Daerah

Tim Riset BKMP UNAIR Paparkan Hasil Penelitian dalam Acara Diseminasi di Surabaya

×

Tim Riset BKMP UNAIR Paparkan Hasil Penelitian dalam Acara Diseminasi di Surabaya

Sebarkan artikel ini
Tim Riset BKMP UNAIR Paparkan Hasil Penelitian dalam Acara Diseminasi di Surabaya

Tim Riset BKMP UNAIR Paparkan Hasil Penelitian dalam Acara Diseminasi di Surabaya

LIMADETIK.COM, SURABAYA – Sektor pertanian memiliki peran penting dalam menopang perekonomian nasional, melalui kontribusinya terhadap PDB (11,8% kuartal pertama 2023) dan penyerapan tenaga kerja (26,1% angkatan kerja). Meskipun demikian, sektor pertanian yang menjadi penopang perekonomian pedesaan memiliki produktivitas yang rendah, berperan pada terbentuknya kemiskinan.

Selain itu, ketidaksetaraan gender masih mengakar kuat di sektor pertanian, seperti perempuan memperoleh upah lebih rendah dan akses sumber daya produktif yang masih terbatas. Pemberdayaan perempuan menjadi sebuah agenda yang harus diupayakan untuk meminimalisir ketidaksetaraan gender dan meningkatkan produktivitas sektor pertanian.

Melihat realitas tersebut, tim riset Badan Kerjasama dan Manajemen Pengembangan (BKMP) Universitas Airlangga (UNAIR) melakukan penelitian mengenai pemberdayaan perempuan di sektor pertanian. Penelitian ini merupakan wujud kerjasama BKMP UNAIR dan INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) dan ‘Aisyiyah.

Penelitian ini mengkaji kontribusi perempuan, potret pemberdayaan perempuan, dan determinan dari pemberdayaan perempuan di sektor pertanian di Indonesia.

Hasil penelitian ini telah dipaparkan dalam serangkaian acara diseminasi di empat daerah lokus penelitian, yakni Probolinggo, Garut, Lahat, dan Kolaka, serta telah dipaparkan kepada perwakilan pemerintah pusat (kementerian dan lembaga terkait) di Jakarta. Pada 28 Oktober lalu, diseminasi kembali diselenggarakan dengan agenda pemaparan hasil penelitian dihadapan akademisi/expert bidang Ekonomi Pertanian dan Sosiologi dan Gender UNAIR di Surabaya.

Acara diseminasi ini juga terbuka bagi mahasiswa FEB UNAIR yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai kondisi pemberdayaan perempuan di sektor pertanian Indonesia. Hadir pula dalam diseminasi ini, Pimpinan Pusat dan Daerah ‘Aisyiyah sebagai mitra utama BKMP UNAIR, Mitra INKLUSI yang lain, serta Mitra Riset INKLUSI. Diseminasi ini juga dihadiri oleh international student dan academic staff dari Universitas Can Tho, Vietnam.

Dalam pemaparan yang dilaksanakan secara hybrid tersebut, terungkap kontribusi perempuan di sektor pertanian. Salah satu peneliti, Rumayya, SE., M.Reg. Dev., Ph.D. menyatakan. ”Sebagian besar perempuan di sektor pertanian di Indonesia menggarap lahannya sendiri, sedangkan sisanya merupakan buruh tani atau keduanya. Luasan lahan yang digarap rata-rata kurang dari 2.500 m2″ kata Rumayya.

Jam kerja perempuan petani rata-rata 5 hingga 8 jam sehari. Peneliti lainnya, Muhammad Syaikh Rohman, SE., M.Ec., mengungkap fakta lain. ”Sayangnya, lebih dari 75% perempuan petani mencantumkan ibu rumah tangga sebagai pekerjaan di KTPnya, bukan petani/pekebun. Selain itu, dari sisi literasi digital, penggunaan smartphone untuk menunjang usaha tani masih belum banyak dimanfaatkan oleh perempuan petani.” ujarnya.

Ketua tim peneliti, Martha Ranggi Primanthi, S.E., MIDEC., Ph.D., menguraikan potret pemberdayaan perempuan petani Indonesia. Sebanyak 84 persen petani perempuan Indonesia tergolong tidak berdaya berdasarkan WEAI (Women’s Empowerement in Agriculture index).

