Artikel

Proyek Tenggelam, Uang Mengalir, Siapa yang Diuntungkan dari Sunyinya Kasus Pagar Laut

×

Proyek Tenggelam, Uang Mengalir, Siapa yang Diuntungkan dari Sunyinya Kasus Pagar Laut

Sebarkan artikel ini
Proyek Tenggelam, Uang Mengalir, Siapa yang Diuntungkan dari Sunyinya Kasus Pagar Laut

Proyek Tenggelam, Uang Mengalir, Siapa yang Diuntungkan dari Sunyinya Kasus Pagar Laut

Oleh : Mamluatul Hasanah
_______________________

ARTIKEL – Polemik pagar laut sepanjang 30,16 km di pesisir Tangerang, Banten, yang semula dirancang sebagai proyek mitigasi abrasi, kini berubah menjadi skandal hukum dan sosial yang rumit. Pemberitaan yang awalnya ramai kini mulai meredup. Dalam senyap nya wacana, mengemuka pertanyaan yang justru semakin relevan: siapa yang sebenarnya diuntungkan dari tenggelamnya isu ini?.

Proyek ini bukan sekadar pembangunan infrastruktur pesisir, tetapi juga instrumen akumulasi kapital. Sebanyak 266 SHGB ditemukan berdiri di atas wilayah yang menurut citra satelit sejak awal merupakan perairan.

Fakta ini menunjukkan adanya permainan sistematis dan didukung oleh regulasi yang kabur serta lemahnya pengawasan pemerintah. Kepemilikan oleh korporasi besar seperti PT. Agung Sedayu memperkuat dugaan bahwa pagar laut adalah proyek yang dibungkus jargon ekologi, namun digerakkan oleh kepentingan modal.

Mandeknya penegakan hukum dalam kasus ini mengindikasikan kuatnya jejaring kekuasaan dan bisnis di balik proyek tersebut. Data menyebutkan bahwa pihak-pihak yang terlibat memiliki akses terhadap instrumen negara dan mampu meredam proses investigasi melalui tarik-menarik kewenangan antar lembaga.

Dalam situasi ini, ‘sunyi’ bukanlah kebetulan, melainkan strategi yang disengaja untuk melindungi aliran modal dan menjauhkan proyek ini dari pengawasan publik.

Sementara modal menikmati perlindungan, masyarakat pesisir justru menanggung akibat. Terputusnya akses laut, rusaknya habitat ikan, dan perubahan sosial-ekonomi nelayan lokal adalah bukti konkret ketimpangan struktural.

Menurut perspektif sosiologi pendidikan yang dikaji dalam jurnal, masyarakat pesisir mengalami peminggiran ganda: secara ekonomi dan pengetahuan, mereka tidak hanya dirampas ruang hidupnya, tetapi juga dibiarkan tanpa akses terhadap informasi dan pendidikan yang memadai untuk membela haknya.

Dalam dinamika sosial-politik, isu yang tak lagi viral cenderung tidak dianggap prioritas. Disinilah keuntungan terbesar dari sunyi nya kasus pagar laut: hilangnya tekanan publik memungkinkan penyelesaian masalah dialihkan dari meja hukum ke ruang kompromi politik dan ekonomi. Lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah dan buruknya komunikasi publik menyebabkan kasus ini mudah diredam tanpa transparansi.

Terhadap kasus ini, diperlukan tekanan baru dari masyarakat sipil untuk menggugah kembali proses penegakan hukum yang terhenti. Membangun kembali wacana publik melalui pendidikan sosial, kolaborasi multi stakeholder, dan pelibatan media adalah langkah penting untuk mencegah kejahatan struktural dibungkam oleh waktu.

Jika kita membiarkan proyek sebesar ini berlalu tanpa evaluasi dan pertanggungjawaban, maka kita sedang mewariskan budaya diam sebagai alat legitimasi bagi korupsi dan perampasan ruang hidup.