DPRD Bontang

LBB Terlilit Utang dan Gaji Karyawan Tertunggak, Sahib Desak Evaluasi Total Hingga Pembubaran

×

LBB Terlilit Utang dan Gaji Karyawan Tertunggak, Sahib Desak Evaluasi Total Hingga Pembubaran

Sebarkan artikel ini
WhatsApp Image 2024 11 21 at 21.26.30 26 scaled

BONTANG – PT Laut Bontang Bersinar (LBB), perusahaan yang beroperasi di sektor pelabuhan Loktuan, kembali menjadi perhatian publik. Perusahaan ini dilaporkan menunggak pembayaran gaji karyawan hingga empat bulan dengan utang mencapai Rp 4,6 miliar.

Kondisi ini mendorong Muhammad Sahib, anggota Komisi B DPRD Bontang, untuk mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan tersebut.

Ia menegaskan, masalah keuangan LBB yang terus berulang menunjukkan tanda-tanda perusahaan tidak sehat. Ia mengungkapkan bahwa selama ini perusahaan sudah berkali-kali menghadapi masalah serupa tanpa perbaikan berarti.

“Gaji karyawan terus tertunda, BPJS pun tak dibayar. Kalau kondisinya begini, lebih baik dibubarkan saja daripada hanya menimbulkan keresahan,” ujar Sahib, Senin (4/10/2024).

Anggota dewan tersebut menyebutkan bahwa keresahan tidak hanya dirasakan oleh para karyawan, tetapi juga masyarakat sekitar. Setiap akhir bulan, keluhan mengenai tunggakan gaji kembali muncul, bahkan berujung pada mogok kerja dan laporan ke Dinas Tenaga Kerja.

“Hampir setiap bulan ada laporan dari karyawan. Hal ini sudah menjadi masalah rutin yang sangat mengganggu,” lanjut dia.

Sahib juga mempertanyakan dampak positif keberadaan LBB terhadap perekonomian Bontang. Dengan pemasukan mencapai Rp 800 juta per bulan, ia merasa ganjil bahwa perusahaan tersebut masih tidak mampu membayar gaji tepat waktu.

“Jika pemasukan sebesar itu, lalu uangnya ke mana? Ini perlu transparansi pengelolaan keuangan,” ungkapnya.

Menurut Sahib, manajemen yang kurang transparan semakin memperburuk kondisi perusahaan. Evaluasi menyeluruh, kata dia, menjadi hal mendesak untuk menilai apakah perusahaan ini masih bisa bertahan atau justru lebih baik dibubarkan.

Pun ia menilai bahwa keberadaan LBB justru menjadi beban bagi pemerintah daerah karena terus menciptakan masalah baru tanpa kontribusi signifikan bagi perekonomian.

Selain itu, Sahib menyoroti kepemimpinan di perusahaan yang dinilainya tidak bertanggung jawab. Direktur perusahaan disebutnya sering berada di luar kota, meninggalkan karyawan dalam ketidakpastian.

“Direktur sering di luar kota, gaji karyawan tertunda. Ini ciri perusahaan yang tidak sehat,” tegasnya.

Sahib mendesak pemerintah daerah untuk mengambil tindakan tegas. Menurutnya, jika LBB tidak memiliki rencana perbaikan yang jelas, maka langkah pembubaran menjadi solusi terakhir yang layak dipertimbangkan.