Semrawutnya Persoalan BSPS di Sumenep, Irjen Kementerian PKP Resmi Melapor ke Kejari
LIMADETIK.COM, SUMENEP – Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) Heri Jerman bersama timnya Brigjen Polisi Leonardos Simarmata melaporkan secara resmi Kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep dugaan Korupsi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep.
Pihaknya mengaku sudah tiga kali turun ke Sumenep dalam rangka mencari data dan fakta karena dengan data dan fakta itulah kita bisa memperoleh kebenaran informasi kita tidak bisa mengungkap suatu peristiwa. Dan ini adalah komitmen Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) untuk terus menekan Korupsi.
“Pada hari ini saya bersama tim menyerahkan laporan kepada Kejaksaan Negeri Sumenep yaitu persoalan BSPS Tahun Anggaran 2024” kata Irjen Kementerian PKP RI, Heri Jerman, Senin (28/4/2025) saat jumpa pers di lantai 2 gedung Kejari Sumenep.
Menurut Heri Jerman, secara umum program BSPS ini berada di seluruh Indonesia besarnya adalah Rp 445,81 miliar dengan sasaran sebanyak 22.258 penerima bantuan. Khusus di Kabupaten Sumenep ini ternyata bantuannya terbesar yakni Rp 109,80 miliar dengan sasaran penerima bantuan itu adalah 5.490 unit.
“Artinya, 5.490 unit sangat luar biasa, itulah kenapa, setelah kami mendapatkan informasi, kmi perlu turun ke lapangan sesuai dengan data-data. Dan faktanya, banyak mekanisme yang seharusnya dijalankan ternyata tidak sepenuhnya dijalankan maka di situlah kami menyimpulkan ada beberapa penyimpangan” ungkapnya.
Temuan tersebut lanjut Irjen Kementerian PKP itu, dilakukan 14 Kecamatan dari 24 Kecamatan, salah satu penyimpangannya yang pertama adanya satu Kartu Keluarga (KK) dapat semua. Yang seharusnya satu KK itu satu orang penerima, dan itu betul-betul orang yang tidak mampu.
“Kita temukan juga ada upah kerja yang belum dibayarkan padahal jelas-jelas uang itu ada di rekening penerima bantuan, jadi yang seharusnya pemerintah melalui PPK untuk menyalurkan semua uang langsung kepada rekening penerima bantuan. Jadi penerima bantuan ini suruh buka rekening, tapi saya di Pulau Kangen kemarin menemukan di beberapa tempat itu ternyata slip sudah disodorkan slip penarikan kosong dan penerima suruh tanda tangan saja” paparnya.
Mantan Kajari Belitung itu menegaskan, penerima bantuan bisa mencairkan uangnya bantuannya di Bank, sebesar Rp 20 juta dimana sebesar Rp 17.500.000 untuk biaya bahan bangunan, dan Rp 2.500.000 untuk upah kerja atau ongkos tukang.
“Seharusnya upah kerja itu langsung diserahkan kepada penerima bantuan untuk nanti dia bayarkan kepada tukan yakni sebesar Rp 2. 500.000 dari jumlah uang yang ada di penerima bantuan sebesar Rp 20 juta. Tapi kenyataannya di Kangean tidak begitu, penerima bantuan tidak tahu sama sekali, hanya datang bahan bangunan yang jika ditotal itu tidak mencapai 20 juta” pungkasnya.