Opini

Stop Merokok

×

Stop Merokok

Sebarkan artikel ini
IMG 20200102 WA0109

Sumenep, 2 Januari 2020
Limadetik.comOpini: Yant Kaiy.

Pada 14 Desember 2019 saya menghadiri peluncuran antologi puisi En Hidayat di Gedung Pusdiklat PCNU Sumenep Jawa Timur. Acara ini sekaligus memperingati 100 hari wafat almarhum En Hidayat. Sedangkan ceramah budaya disampaikan sastrawan “Si Celurit Emas” D. Zawawi Imron.

Akhir acara saya tidak langsung pulang. Kami masih duduk santai melepas rindu setelah sekian lama acara serupa itu lama tidak tergelar di Kota Keris Sumenep. Di tengah perbincangan, tiba-tiba budayawan Sumenep M. Faizi mengeluarkan sesuatu. Ia meletakkan bungkusan plastik transparan, isinya tembakau rajangan halus lengkap dengan papernya.

Tidak ada yang protes atau bertanya, justru kami menikmati tembakau Madura setelah dilinting. Kami merokok bersama di tengah canda dan irama senyum.

Tembakau Madura terkenal bercita rasa manis. Banyak gudang tembakau perusahaan raksasa dibangun di Pulau Garam Madura. Ini menandakan kalau tembakau Madura menjadi incaran pabrik rokok di Pulau Jawa.

Anehnya para petani tembakau Madura banyak tidak terangkis dari lembah kemiskinan. Mereka tetap berkubang pada realita kegetiran menyedihkan. Kebijakan tidak populis dari Pemerintah Daerah setempat dan DPRD Kabupaten menatalkan luka mendalam di hati petani. Karena harga tembakau Madura kurang dari Rp 30.000,- per kilogram. Bahkan di ujung pembelian tembakau, gudang pabrikan membeli Rp 15.000,- per kilogram.

Di tengah naiknya harga rokok seiring penetapan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35%, tentu akan berdampak banyak hal. Salah satunya mungkin bakal ada PHK dari perusahaan rokok. Otomatis angka pengangguran akan naik. Pertanyaannya sekarang, sanggupkan pemerintah menciptakan lapangan kerja baru bagi mereka korban PHK?

Sri Utari Setyawati, direktur eksekutif Indonesian Forum Parliamentarians on Population and Development (IFPPD) mengatakan bahwa pandangan pemerintah tentang cukai rokok terbalik. Cukai yang semestinya adalah pajak atas dosa telah dijadikan sebagai sumber pendapatan.

Seperti dilansir Hidayatullah, bahwa rokok telah menyumbangkan pendapatan ke kas negara sebesar Rp 10 – 12 triliyun per tahun. Memang cukup besar. Pertanyaannya sekarang, manakah yang paling mendapatkan manfaat dari bisnis rokok ini? Anda tentu punya jawaban. Sebab Anda punya hati nurani.

Yant Kaiy adalah wartawan limadetik.com