Opini

Manipulasi Narasi Pemisahan Agama dan Politik

×

Manipulasi Narasi Pemisahan Agama dan Politik

Sebarkan artikel ini
Manipulasi Narasi Pemisahan Agama dan Politik

Manipulasi Narasi Pemisahan Agama dan Politik

Oleh : Rohaili
Mahasiswa IAI Al-Khairat Pamekasan

__________________________________

OPINI – Perdebatan tentang agama dan politik memang telah berlangsung lama, bahkan sejak awal sejarah Islam. Persoalan ini muncul ketika para sahabat Nabi Muhammad dihadapkan pada pemilihan khalifah baru setelah wafatnya Nabi. Perdebatan ini kemudian berkembang menjadi wacana yang dipertentangkan, yang salah satunya berujung pada munculnya kelompok Syi’ah dan Khawarij.

Dalam konteks Indonesia, tema-tema politik Islam mencapai puncaknya pada perdebatan dalam konstituante pada tahun 1950-an. Saat ini, persoalan ini kembali mencuat karena bangsa Indonesia sedang membangun Indonesia baru yang demokratis, terbuka, dan tidak otoriter serta berbondong bondongnya para ulama dan kiai terjun kedalam dunia politik.

Dalam merespons isu agama dan politik, terdapat dua arus pemikiran besar di kalangan umat Islam. Pertama, kelompok yang menganggap ajaran Islam sebagai sesuatu yang holistik, sehingga Islam tidak hanya sebagai agama, tetapi juga sebagai politik dan negara.

Mereka sering menggunakan ungkapan “al-Islam dinun wa daulah” untuk mendukung argumen mereka. Sementara itu, kelompok kedua memiliki pandangan yang berbeda tentang hubungan antara agama dan politik. Mereka berpendapat bahwa agama dan politik harus dipisahkan, dan bahwa Islam seharusnya hanya dianggap sebagai agama, bukan sebagai politik atau negara.

Perdebatan ini menunjukkan bahwa isu agama dan politik masih sangat relevan dan kontemporer, tidak hanya dalam konteks Indonesia, tetapi juga dalam konteks global. Oleh karena itu, penting untuk terus mempelajari dan memahami isu ini dengan lebih mendalam.

Konspirasi pemisahan Agama dari politik mayoritas orang bahkan Sebagian ulama berpendapat bahwa agama dan politik harus dipisahkan. Islam dan politik harus terpisah karna mempunyai alur atau bagian masing masing yang tidak dapat disatukan. Lebih buruk lagi ketika seorang pemerintah mencari-cari kesalahan ulama yang ikut berpartisipasi dalam dunia politik.

Mereka lupa tentang Sassah al ibad. (Saasah merupakan bentuk plural Saais yang berarti politik dan manajer. Ungkapan ini dapat ditemukan dalam ziarah jami,ah kabirah serta buku hadis Man la yahdhuruhu al- faqih jilid 2, Hal 370). Tapi dogma yang disuntikan sedemikian kuatnya. Sehingga, kita percaya bahwa Ulamak, Agama dan politik haruslah terpisah.

Masalah ini begitu dipropagandakan agar kita banyak yang percaya, sehingga timbullah pemikiran, ulama yang ikut campur dalam dunia politik merupakan penistaan terhadap para ahli ilmu. Namun ketahuilah bahwa apa yang digambarkan itu bukanlah hal yang benar. Karna agama islam senantiasa memerintahkan penganutnya untuk senantiasa melawan kedzaliman.

Apakah kalian berpikir islam hanya sebatas pergi ke masjid, sholat, zakat atau seperti yang sedang viral sekarang berjalan kaki ke mekkah? Islam bukan itu-itu saja, Islam Memilki hukum tentang politik yang harus diterapkan! Dan hal ini memang sudah diajarkan oleh nabi sejak dulu.

Bila memang islam hanya Sebatas seperti itu-itu saja mungkin Nabi Muhammad SAW hanya duduk-duduk saja dimasjid dan puas dengan sholat. Tetapi mengapa Nabi Muhammad SAW harus berusaha keras sepanjang umurnya. Beliau berperang kena pukul, sempat kalah, memenangkan peperangan dan mengurusi hal-hal yang dapat dilakukanya dalam menghilangkan kedzaliman.

Ini menunjukan bahwa agama yang kita punya tidak hanya monoton terhadap hal-hal seperti itu serta memang sudah seharusnya ulama mengikuti Langkah nabi dalam mengikis kedzaliman.

Bukankah ulama merupakan hujjah dan penerus para nabi dalam menyampaikan kebenaran diatas muka bumi? Bila memang demikian, jelas politik memanglah hak parak ulama serta hendaknya para ulamak mengiyakan panggilan islam ini dan menyelamatkan dirinya dari keterasingan yang menyelimuti.

Mereka harus terjun dan menghancurkan berhala kepemimpinan yang lambat laun mulai melahap dunia. Para ulama haruslah menampakan wajah penuh cahayanya dalam dunia politik serta memimpin atau mengajak para umat islam agar lebih peka dan tidak tinggal diam terhadap kedzaliman yang terjadi dalam ranah politik.

Ulama merupakan pemegang trust public terbesar dalam agama islam ini, sehinga dapat lebih mudah untuk mengiring ikut andilnya Masyarakat muslim pada dunia politik.

Namun, ranah ini bukan hanya milik ulama, tetapi setiap kelompok juga berhak terlibat dalam urusan politik. Politik mencakup semua peristiwa yang terjadi di suatu negara. Di sini, semua elemen yang ada dalam negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam dunia politik. Hal ini memanglah tangung jawab mereka.

Mengenai idiom agama harus dipisahkan dari politik dan ulama jangan mengintervensi urusan sosial dan politik” adalah ucapan para imperialis dan mereka juga yang menyebarkannya. Ungkapan ini diucapkan oleh orang-orang yang tidak beragama. (Muniruddin,2014:298).

Memperhatikan urusan umat Islam bukan bermakna saya melakukan shalat dan menjadi makmum seorang muslim lainnya. Ini bukan urusan Muslimın. Ini urusan Allah, Urusan Muslimin adalah urusan politik dan sosial Muslimin (Pidato Khomeini dihadapan para Imam Jamaat Provinsi Khorasane Sahifah Nour, jilid 15, bal 146).