hierarkis dan bertingkat yang berpuncak pada norma dasar atau Grundnorm . Di Indonesia, norma dasar tersebut termuat dalam pembukaan UUD 1945 yang salah satunya adalah Pancasila.

Namun, Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 hanya berfungsi sebagai asas filosofis bukan sebagai norma yang dapat langsung diberlakukan atau dijalankan dalam praktik pemerintahan secara yuridis. Artinya, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, tetapi bukan norma hukum positif yang operasional.

Dalam praktik hukum, suatu ideologi negara idealnya dijabarkan ke dalam sistem norma hukum yang dapat dijadikan pedoman dan acuan operasional. Namun dalam konteks Indonesia, Pancasila belum dijabarkan secara sistematik dalam bentuk undang-undang organik yang mengatur bagaimana nilai-nilainya harus diimplementasikan di setiap lini kehidupan bernegara.

Jimly Asshiddiqie yang sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara, menyatakan bahwa:

“Pancasila tidak bisa dijadikan hukum secara langsung, ia hanya menjadi sumber inspirasi, karena bersifat sangat abstrak dan luas.” (Sumber: Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, 2005).

Oleh karena itu, dari perspektif hukum, Pancasila bukanlah ideologi negara dalam arti formal, melainkan sebuah falsafah dasar (philosophische grondslag) yang menjadi inspirasi pembentukan hukum dan kebijakan publik. Hukum positif Indonesia seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan kebijakan publik tidak secara tegas menyatakan implementasi berdasarkan sila-sila Pancasila, kecuali dalam bentuk pengantar atau konsideran. Hal ini memperlihatkan bahwa Pancasila tidak di operasionalisasi sebagaimana semestinya suatu ideologi.

Penguatan kelembagaan terhadap Pancasila melalui pembentukan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) juga tidak menempatkan Pancasila dalam kedudukan konstitusional yang tinggi. BPIP dibentuk melalui Peraturan Presiden, bukan undang-undang, sehingga secara hierarki hukum ia lemah dan tidak menjadi penjaga ideologi yang sah dalam struktur ketatanegaraan.

Lebih jauh lagi pada masa Orde Baru, Pancasila dijadikan ideologi negara tunggal (asas tunggal) melalui penafsiran yang monopolis dan represif. Hal ini dikritik oleh banyak akademisi karena mengaburkan batas antara ideologi negara dan alat kekuasaan politik. Dalam negara demokrasi, sebuah ideologi harus terbuka terhadap kritik, bukan dijadikan dogma yang mutlak.

Sebagaimana dikatakan oleh Franz Magnis-Suseno bahwa:

“Pancasila seharusnya tidak dijadikan alat indoktrinasi, melainkan nilai terbuka yang menginspirasi sistem hukum dan politik.” (Etika Politik, 1999).

Oleh karena itu, menurut penulis menyebut Pancasila sebagai ideologi negara haruslah ditempatkan dalam konteks yang tepat. Pancasila adalah dasar negara dalam arti filosofis dan konstitusional, bukan ideologi dalam arti yuridis formal. Sebagai dasar negara, Pancasila memiliki kedudukan tertinggi dalam pembentukan norma hukum tetapi bukan hukum itu sendiri. Ini sejalan dengan asas negara hukum, bahwa sumber hukum harus memiliki kejelasan bentuk, substansi, dan mekanisme pelaksanaannya.

Maksud penulis secara keseluruhan bahwa Pancasila bukan ideologi negara dalam arti normatif dan operasional melainkan sumber nilai yang menjadi dasar pembentukan hukum di Indonesia. Posisinya sangat fundamental, namun tetap berada di ranah filosofis dan moral bukan teknokratis. Dengan demikian, untuk menjadikan Pancasila benar-benar sebagai ideologi negara dalam arti hukum, diperlukan upaya kodifikasi nilai-nilai Pancasila ke dalam sistem hukum yang konkret, terstruktur, dan bisa diimplementasikan secara adil dan demokratis.