Scroll Untuk Membaca Artikel
Politik

Perang Politik di Bondowoso Nampak Semakin Memanas

×

Perang Politik di Bondowoso Nampak Semakin Memanas

Sebarkan artikel ini
Fotor 152251384754698

BONDOWOSO, Limadetik.com – Suhu politik di Bondowoso kian hari nampaknya semakin memanas. Perang urat syaraf antar para pendukung di media sosial seperti tak pernah basi. Topik demi topik mengalir begitu seksi.beruntung, diantara mereka tidak ada yang memiliki riwayat memiliki penyakit darah tinggi dan dendam.

Mereka terus bermanuver dan saling serang akan paslon, merangkai kata, mengarang cerita, tentang sebuah peradaban dan personifikasi calon dukungan mereka, bahwa merekalah yang lebih layak untuk memimpin Bondowoso kedepan.

GESER KE ATAS
SPACE IKLAN

Menjadikan Bondowoso lebih baik, tanpa korupsi, tanpa pungli dan jual beli  jabatan, atau mewujudkan masyarakat Bondowoso beriman, berdaya dan bermartabat,separti paslon no,1 ( Sabar)  Salwa-Irwan, atau No,2 ( Dhada) Dafir – Dayat. Nomer satu atau nomer dua, hingga lahir sebuah kontestasi Khamer dan Susu.

Seperti yang di lansir memo x online, Pidato KH. Salwa Arifin, pengasuh Ponpes Mambaul Ulum, Tangsil Wetan, Kecamatan Wonosari di salah satu kecamatan Bondowoso itu bermula. Pidato yang seharusnya menjadi bagian terpenting dari khazanah keilmuan agama,tentang sejarah kenabian itu ditelan dan berbelok menjadi komoditas politik. Situasi pun menjadi gaduh, perang saudara pun pecah menghiasai Bondowoso Republik Kopi yang damai.

“Saya tidak ingin mengoreksi isi pidato KH. Salwa Arifin, karena saya tidak memiliki kapasitas dan kemampuan dalam hal itu. Saya hanya ingin mengatakan bahwa sangat tidak elok rasanya menjadikan persoalan risalah kenabian itu sebagai komoditas politik,” kata jamharir.

Dirinya menambahkan, “Tidak baik juga mengoreksi isi maupun mempertentangkan hadis yang tidak ada kaitannya itu dengan situasi Pilkada. Tidak pantas pula misalnya ada pihak yang menganggap bahwa Khamer dianalogikan sebagai nomer yang dimiliki oleh calon lain dan susu dianggap sebagai milik calon lain yang sedang bertarung di Pilkada,” ungkapnya.

Apalagi menurutnya, “KH. Salwa di pidato itu juga tidak menyebut secara emplisit maupun eksplisit tentang pasangan calon. Hanya saja, karena momennya dalam situasi politik menjelang Pilkada, maka ini kemudian dijadikan alat propaganda,” kata Ketua DPD Jaka Jatim, Jamharir.

Menurut dia, KH. Salwa merupakan tokoh yang luar biasa. Ia adalah figur yang seharusnya menjadi panutan dan menjadi penawar rindu ketika masyarakat Bondowoso sedang mengalami masa dimana mereka harus diberikan kasih sayang.

“KH. Salwa itu adalah figur, mudah sekali bagi beliau untuk menenangkan hiruk pikuk, tinggal berfatwa agar tidak perlu ribut, maka semua akan tunduk. KH. Salwa adalah simbul figur Bondowoso yang harus menjadi panutan masyarakat Bondowoso,” katanya.

Sementara itu, Kiayi Mahfud Rozi alumni senior Pondok Pesantren Sidogiri, Rois Syuriah MWC NU Jambesari mengatakan bahwa debat terkait dengan masalah Susu dan Khamer dalam pidato Kyai Salwa tidak layak bahkan cenderung melahirkan sikap sikap berbudi pekerti yang buruk, berakhlak buruk terhadap ulama hadist. Apalagi dalam banyak literatur kitab, kata Susu lebih dominan pada penyebutan awal daripada Khamer dengan tidak menafikan bahwa ada juga kitab yang menyebut khamer lebih awal dan susu kemudian.

“Tidak elok ya, kita adalah masyarakat santri. Jangan sampai menjadikan risalah kenabian, menjadikan hadist nabi sebagai bahan untuk kepentingan politik sesaat. Apalagi hanya untuk memuaskan nafsu berkuasa,” ujarnya (sun/yd)

× How can I help you?