“Perempuan petani tidak berdaya pada aspek input pada keputusan produktif, otonomi pada kegiatan produksi, akses dan keputusan kredit, bicara di depan umum, dan waktu luang” jelasnya.

Shochrul Rohmatul Ajija, S.E., M.Ec., peneliti lainnya, menambahkan. “Perempuan petani sebenarnya sudah berdaya pada aspek kontrol pendapatan, namun dalam pembelian dan penjualan aset, banyak perempuan petani yang tidak berdaya atau belum bisa menentukan keputusan sendiri.” ucapnya.

Mengapa pemberdayaan perempuan di sektor pertanian penting?. Hasil penelitian menemukan bahwa pemberdayaan perempuan secara signifikan meningkatkan akses masyarakat terhadap BPJS. Selain itu, pemberdayaan perempuan secara signifikan mengurangi ketergantungan perempuan petani pada bantuan pemerintah (PKH dan BPNT) serta mengurangi permasalahan administrasi yang harus dihadapi petani perempuan di kehidupan sehari-hari.

Tingkat keberdayaan perempuan petani dipengaruhi oleh beberapa karakteristik, baik karakteristik individu maupun rumah tangga. Perempuan petani semakin berdaya apabila mereka memiliki rumah, suami bekerja, dan berada pada usia produktif. Selain itu, perempuan petani yang berstatus sebagai binaan ‘Aisyiyah juga semakin berdaya. Pendidikan juga terbukti meningkatkan keberdayaan perempuan, yakni bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan menengah ke atas.

Berbagai temuan penelitian, didukung dengan hasil focus group discussion dengan stakeholder terkait menjadi dasar dalam penentuan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan.

“Program-program untuk perluasan akses kredit bagi petani perempuan perlu disosialisasikan, baik program yg bersifat individu (UMi atau KUR khusus perempuan) atau program pendanaan berkelompok seperti koperasi perempuan atau koperasi usaha bersama.” sebut Martha.

Shochrul menambahkan, kegiatan seperti pelatihan kepemimpinan, kampanye kesadaran publik akan pentingnya pemberdayaan perempuan, dapat meningkatkan keikutsertaan perempuan petani dalam pengambilan keputusan publik. Pelatihan manajemen keuangan juga penting untuk dilakukan, mengingat sebagian besar perempuan petani memiliki kendali atas pendapatan.

Sebagai persiapan, perlu ada program-program seperti program psikososial dan jaminan pensiun bagi perempuan petani yang telah melewati masa produktif, mengingat perempuan petani mengalami penurunan keberdayaan setelah usia produktif.

Dalam diseminasi ini, para akademisi yang hadir memberikan apresiasi dan umpan balik bagi hasil serta rekomendasi penelitian. Drs.Ec. Tri Haryanto, MP.,Ph.D., dosen di bidang ekonomi pertanian FEB UNAIR, menggarisbawahi pentingnya pemberdayaan perempuan di sektor pertanian, karena berkaitan erat dengan isu SDGs kedua, yakni mengakhiri kelaparan dan memastikan semua orang memiliki akses terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup.

Fithriyah, S.E., M.P.A., Ph.D, dosen Ekonomi Pembangunan UNAIR, menyatakan bahwa perempuan menghadapi hambatan yang berbeda dengan laki-laki dalam mengakses informasi terkait pertanian.

Perempuan banyak tidak diinformasikan mengenai program-program penunjang pertanian, sehingga perlu memastikan kehadiran perempuan dalam berbagai program penunjang tersebut. Selanjutnya, Professor Hao, dosen pendamping mahasiswa inbound Universitas Can Tho Vietnam juga memberikan tanggapan mengenai hasil penelitian.

”Terdapat kesamaan antara perempuan Indonesia dengan Vietnam, yakni pada aspek kontrol pendapatan. Langkah penting yang harus diterapkan dalam upaya meningkatkan pemberdayaan perempuan petani adalah mengubah perspektif atau pandangan suami/laki-laki di keluarga mengenai kesetaraan gender, sehingga mereka memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan dapat mendukung pemberdayaan perempuan petani.” ujarnya.

Acara diseminasi di Surabaya menjadi acara terakhir dalam rangkaian diseminasi hasil akhir penelitian pemberdayaan perempuan ini. Berbagai masukan dan tambahan rekomendasi yang dihimpun mulai dari tingkat daerah, pusat, serta para akademisi dan ahli sangat bermanfaat bagi finalisasi laporan akhir dan rekomendasi penelitian.