Industri Garam dan Kearifan Lokal, Studi Kunjungan Mahasiswa Uniba Madura di PT Garam
LIMADETIK.COM, SUMENEP – PT Garam merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki peran vital dalam penyediaan garam nasional. Didirikan sejak tahun 1878 dan berkantor pusat di Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura, perusahaan ini menjadi pionir industri garam di Indonesia. Dengan pelabuhan sendiri yang berada di wilayah Madura, PT Garam tidak hanya mengandalkan jaringan distribusi nasional, tetapi juga menjadi titik sentral pergerakan logistik bahan baku dan hasil produksi garam.
Dalam kunjungan lapangan oleh mahasiswa Manajemen Universitas Bahaudin Mudhary Madura kelas MGO23 bersama dosen pengampu Dr. (Cand.) Fuji Santoso, S.E., M.M. dan koordinator kunjungan Wahyu Abadi, pada Selasa, 3 Juni 2025, para peserta memperoleh banyak informasi langsung dari narasumber internal PT Garam, Miftahol Arifin, M.M., selaku Humas PT Garam, yang memaparkan berbagai hal terkait proses produksi, filosofi manajemen perusahaan, hingga tantangan operasional dalam forum diskusi.
Manajemen dan Budaya Kerja Tanpa Sekat
Sebagai BUMN yang berada di bawah naungan Pangan ID Food, PT Garam mengadopsi sistem kerja yang modern namun tetap berakar pada kearifan lokal. Menurut Miftahol, ruang kantor dirancang dengan layout tanpa sekat untuk menciptakan transparansi dan keterbukaan antarkaryawan.
“Semua bisa dilihat, tidak ada yang ditutup-tutupi, itulah kenapa kami memilih desain ruang kerja terbuka,” ujar Miftahol Atifin, Selasa (3/6/2025) dalam forum kunjungan mahasiswa tersebut.
Sementara di area pabrik, kerjasama dilakukan dengan Barata, sesama BUMN yang bergerak di bidang manufaktur. Dalam operasionalnya, prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dijalankan secara ketat. Penggunaan helm, rompi bercahaya, dan pelatihan keselamatan rutin merupakan bagian dari upaya menciptakan lingkungan kerja yang aman.
Sumber Daya Manusia sebagai Aset Strategis
PT Garam menyadari pentingnya sumber daya manusia sebagai penggerak utama perusahaan. Karyawan, yang berjumlah ± 400 orang, tidak hanya dianggap sebagai tenaga kerja, tetapi sebagai aset strategis. Perusahaan rutin mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan, terutama dalam bidang keselamatan kerja dan manajemen risiko.
Pernyataan ini sejalan dengan temuan dalam penelitian Hinai dan Harrasi (2021) yang menunjukkan bahwa pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) memiliki pengaruh positif terhadap produktivitas, motivasi, dan kinerja karyawan.
Program pelatihan yang efektif mendorong peningkatan efisiensi operasional dan mutu kerja. Oleh karena itu, PT Garam sebagai BUMN dapat mengadopsi strategi manajemen SDM yang modern dan adaptif sesuai dengan kebutuhan internal perusahaan, sebagaimana juga telah dilakukan oleh sejumlah BUMN lainnya dalam menghadapi tantangan transformasi bisnis di era digital.
Ketergantungan pada Alam dan Tantangan Produksi
Sebagai industri berbasis sumber daya alam, PT Garam sangat bergantung pada cuaca dan kondisi alam. “Kalau hujan bagaimana mau produksi, bahan bakunya saja tidak ada. Di sisi yang lain, garam membuat mesin cepat rusak karena sifatnya yang korosif. Perawatannya juga sangat sulit,” jelas Miftahol.
Ia menyebutkan, tantangan ini memperlihatkan betapa kompleksnya proses produksi garam, yang selama ini sering dipandang sederhana. Dalam praktiknya, PT Garam tidak menjual garam secara eceran atau daring (online). Penjualan dilakukan melalui skema business-to-business (B2B) dengan distributor, agar tidak merusak mekanisme pasar.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kesadaran akan peran dan tanggung jawab dalam menjaga stabilitas harga garam di masyarakat.
Sistem Produksi dan Kepatuhan Regulasi
PT Garam menerapkan proses produksi yang sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) berdasarkan pengalaman panjang dan riset yang terus dikembangkan. Meskipun secara ilmiah garam tidak memiliki masa kedaluwarsa, perusahaan tetap mencantumkan masa simpan selama lima tahun sesuai ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Kami mengikuti aturan walaupun secara kimia garam tidak basi,” ujar Miftahol.
Moftahol menegaskan, untuk menyeimbangkan stok dan kebutuhan pasar, PT Garam melakukan perencanaan berbasis analisis permintaan dan penawaran. Namun, dalam praktiknya, efisiensi masih menjadi tantangan.
“Di atas kertas dan realita kadang tidak cocok. Ada banyak karung atau plastik yang tidak terpakai,” tambahnya, yang menunjukkan perlunya peningkatan efisiensi dalam rantai pasok.
Model Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial.
Idealnya, PT Garam dapat menerapkan sistem just-in-time (JIT), namun perusahaan mengedepankan tanggung jawab sosial. Jika sistem JIT diterapkan secara ketat, masyarakat sekitar pabrik bisa kehilangan mata pencaharian. Karena itu, keberadaan PT Garam juga berfungsi sebagai penyerap tenaga kerja lokal.
Dalam hal kompetisi pasar, PT Garam tidak memiliki monopoli. Sebaliknya, sistem pasar garam di Indonesia cenderung bersifat persaingan sempurna, karena beberapa perusahaan lain membeli bahan baku dari PT Garam lalu mengolahnya kembali. “Kita bertemu di pasar, dan tidak bisa saling menekan harga karena setiap produk punya kualitas masing-masing,” terang Miftahol
Kesimpulan
PT Garam bukan sekadar perusahaan penghasil garam, tetapi juga merupakan simbol sejarah, modernisasi, dan komitmen sosial. Dengan sejarah panjang sejak tahun 1878 dan berbasis di Kalianget, perusahaan ini telah mengalami banyak transformasi. Tata kelola yang transparan, perhatian pada SDM, dan kesadaran terhadap dinamika pasar menjadikan PT Garam relevan di tengah arus perubahan global.
Kunjungan mahasiswa Universitas KH. Bahaudin Mudhary Madura menjadi jendela pembelajaran penting yang menghubungkan teori manajemen dengan praktik industri secara langsung. Melalui kegiatan seperti ini, generasi muda dapat memahami betapa kompleks dan strategisnya industri garam nasional.