Guluk-Guluk, 8 Agustus 2019.
Oleh: Sulaisi Abdurrazaq
(Ketua YLBH Madura & Wasekjen DPP LPKAN Indonesia).
_Ajarkan Aku,
_Melebur dalam gelap tanpa harus lenyap
_Merengkuh rasa takut tanpa perlu surut.
_Bangun dari ilusi namun tak memilh pergi.
_Tunggu Aku.
_Yang hanya selangkah dari bibir jurangmu.
(Dee Lestari, Intelegensi Embun Pagi 2016).
PAHATAN Puisi Dee Lestari itu terpenggal, tapi mencengkram ke sudut pekat imajinasi, menjadi penghantar sebuah ingatan pada Skandal Bellezza yang tergesa menyulap senja, menabur kabut yang kian menebal, peristiwa di Bumi Sumekar, sejarah penghianatan yang tawar di ujung pena kuli tinta.
Tanya saja Dinas Kominfo Sumekar, berapa ratus media terdaftar, namun Skandal Bellezza terbelit arus lingkaran setan, pena wartawan lebih senang merawat dusta, penjarahan uang negara tak lebih menarik dari kontes kecantikan sapi Madura, luar biasa.
Kekuasaan tak boleh kedap kritik, nalar tak dapat di hukum, kritik adalah vitamin bagi penegakan hukum, suplemen pula bagi demokrasi yang sehat.
Korupsi itu kejahatan kerah putih _(white collar crime), dilakoni elit-elit hebat, melawan bisa dinilai tak beradab, amoral, menjijikkan, “wat magawat”,_ bahkan dapat pula disindir dengan sattire sejumlah kenikmatan di balik sebuah gerakan, itulah makanan aktivis, kau harus kuat, kalau tidak mundurlah sesegera mungkin.
Membeli kelompok kritis sama dengan memintanya masuk dalam semestamu, kau akan musnah bersamanya, karena mustahil kau meminta matahari terbit tak tenggelam di ufuk senja, mestinya kau rawat kehadiran mereka di balik matamu, agar relasi kuasa terjaga dari jerat KPK, mengubur kritik bukanlah jalan meregang kuasa.
Diskusi adalah pesta kita, kelompok YLBH Madura yang berharap dirimu tak cukup dengan solilukoi sikapi skandal korupsi, kau harus lebih radikal dan fokus, dalam diskusi terbatas di Café UPNORMAL Sumenep 18 Juli 2019, dengan tema:
“Mengungkap Lebih Dalam Pelaku Korup Dana Participating Interest di Sumenep”_ telah terang benderang siapa saja aktor dominan, meski di sana belum menjangkau “tangan tuan besar”.
Tapi setidaknya lewat narasi tematik berjudul: Skandal Bellezza, Kemenangan Para Bandit, Tuan Besar Abuya Busyro Karim, Judicial Corruption, dan Mayoritas Diam, publik dapat menangkap siapakah aktor-aktor dominan selain Sitrul dan Taufadi. Ada Godfather, ada Local Strongma, ada “Tuan Besar” dan ada pula keterlibatan Direktur PT. GMA Madura Investama, kita sedang mencari benang merah yang tak menarik bagi kuli tinta di bumi Sumekar.
Menjangkau “Tangan Tuan Besar” itu berat, butuh KPK untuk bergerak, tak harus masuk lewat pintu Skandal Bellezza, ada banyak pintu untuk menjangkau, selain peristiwa PT. BPRS Bhakti Sumekar, adalah problem PT. Sumekar Line yang belum tersentuh, ada pula skandal pajak PBB gratis yang syarat dengan abuse of power.
Ahsanul Qosasi bahkan pernah bilang, “pajak gratis di Sumenep adalah skandal keuangan daerah terburuk yang dilakukan secara massif dan terstruktur….” , ngeri……….