LIMADETIK.COM, SUMENEP – Tidak seperti biasanya, Pentas seni (Pensi) yang acapkali terlihat di ruang-ruang pementasan kesenian dengan berbagai kreatifitas seni beserta lelakon budayanya, kali ini justru terlihat berbeda. Pasalnya, pensi tersebut dilaksanakan dihamparan terbuka oleh rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Lancaran di pucuk purna kegiatan Leadership Basic Training (LK-1) pada, Sabtu (26/11/2022) Pukul 02.15 WIB dini hari.
Kegiatan pementasan tersebut berlangsung di halaman utama Lembaga Pendidikan Zainul Islam Desa Pananggungan Kecamatan Guluk-guluk Kabupaten Sumenep, dengan disaksikan oleh seluruh peserta Basic Training (LK 1). Panitia serta kanda Yunda dari berbagai Komisariat seluruh Kabupaten di wilayah Madura.
Menurut Romli, selaku sutradara dalam drama absurd tersebut mengatakan bahwa, dirinya berinisiatif ingin menyajikan suatu hiburan yang nampak berbeda dari kegiatan LK sebelum – sebelumnya, guna menghibur peserta dari kejenuhan berpikir dari padatnya kegiatan selama forum berlangsung.
“Awal mulanya saya berinisiatif untuk mengkonsep kegiatan akhir LK ini dengan nuansa berbeda, dengan alasan sebagai upaya untuk membentuk perwajahan baru dari kegiatan yang biasa dilaksanakan menjelang Closing ceremony” paparnya”.
Lebih lanjut dia menambahkan, hal paling urgen dari drama yang disajikan tersebut sebenarnya, pertama agar peserta tidak hanya sebatas memperoleh sertifikat dan penjelasan seputar materi saja, lain dari pada hal itu, juga ingin memberikan kesan memukau dengan menampilkan satu lakon pementasan spektakuler terhadap kader-kader baru yang ingin berlabuh di komisariat nantinya.
“Untuk yang kedua, dengan pola demikian peserta Basic Training (LK -1) akan lebih leluasa dalam mengekspresikan potensi kadernya baik yang aktif di forum maupun tidak. Hingga tidak heran di sela-sela pementasan salah satu peserta ada yang berani maju ke pentas untuk sekedar unjuk kompetensi dengan menampilkan Orasi Ilmiahnya” jelasnya.
Dilain kesempatan, Edo yang berperan sebagai aktor menteri dalam drama tersebut menjelaskan, bahwa dalam gestur drama yang dipentaskan merepresentasikan seputar kritik terhadap demokrasi yang akan terjungkir balik akibat sifat anarkisme kekuasaan yang dilakukan.
“Dalam lakon drama yang dimainkan, kita seolah-olah tidak percaya lagi terhadap elit birokrasi, birokrasi dianggap kolot dengan sikapnya yang anarkis, menikam kaum-kaum tertindas, menyumbat mulut-mulut menteri untuk berhenti berkoar-koar akan kekuasaan. Ending dari lakon tersebut, masyarakat menghujani nisan dengan bunga-bunga kenanga sebagai bentuk kematian demokrasi” tandasnya.
Selanjutnya, setelah sesi drama usai para peserta mulai riuh dengan gema sorak sorai dan aplaus meriah guna untuk mensupport peserta yang berani tampil dan menunjukkan skill terbaiknya, ada yang berpuisi, ber orasi dan sebagainya.