Opini

Krisis Kemanusiaan; Gus Miftah Hina Penjual Es Teh Bakul

×

Krisis Kemanusiaan; Gus Miftah Hina Penjual Es Teh Bakul

Sebarkan artikel ini
Krisis Kemanusiaan; Gus Miftah Hina Penjual Es Teh Bakul
Mauzun Visioner

Krisis Kemanusiaan; Gus Miftah Hina Penjual Es Teh Bakul

Oleh : Mauzun Visioner
Pegiat Literasi

___________________________

OPINI – Gus Miftah kembali menjadi sorotan, usai videonya viral saat mengolok-olok penjual es teh. Peristiwa ini terjadi ketika Gus Miftah mengisi acara sholawatan di pondok pesantren di Magelang. Aksi tersebut spontan mengundang kontroversi publik. Gus Miftah mendapat banyak sekali kecaman. Publik menilai aksinya tersebut sangat tidak etis untuk dijadikan bahan komedi.

Pemuka agama sekaligus Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah KH. Cholil Nafis. mengatakan bahwa tindakan Gus Miftah tidak baik meskipun untuk bercanda.

“Ucapan itu tak baik dikatakan apalagi di depan publik oleh penceramah dan pejabat publik. Perlu kematangan diri sang penceramah dalam menanggapi sesuatu sehingga tidak kontra produktif,” katanya melalui Instagram, Selasa. (tirto.id).

Secara humanis setiap individu memiliki hak untuk dapat menyampaikan perspektif. Namun, perlu di garis bawahi hal ini tidak berlaku dalam konteks menghina atau mengolok-olok orang lain. Meskipun dengan alasan menyampaikan dakwah. Karena, di atas perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) setiap individu berhak dihargai, dihormati, dan dilindungi dengan kesetaraan yang bernilai kemanusiaan.

Tindakan Gus Miftah sebagai pemuka agama sekaligus pejabat publik menjadi semacam krisis kemanusiaan. Karena aksinya yang diklaim sebagai ”guyonan” menjadi kampanye dehumanisasi. Bahkan mirisnya lagi mayoritas orang mengamini secara berjamaah. Beberapa sampai tertawa terpingkal-pingkal seolah menyetujui terhadap aksi Gus Miftah pada saat dakwah tersebut berlangsung.

Kita sebagai makhluk berakal perlu ingat bahwa adab selalu lebih utama dari pada ilmu. Bahkan Rasulullah Saw pernah bersabda, yang artinya “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Al-Bukhari dalam Al-adabul Mufrad no. 273 dari Abu Hurairah ra.).

Untuk itu, semua kita harus kritis dalam menyikapi persoalan kemanusiaan. Jangan terlena pada status seorang pelaku yang dinilai memiliki privilege. Hanya karena seorang Gus atau Pejabat Publik maka tindakannya bisa dinormalisasi sebagai kekhilafan yang wajar. Ingat! kebenaran manusia bersifat relatif, Karena yang mutlak hanya milik Tuhan.

Setiap kita harus pandai memfilter segala pengaruh dehumanisasi yang terjadi. Agar persoalan-persoalan kemanusiaan tidak selalu menjadi problematika yang krusial. Kita memang tidak layak menghakimi, namun aksi semacam ini perlu ditindak lanjuti sebagai bahan introspeksi diri. Sehingga perihal memanusiakan manusia tidak selalu dianggap sebagai hal yang bersifat sepele.