JAKARTA, Limadetik.com — Bank Sampah Nusantara (BSN) yang digagas oleh Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) mempunyai strategi terkait sampah khususnya plastik di Indonesia yang masih menjadi sorotan dunia saat ini.
Hal itu disampaikan Direktur BSN LPBINU Fitri Aryani pada perhelatan Kampanye Edukasi
Sampah dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional 2019 (HPSN) di pelataran
Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164, Senen, Jakarta
Pusat, Kamis (21/2/2019).
“Mencanangkan program agar masyarakat tidak membuang sampah sembarang itu memang
butuh proses, harus dimulai dari diri kita sendiri, terutama plastik, kita harus punya
komitmen bersama 2019 diet plastik,” tuturnya.
Menurut perempuan yang akarab disapa Fitri, ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar
tidak ketergantungan pada plastik, mulai dari mengajak orang-orang terdekat, tetangga,
teman kerja, atau lainnya untuk kembali menggunakan tas-tas tradisional sebagai pengganti tas kresek, kemudian mengganti botol air kemasan dengan tumbler, mulai membawa tempat makan dan minum sendiri, itu hal yang harus dilakukan bersama.
“Adapun dalam hal penanganannya, salah satu metode yang kita terapkan adalah ecobrik.
Kita melihat ecobrik masih sangat efektif untuk mengurangi sampah plastik dan juga sangat
murah meriah dalam pengaplikasiannya,” katanya.
Fitri mengungkapkan bahwa sampah plastik itu sebenarnya banyak ditimbulkan oleh
kebijakan perusahaan untuk membidik pasar menengah ke bawah, hal itu akhirnya
membuat perusahaan-perusahaan berlomba-lomba membuat produk dalam kemasan
sachet. Tapi dampak yang ditimbulkan kemasan itu adalah banyaknya sampah yang tidak
bisa di daur ulang.
Bahkan, tegas Fitri misalnya kalau kita merujuk bahwa sampah itu bernilai ekonomi, sampah-sampah kemasan itu tidak memiliki nilai ekonomi, sehingga banyak masyarakat membiarkan sampah tersebut begitu saja dijalanan ataupun tidak tertangani dengan baik.
“Kita berharap Pemerintah juga harus mulai merumuskan solusi ketika masyarakat
Indonesia tidak boleh menggunakan plastik, apa solusi yang harus dilakukan oleh Pemerintah, karena kita melihat ada Kantong Singkong yang sebenarnya itu sangat ramah lingkungan, tapi kemudian karena produksinya sangat mahal sehingga tidak bisa dijual secara massif” urainya.
“Inilah yang seharusnya mulai dipikirkan oleh pemerintah, jadi tidak hanya melarang masyarakat untuk menggunakan plastik, tapi juga mencarikan solusi. Nah solusi itu juga harus dilakukan selain oleh pemerintah juga tentu saja oleh sector swasta tersebut,” pungkas Fitri.
Selain itu, Fitri juga mengungkapkan salah satu partisipasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) dalam membantu pemerintah menangani krisis ini adalah PBNU berkomitmen.
Untuk memasukkan isu sampah plastik ini ke dalam materi pada perhelatan Musyawarah
Nasional Nahdlatul Ulama (Munas) pada 27 Febuari 2019 nanti, artinya di sini pengurus dan
para Kiyai NU di seluruh Indonesia sudah mulai memikirkan apa saja yang bisa dilakukan
oleh NU terkait sampah plastik ini.
“NU tentu juga memikirkan mulai dari bagaimana memberdayakan masyarakat agar memiliki kesadaran dan kepedulian terkait sampah plastik, sampai kemudian NU juga berpartisipasi untuk mendorong pemerintah menindak tegas perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki kebijakan-kebijakan yang terkait bagaimana penanganan sampah plastik hasil dari limbah industry”. Imbuhnya. (yd/LPBINU)











