Opini

Penerapan Kebijakan “Bedah Warung” oleh Pemkab Sidoarjo, Solusi atau Dilema?

×

Penerapan Kebijakan “Bedah Warung” oleh Pemkab Sidoarjo, Solusi atau Dilema?

Sebarkan artikel ini
Penerapan Kebijakan “Bedah Warung” oleh Pemkab Sidoarjo, Solusi atau Dilema?

Penerapan Kebijakan “Bedah Warung” oleh Pemkab Sidoarjo, Solusi atau Dilema?

Disusun Oleh: Marcella Riski Zalianty/222020100203/Administrasi Publik B1
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

______________________________

OPINI – Kebijakan ‘Bedah Warung’ yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo merupakan langkah strategis untuk memberdayakan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya warung-warung kecil yang menjadi salah satu fondasi ekonomi rakyat.

Program ini didasarkan pada Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 30 Tahun 2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Warung Rakyat Direnovasi, yang mulai berlaku pada 25 Mei 2023. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kelayakan bangunan warung rakyat sehingga konsumen memperoleh kenyamanan yang berdampak pada meningkatnya ketahanan ekonomi keluarga, program ini menjadi prioritas dengan target ambisius untuk merenovasi 2.000 warung secara bertahap, dimulai dengan 402 warung di tahap pertama.

Namun, program ini dihentikan sementara pada tahun 2024 untuk dilakukan kajian atau peninjauan ulang. Saat ini, program tersebut tidak aktif dan menunggu hasil evaluasi lebih lanjut dari pemerintah daerah.

Sebagai mahasiswa, saya melihat potensi besar dari program ini untuk mendorong kebangkitan UMKM lokal jika dilaksanakan dengan pendekatan yang holistik. Namun, pemerintah harus menyadari bahwa program ini bukan sekadar proyek karitatif melainkan investasi jangka panjang yang membutuhkan perencanaan matang, pengawasan ketat, dan evaluasi berkelanjutan.

Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan ini. Pemerintah daerah Sidoarjo perlu membuka data penggunaan anggaran dan hasil evaluasi kepada publik agar masyarakat dapat ikut mengawasi pelaksanaannya.

Dan Pemilihan warung yang menerima bantuan harus dilakukan secara transparan berdasarkan data yang akurat, agar manfaat program ini dirasakan oleh pihak yang benar-benar membutuhkan dan menghindari potensi ketimpangan atau keuntungan yang hanya dirasakan oleh pihak tertentu yang memiliki kedekatan dengan birokrasi. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program yang menggunakan dana publik dan menjaga intergritas birokrasi.

Selain itu, program ini juga perlu diarahkan pada keberlanjutan, sehingga bantuan yang diberikan tidak hanya fokus pada renovasi fisik tetapi juga mencakup pelatihan manajemen usaha, strategi pemasaran, serta peningkatan kapasitas teknologi bagi pemilik warung. Kolaborasi dengan berbagai pihak seperti komunitas lokal, lembaga swasta, dan perguruan tinggi juga menjadi kunci keberhasilan program ini.

Sinergi ini dapat membantu mengurangi beban pemerintah sekaligus membawa perspektif inovatif dalam pelaksanaan kebijakan. Namun, perhatian juga perlu diberikan pada ekosistem ekonomi lokal, sebab jika pelaksanaannya tidak merata, hal ini dapat menciptakan ketimpangan atau persaingan yang tidak sehat di antara pelaku usaha kecil lainnya.

Secara keseluruhan, kebijakan bedah warung adalah langkah maju yang dapat menjadi model pemberdayaan UMKM di daerah lain jika dilaksanakan secara holistik dan matang. Pandangan saya melihat kebijakan ini bisa menjadi peluang besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kerakyatan tiap daerah.

Namun, tanpa pengawasan yang ketat dan perencanaan yang menyeluruh, kebijakan ini dikhawatirkan hanya akan menjadi kebijakan sementara tanpa dampak jangka panjang yang signifikan dan menghamburkan keuangan APBD daerah. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk turut mengawal kebijakan ini demi keberlanjutan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan di Kabupaten Sidoarjo.