Aliansi Mahasiswa Giliraja Tolak Represi Simbolik: Kritik Terhadap Kebijakan Pemkab Sumenep
LIMADETIK.COM, SUMENEP – Fenomena pengibaran bendera One Piece yang marak di berbagai daerah khususnya di Kabupaten Sumenep menjelang peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 telah memicu perdebatan luas. Pemerintah Kabupaten Sumenep bahkan menyatakan akan menjatuhkan sanksi kepada warga yang mengibarkannya.
Sebagai bagian dari masyarakat dan generasi muda yang menjunjung demokrasi, kami memandang langkah ini sebagai tindakan yang berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.
Menurut Ketua Aliansi Mahasiswa Giliraja (AMG) Ilham Fikri Andri, pengibaran bendera One Piece tidak dapat serta-merta dimaknai sebagai bentuk penodaan terhadap Bendera Merah Putih. Bagi banyak kalangan, khususnya generasi muda, simbol bajak laut fiksi ini adalah media kreatif untuk menyampaikan aspirasi, kritik, dan keresahan terhadap situasi sosial-politik yang sedang dihadapi bangsa.
“Menanggapi fenomena ini dengan ancaman sanksi dari Pemkab Sumenep justru menunjukkan kurangnya ruang dialog dan empati dari pihak pemerintah terhadap suara rakyat” katanya, Sabtu (9/8/2025).
Secara hukum, lanjut Ilham, tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang pengibaran simbol budaya populer selama penghormatan terhadap Bendera Merah Putih tetap dijaga. Bahkan, sejumlah pejabat pemerintah pusat telah menegaskan bahwa tren ini tidak otomatis melanggar undang-undang.
“Oleh karena itu, kebijakan yang diusulkan Pemkab Sumenep berpotensi melampaui batas kewenangan dan mencederai prinsip demokrasi” ujarnya.
Ilham Fikri Andri menyampaikan, secara tegas pihaknya menolak kebijakan Pemkab Sumenep yang dinilai terlalu dini mengambil kesimpulan dengan akan memberikan sanksi kepada masyarakat yang memasang bendara dimaksud.
“Kami menolak kebijakan Pemerintah Kabupaten Sumenep yang akan memberikan sanksi kepada warga yang mengibarkan bendera One Piece pada momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 80”
“Kami memandang keputusan Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk memberikan sanksi kepada warga yang mengibarkan bendera One Piece saat momentum kemerdekaan sebagai langkah yang berlebihan dan tidak proporsional” ungkapnya.
Ia menilai, pendekatan represif melalui sanksi hanya akan memperlebar jurang antara pemerintah dan rakyat. “Pemkab Sumenep seharusnya mengedepankan langkah persuasif, membuka ruang dialog, dan memahami pesan moral di balik fenomena ini” tandasnya.
Hal itu juga dipertegas oleh Moh. Helmi, Kepala Bidang Intelektual AMG, ia menyebutkan, gerakan Mahasiswa harus berani melakukan gebrakan baru terhadap sesuatu yang salah. Kebijakan yang salah harus dihabiskan tanpa ada sisa.
“Kami menegaskan bahwa cinta tanah air tidak lahir dari pembatasan simbol-simbol kreatif masyarakat, tetapi dari kemauan untuk menjaga demokrasi, menghormati perbedaan, dan memperkuat persatuan bangsa melalui komunikasi yang sehat dan terbuka. Bila rakyat kecil ditindas maka hanya ada satu kata lawan.” paparnya menambahkan.












