Seni Budaya

Buku ‘Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang’ Karya Naufal Anggito Yudhistira adalah Salah Satu Terbitan Penelitian Filologi

×

Buku ‘Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang’ Karya Naufal Anggito Yudhistira adalah Salah Satu Terbitan Penelitian Filologi

Sebarkan artikel ini
Buku 'Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang' Karya Naufal Anggito Yudhistira adalah Salah Satu Terbitan Penelitian Filologi
Naufal Anggito Yudhistira bersama para penari usai pementasan eksperimental reaktualisasi tari Bedhaya Gandrungmanis sebagai rangkaian proses penelitian disertasi untuk program doktoral ilmu susastra FIB UI berlangsung di Gedung Serbaguna Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, Minggu 26 Oktober 2025. (Foto : Lasman Simanjuntak)

Buku ‘Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang’ Karya Naufal Anggito Yudhistira adalah Salah Satu Terbitan Penelitian Filologi

LIMADETIK.COM, JAKARTA – Buku berjudul “Suntingan Teks Kakawin Lambang Pralambang” adalah tulisan Naufal Anggito Yudhistira yang diterbitkan oleh Perpusnas Press tahun 2023.

Buku ini adalah salah satu terbitan penelitian filologi yang merupakan bagian dari hibah penerbitan naskah kuno yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional RI.

Buku ini juga merupakan bagian dari penelitian tugas akhir (TA) dari Naufal Anggito Yudhistira di Prodi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa Universitas Indonesia dengan beberapa penyesuaian.Selain itu ia juga telah menulis buku berjudul “Serat Panji Pudhak Lelana” (cetakan pertama 2021) dan buku berjudul “Di Balik Makna 99 Desain Batik”.

“Buku ini bisa menjadi salah satu rujukan dalam mengkaji kesusastraan Jawa Kuna-Bali. Dari segi penggarapan filologisnya, teks Kakawin Lambang Palambang disajikan dengan metode naskah tunggal dan dalam bentuk suntingan teks berupa edisi kritis,” jelas Naufal Anggito Yudhistira dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (3/12/2025).

“Selain itu, terjemahan bebas berbasis kemaknawian teks disertakan pula dalam buku ini. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi Kakawin Lambang Palambang,” kata Naufal Anggito Yudhistira, kelahiran di Jakarta 9 September 1999 yang sejak kecil sudah tertarik dalam bidang kebudayaan Jawa khususnya dalam hal kesenian.

Ia menyelesaikan pendidikan S1 di jurusan sastra daerah untuk sastra Jawa di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 2021, dan menyelesaikan pendidikan S2 di jurusan ilmu Susastra dengan peminatan Filologi di Universitas Indonesia (UI).

Naskah Lontar Berkeropak.

Dikatakannya lagi naskah “Kakawin Lambang Palambang” sejauh ini, diketahui naskah lontar berkeropak dengan kode LT 223 koleksi Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia adalah satu-satunya naskah yang memuat teks Kakawin Lambang Palambang.

Naskah ini sendiri memuat teks Kakawin Indrawijaya, Kakawin Lambang Palambang, dan mantra.

“Naskah ini juga merupakan lontar dengan ukuran 3,5 x 49,3 cm. Lontar dalam naskah ini sudah gripis dan permukaannya berwarna kecoklatan,” ucap Naufal yang beberapakali menciptakan karya tari seperti ” Sedulur Papat” (2018), “Fragmen Rara Mendut -Pranacitra” (2019), dan “Srimpi Girisa Laras (2021).

Terakhir, pada Minggu 26 Oktober 2025 di ruang serbaguna lantai 4 Perpustakaan Nasional RI pementasan eksperimental reaktualisasi tari “Langen Mataya Bedhayan Gandrungmanis” karya Pakubuana VIII sebagai rangkaian proses penelitian disertasi Naufal Anggito Yudhistira untuk program Doktoral Ilmu Susastra Fakultas ilmu budaya (FIB) Universitas Indonesia.

Naskah ini mempunyai kekhasan ditulis dengan aksara Bali yang tegak namun meliuk-liuk. Naskah ini ditulis di pulau Lombok.

“Suatu hal yang menarik bahwa naskah ini menjadi salah satu dari banyaknya naskah-naskah yang memperlihatkan keberlanjutan tradisi sastra Jawa Kuna-Bali di pulau Lombok,” ucapnya.

Genre Bhāṣa

Teks Kakawin Lambang Pralambang adalah salah satu teks yang bergenre bhāṣa.

Bhāṣa adalah salah satu genre dalam tradisi kesusastraan Jawa Kuna-Bali yang merupakan bentuk puisi liris.

Genre ini berbentuk karya sastra kakawin dengan kekhasan adanya bab-bab yang muncul di dalamnya.

Bhāṣa mempunyai kekhasan dengan ungkapan puisi yang bersifat liris, dengan muatan yang umumnya berbentuk romantis-erotis.

Genre bhāṣa mempunyai acap kali disebut palambang atau wilapa. Di masa lalu, genre ini setidaknya baru dikenal di era kerajaan Majapahit akhir. Walau begitu, diduga akar dari bhāṣa sudah ada dari masa yang jauh lebih tua, dibuktikan dengan berbagai penyebutan genre ini di dalam teks-teks kakawin mayor yang lebih tua.

Bhāṣa berkembang pesat justru di Bali dan menyebar hingga ke Lombok. Keindahan dari bhāṣa tidak hanya terletak pada keindahan pengungkapan bahasanya, namun juga pada kekayaan detail tentang pesona alam Jawa-Bali yang terrekam di dalamnya.

Teks Kakawin Lambang Pralambang terdiri atas beberapa bab, yaitu terdiri dari Bhāṣa Rudita, Bhāṣa Durawākya Cacangkriman, Bhāṣa Wiwaha Cacangkriman, Bhāṣa Ratnāwukiran Cacangkriman, Palambang Pamaṇḍana, Palambaang Jagadami Guhya Jātyakon, dan Palambang Dharmma Kusala Mahātma Cinaṇḍya.

Masing-masing teks tersebut memuat berbagai lirik bernuansa romantis-erotis yang khas dan kaya akan perlambang.

Kekhaasn Kakawin Lambang Palambang dibandingkan berbagai teks bhāṣa yang lain terletak pada adanya cacangkriman.

Cacangkriman itu dapat dimaknai sebagai suatu teka-teki, simbol tersembunyi, dan ungkapan-ungkapan yang sifatnya misterius.

“Dalam teks ini, cacangkriman tidak sekedar memuat pesan moral, namun nuansa religius yang kaya,” pungkasnya.