LIMADETIK.COM, PAMEKASAN – Sidang putusan sengketa tanah milik Sukriyanto yang berlangsung di Pengadilan Agama (PA) Pamekasan, Jum’at, 19 Agustus 2022, menuai protes dan kekesalan.
Pasalnya, persidangan yang dipimpin Sugianto selaku ketua majelis hakim, berjalan tidak kondusif.
Sugianto juga terlebih dahulu menyampaikan, jika salinan hasil putusan baru bisa diambil Senin, 22 Agustus 2022 dengan alasan harus diperbaiki.
Namun, Agung dengan tegas meminta agar salinan putusan diberikan di hari yang sama.
Saat dimulai, ketua Hakim sidang putusan, Sugianto melimpahkan pembacaan putusan perkara kepada anggota Hakim, Farhanah.
Namun, ditengah perjalanan, saat membacakan perkara tanah milik Sukriyanto seluas 989 M² selaku tergugat, Farhanah terbata – bata.
Agung Tri Subiantoro selaku kuasa insidentil Sukriyanto mengajukan intrupsi. Sebab, ia menilai ada banyak kejanggalan dan keanehan.
Agung menyebutkan, pembacaan perkara tanah yang digugat Syaiful Bahri Maulana melalui kuasa hukumnya, Tajul Arifin dan rekannya, menyatakan tidak sah, lantaran penggunaan merupakan hasil perkawinan sirih.
Suasana persidangan menjadi riuh lantaran kecaman dan protes dari pihak tergugat tak direspon oleh Ketua Hakim.
Kendati demikian, Sugianto mengambil alih palu sidang untuk kembali memimpin sidang putusan.
Meski situasi ruang sidang tak kondusif, bahkan, suara Sugianto tak terdengar jelas, ia tetap membacakan putusan perkara tanah bersertifikat sah dari tergugat dengan mengabulkan permohonan penggugat sepenuhnya.
Usia membaca putusan perkara, seluruh hakim langsung meninggalkan ruang sidang.
Agung Tri Subiantoro meminta salinan putusan secara lengkap, namun pihak hakim beralasan akan merevisi terlebih dahulu.
“Saya selaku pihak tergugat kecewa, salinan putusan yang saya minta belum diberikan, saya selaku pihak yang dikalahkan mau minta salinannya aja sampai saat ini belum diberikan, malahan salinan putusan tersebut masih mau diperbaiki, masih mau disempurnakan dan diketik ulang,” kata Agung lantang.
Pihaknya mempertanyakan kesiapan dari pengadilan Agama kabupaten Pamekasan dalam memutuskan perkara tanah miliknya.
Agung menilai ada kejanggalan atas sikap hakim yang menyatakan akan menyempurnakan putusan perkara tersebut.
Padahal, kata Agung sudah terdapat jeda 1 bulan dari pembacaan kesimpulan hingga sidang putusannya.
“Putusan ini janggal, saya hanya dapat petikannya saja, itu hanya berbunyi amar, sertifikat saya itu disuruh serahkan ke penggugat,” lanjutnya.
Pihaknya selaku tergugat yang memiliki sertifikat hak milik yang sah di mata hukum selama 25 tahun di suruh memberikan tanah milik ayahnya seperempat ke pihak penggugat.
“Kan lucu, atas dasar apa hakim memutuskan perkara tanah ini agar saya memberikan seperempat tanah milik ayah saya ke penggugat, saya pengen tahu selaku tergugat, saya minta salinan putusan disuruh nunggu,” imbuhnya.
Agung mengatakan, ada 10 petikan putusan yang dijatuhkan kepada pihaknya selaku tergugat.
Salah satu poinnya, pihaknya juga diminta untuk membayar biaya perkara tersebut. Padahal, dirinya merupakan tergugat.
Dirinya memastikan, tidak akan memberikan sertifikat tanah milik ayahnya kepada pihak penggugat.
“Kami langsung mengajukan banding, cuma saya sudah setengah jam dari tadi disuruh nunggu, alasan pihak pengadilan Agama masih mau mencari salinan surat kuasa, alasannya takut surat kuasanya hanya sampai disini. Kan gak mungkin, pasti surat kuasa itu digunakan sampai perkara ini selesai,” katanya.
Disinggung soal adanya permainannya dalam keputusan tersebut, Agung menilai kemungkinan besar ada, sebab jika putusan itu sudah mutlak, salinannya seharusnya sudah ia dapatkan.
Dirinya menduga dari awal bahwa putusan perkara tanah miliknya tidak akan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya.
Hal tersebut juga yang membuat dirinya berontak dan protes keras kepada hakim. Sayangnya, hakim PA Pamekasan masih memaksakan kehendaknya untuk memutus perkara tanah miliknya.
“Nama saya aja tadi salah berkali-kali, saya lihat putusan yang di pegang pak hakim itu banyak yang dicoret-coret, makanya saya berontak dan protes,” tutur Agung Tri Subiantoro.
Pihaknya telah berkonsultasi dengan Pengadilan Agama lainnya, termasuk beberapa pakar hukum menyatakan bahwa hal tersebut sengketa hak milik yang seharusnya diproses di pengadilan negeri, bukan di PA.
“Ini kan aneh, pengadilan Agama mengklaim ini sengketa hak waris, wong ayah saya beli sudah 25 tahun silam, ini akta jual belinya ada, sertifikat juga lengkap, kok masih dipaksakan untuk mengadili perkara ini,” keluh Agung.
Sebelumnya, hakimnya kata Agung menyatakan bahwa dalam proses persidangan sengketa tanah milik ayahnya disebut belajar bersama.
“Seorang hakim bilang begitu, ini perkara pak, bukan belajar bersama, kalau mau belajar jangan di persidangan perkara perkara orang, ke kampus, tanya ke pakar – pakar hukum,” ungkapnya.
Sementara, pihak pengadilan Agama belum bisa memberikan tanggapan atas putusan perkara tanah yang melibatkan Sukriyanto pemilik tanah bersertifikat sebagai tergugat dengan Moh. Syafiul Bahri Maulana dan Norhayati selaku penggugat.
Media ini telah berupaya untuk meminta keterangan atas tanggapan hasil putusan kepada Ketua pengadilan Agama kabupaten Pamekasan. Namun yang bersangkutan beralasan masih mau sholat Jum’at.
“Tadi bilang mau sholat Jum’at mas,” kata staf kantor pengadilan Agama kabupaten Pamekasan.