Pencurian Kotak Amal, Ketua APSI Jatim Menilai Pers Bhayangkara Potensial Terancam Pidana Penjara Lima Tahun

×

Pencurian Kotak Amal, Ketua APSI Jatim Menilai Pers Bhayangkara Potensial Terancam Pidana Penjara Lima Tahun

Sebarkan artikel ini
Ketua APSI Jatim: Dugaan Praktek Shadow Banking KP-RI Kusuma Pamekasan Potensial Pidana, "Jika Ngotot Kami Usut"
FOTO: Sulaisi Abdurrazaq. Ketua DPW APSI Jawa Timur & Ketua LKBH IAIN Madura

Oleh: Sulaisi Abdurrazaq


POLRES Pamekasan telah menggelar Konferensi Pers (27/1/21) mengenai kasus viral pencurian kotak amal yang berhasil dibekuk Tim Resmob Sakera Sakti Polres Pamekasan. Namun, Sulaisi Abdurrazaq selaku Ketua Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia  (APSI) Jawa Timur menyayangkan Pers Bhayangkara yang telah memberi contoh tidak baik karena tidak memperhatikan norma hukum dan kode etik jurnalistik dalam pemberitaan anak di bawah umur yang dilindungi Undang-Undang.

Ada wajah institusi Polri pada Pers Bhayangkara, yang seharusnya memberi teladan positif bagi dunia jurnalistik. Pers Bhayangkara wajib patuh hukum dan tidak boleh mengeksploitasi kasus anak.

Berita “Resmob Sakera  Sakti, Bekuk Komplotan Pencuri Kotak Amal untuk Pesta Sabu” pada link https://persbhayangkara.id/2021/01/27/resmob-sakera-sakti-bekuk-komplotan-pencuri-kotak-amal-untuk-pesta-sabu/ yang di posting pada tanggal 27/1/21 menyebutkan nama lengkap  pelaku anak di bawah umur tanpa inisial disertai alamat. Bahkan, nara sumbernya Kapolres Pamekasan AKBP Apip Ginanjar, S.I.K.,M.Si.

Tindakan itu jelas pelanggaran dan mencerminkan bahwa Polres Pamekasan tidak memiliki Pedoman Peliputan dan Pemberitaan Tentang Anak.

Terdapat beberapa rujukan yang mestinya dipelajari dan dipatuhi Pers Bhayangkara, terutama adalah: UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Kode Etik Jurnalistik tahun 2006 serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Pasal 97 UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahkan mengancam bagi siapapun yang tidak merahasiakan identitas anak dengan ancaman pidana paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000., (lima ratus juta rupiah). Bunyinya begini: “Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000., (lima ratus juta rupiah)”.

Sementara itu, yang dimaksud dengan Pasal 19 ayat (1) adalah: “Identitas anak, anak korban, dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik”.

Oleh karena itu, melalui media ini, demi menjaga profesionalitas, martabat dan nama baik institusi Polri, Sulaisi Abdurrazaq selaku Ketua DPW APSI Jatim yang sekaligus Ketua LKBH IAIN Madura meminta agar Pers Bhayangkara mematuhi hukum dengan melakukan koreksi terhadap isi pemberitaan sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 tahun 1999, sebelum pihak-pihak lain yang tidak termasuk catur wangsa penegak hukum, seperti orang tua, wali, maupun kerabat anak-anak yang terlibat tindak pidana meminta secara resmi.

Apalagi Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik juga mengatur bahwa, “wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”.


Penyampai Rilis adalah Penulis Buku “Membaca Ulang Demokrasi Kita” & Penulis Buku “Skandal Bellezza. Saat ini menjabat sebagai  Ketua DPW APSI Jawa Timur & Ketua LKBH IAIN Madura.