BANGKALAN, Limadetik.com – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaka Jatim melakukan aksi ke Kementrian dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta, Rabu (01/12/2021).
Menurut Ahmad Annur, aksi itu dilakukan karena Pada 6 Maret 2021, tepat di usia 60 tahun Sekda Provinsi Jawa Timur sudah pensiun. Namun, dua hari sebelum pensiun, 4 Maret 2021 melalui persetujuan dari Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri RI Heru Tjahjono diangkat menjadi Pelaksana Harian (PLH).
Sayangnya, memasuki bulan kedelapan semenjak diangkat menjadi PLH, Gubernur Jawatimur (Khofifah Indar Parawansa) tidak juga menunjuk Sekda difinitif sebagai gantinya.
Kalau kita menggunakan persepsi bahwa Keputusan Pejabat Pemerintah dan/atau Pejabat Negara harus benar berdasarkan hukum, undang-undang, serta harus memperhatikan aspek efisiensinya, tentu kejadian ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola birokrasi Pemerintahan Provinsi Jawa Timur.
Sebab, Gubernur Jatim selaku pimpinan tertinggi tidak memperhatikan aspek kepatutan dan kepantasan dalam melakukan tata kelola birokrasi.
“Bagaimana bisa, seorang yang pernah menjadi Sekda, dan sudah memasuki masa pensiun justru di tunjuk sebagai PLH?,” Terang Mad Nur, panggilan karibnya.
Lanjut, ia menjelaskan kalau kita berfikir secara logis hal tersebut tidak seharusnya dilakukan oleh gubernur, karena selain menyalahi aspek kepatuhan dan kepantasan, secara jelas gubernur memperlihatkan bahwa dirinya tidak mampu membina ASN yang ada dilingkungan Pemprov Jawa Timur.
“Hal lain yang patut diduga kenapa Heru Tjahjono yang seyogyanya sudah pensiun diangkat kembali menjadi PLH, jangan-jangan ada motif lain yang sebenarnya di susun secara sistematis demi mencapai kepentingan “tertentu”,” ujar pria asal Lerpak itu.
Alasan lain kalau pengangkatan Heru Tjahjono sebagai PLH Sekda Provinsi Jawa Timur adalah karena terjadi kekosongan atau berhalangan maka seharusnya memasuki bulan Desember sudah habis masanya, bahkan sudah melampaui batas.
Hal itu sudah jelas tertuang dalam Perpres No. 3 Tahun 2018 tentang penjabat Sekretaris Daerah, pasal 5 ayat (3) ” Masa jabatan penjabat sekretaris daerah sebagaimana diimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 6 (enam) bulan dalam hal sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal terjadi kekosongan sekretaris daerah.
“Ada ketidaklaziman sebenarnya terjadi. Yakni, Heru Tjahjono sebagai PLH ternyata masih ikut cawe-cawe dalam memutuskan dan menentukan hal-hal yang bersifat strategis, Misalnya, pengesahan APBD,” jelasnya.
Kalau merujuk pada pasal 14 ayat (7) undang-undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dijelaskan bahwa badan atau pejabat yang memperoleh wewenang melalui mandat tidak berwenang mengambil keputusan dan/atau tindakan yang bersifat strategis.
Maka, dengan segala kewenangan yang dimiliki oleh Kementerian Dalam Negeri RI, agar menghentikan segala bentuk kegiatan dan praktek yang tidak berdasarkan pada peraturan dan undang-undang pada pemerintahan provinsi Jawa Timur.
Selain itu, segera mengintruksikan Gubernur Jawa Timur agar segera menunjuk Sekda difinitif dan menghentikan Heru Tjahjono dari jabatan PLH Sekda Jawa Timur. “Harus ada peremajaan,” tukasnya.
Sementara menurut Ranto selaku direktorat otonomi daerah kementrian dalam negeri (Kemendagri) akan melakukan klarifikasi ke pihak provinsi Jawa timur terkait dengan apa yang disampaikan oleh Jaka Jatim.
Setelah itu kami akan menyampaikan secara resmi kepada provinsi Jawa timur dan nanti kita akan beri tembusan ke Jaka Jatim.
“Intinya kami dari kementrian dalam negeri satu frame bahwasanya harus ada reformasi birokrasi untuk penyederhanaan birokrasi,” jelasnya.