Opini

Tradisi “Pelet Kandung” di Desa Pasongsongan Kabupaten Sumenep

×

Tradisi “Pelet Kandung” di Desa Pasongsongan Kabupaten Sumenep

Sebarkan artikel ini
IMG 20200111 154158

Sumenep, 11 Januari 2020
Limadetik.comOpini: Yant Kaiy

Kata “pelet” bermakna suatu ilmu pengasihan untuk mempengaruhi alam bawah sadar seseorang agar jatuh hati kepada orang yang mengirim ilmu gaib itu. Tapi kalau Bahasa Madura berarti meritual seseorang agar kehidupannya lebih baik dalam banyak hal. Sedangkan “pelet kandung” adalah mendoakan perempuan yang hamil agar dipermudah persalinannya, terutama agar ibu dan bayinya selamat dari proses melahirkan.

Lain dari itu, tradisi “pelet kandung” juga bertujuan mendoakan agar bayi yang dilahirkan menjadi anak soleh kalau laki-laki dan soleha jika lahir perempuan. Berbakti pada kedua orang tuanya, bangsa dan agamanya.

Tradisi selamatan kandungan di daerah lain tentu ada juga. Cuma istilahnya yang berbeda. Semua itu dimaksudkan sebagai bentuk tasyakur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang karena akan mendapat keturunan.

Kalau di Sumenep acara “pelet kandung” ini dilaksanakan pada usia kandungan empat bulan dan tujuh bulan. Berikut dasar alasannya:

“Sesungguhnya setiap orang diantara kalian dikumpulkan penciptaannya didalam perut ibunya selama empat puluh hari (berupa sperma), kemudian menjadi segumpal darah dalam waktu empat puluh hari pula, kemudian menjadi segumpal daging dalam waktu empat puluh hari juga. Kemudian diutuslah seorang malaikat meniupkan ruh kedalamnya dan diperintahkan untuk menuliskan empat hal; rejekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia menjadi orang yang celaka atau bahagia.” (HR. Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi).

Sedangkan acara tujuh bulanan biasanya undangan lebih banyak daripada “pelet kandung” empat bulanan. Karena ada beberapa acara tambahan. Ini dimaksudkan kelahiran sudah dekat waktunya. Dorongan moral dari para kerabat penting agar wanita hamil itu punya rasa percaya diri menghadapi saat-saat mendebarkan.

Susunan acara “pelet kandung” empat bulanan biasanya dimulai Khotmil Qur’an yang dilanjutkan dengan pembacaan barzanji (suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang dilafalkan dengan suatu irama atau nada). Demikian juga pada “pelet kandung” tujuh bulanan. Tapi ada tambahan kalau diusia kandungan tujuh bulan, yakni prosesi siraman pada wanita yang hamil.

Yang menyiram, mereka yang ada ikatan famili, tetangga, salah satu teman dari suami atau istri. Air tujuh sumur dengan taburan bunga disiramkan pada ibu hamil. Gayungnya terbuat dari belahan kelapa dengan tangkai kayu beringin yang ada daunnya. Sebelum menyiram, mereka melempar uang pada suatu nampan

Yant Kaiy adalah wartawan limadetik.com