Minggu, Jakarta 23 September 2018.
ARTIKEL, Limadetik.com — Menurut Valantin (1996) “information policy” mencakup di dalamnya isu yang berkaitan dengan isi informasi (access, copyright, privacy, public information, etc.), isu komunikasi (telecommunications, broadcasting, spectrum management, national/global infrastructure, etc.), dan keterkaitan antara informasi, teknologi dan berbagai bidang lain (Sains &Teknologi, hubungan industrial, sektor ekonomi tertentu, pendidikan, tenagakerja, kesehatan).
Dari pendapat Valantin tersebut di atas terlihat bahwa lingkup kebijakan informasi demikian luas, karena mencakup isi, media dan keterkaitan acara informasi dan bidang-bidang lainnnya.
Penulis memaparkan, dalam wilayah isi mencakup hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi, hak cipta, masalah privacy, hak publik untuk memperoleh informasi dan diinformasikan. Masuk dalam cakupan komunikasi misalnya peralatan telekomunikasi, pengaturan bandwidth, infrastruktur telekomunikasi dan laiinya. Disamping itu, masalah sains dan teknologi, hubungan industrial informasi, pendidikan, ketenagakerjaan, masalah informasi kesehatan dan lain sebagainya.
Rowland (1997) sebagaimana dikutip oleh Pendit (2006) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga motivasi untuk mempelajari berbagai masalah yang berkaitan dengan kebijakan informasi, yaitu untuk kepentingan (a) ilmiah dan akademik, (b) pekerja profesional di bidang informasi, dan (c) politik. Setidaknya ada tiga tingkatan hirarki kebijakan informasi:
Kebijakan infrastruktural, seperti misalnya kebijakan tentang pajak atau undang-undang pekerja, kebebasan berserikat, dan kebijakan pendidikan yang berlaku secara meluas di sebuah masyarakat, dan berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap kebijakan informasi.
Kebijakan informasi horisontal, yang mengandung aplikasi khusus dan langsung berpengaruh pada sektor informasi, seperti kebijakan yang mengharuskan penyediaan perpustakaan umum, pajak terhadap buku, atau undang-undang proteksi data.
Kebijakan informasi vertikal, yang berlaku untuk sektor informasi tertentu saja, misalnya pengaturan di kalangan komunitas pengelola informasi geografis.
Ruang Lingkup Hak Atas Informasi
Hak atas iniformasi mencakup hak-hak sebagai berikut :
- Hak Untuk Mengetahui (Right to Know)
- Masyarakat atau publik dalam hal ini berhak mengetahui apa saja yang dialakukan oleh pemerintah karena pemerintah dijalankan dan dibiayai dari pajak dan pendapatan lain yang diperoleh dari rakyat.
- Hak untuk Menghadiri Pertemuan Publik (right to observe/right to attend public meeting)
- Hak Untuk Mendapatkan Salinan Informasi (Right to Obtain the Copy/Akses Pasif)
- Hak Untuk Diinformasikan tanpa Harus Ada Permintaan (Right to be informed/Akses Aktif)
- Hak Untuk Menyebarluaskan Informasi (right to disseminate).
Prinsip Penting UU Informasi
- Sebagai “Payung”/Penyelaras Bagi Seluruh Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan Informasi
- Informasi publik merupakan hak setiap orang
- Maksimum Akses & Pengecualian Yang Terbatas (Maximum Access & Limited Exemption)
- Pemberlakuan Pengecualian Berdasarkan Consequential Harm & Balancing Public Interest tests (bukan berdasarkan kelas/class exemption)
- Akses Horisontal & Akses Vertikal
- Akses Informasi Secara Murah, Cepat, Utuh dan Tepat Waktu
- Kewajiban Institusi Publik Memiliki Pengelolaan Informasi & Sistem Pelayanan Publik Yang Baik Tidak Memerlukan Alasan Permintaan
- Penyelesaian Sengketa Secara Cepat, Murah, Kompeten, dan Independen melalui proses konsensual maupun ajudikatif
- Ancaman Hukuman bagi Pihak-Pihak Yang Menghambat Akses Informasi.
Kebijakan Informasi dan Pemberdayaan Masyarakat.
Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan informasi yang diterapkan pemerintah sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kembali ke contoh Indonesia, pada masa orde baru dimana informasi sangat dikontrol oleh Departemen Penerangan menyebabkan informasi bersifat monoton dan satu arah yakni dari pemerintah ke masyarakat tanpa ada hak masyarakat untuk menilai dan memilih informasi. Hingga dampaknya perekonomian Indonesia yang kala itu dikatakan menjadi salah satu macan Asia, tetapi begitu dilanda krisis keuangan regional, pondasi ekonomi Indonesia ternyata sangat rapuh. Ini karena informasi dan segala-galanya dikontrol oleh pemerintah sehingga tidak ada kemandirian dalam masyarakat.
Keterbukaan informasi membuka ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat dalam media. Publik dengan leluasa dapat memperoleh informasi tentang apa saja kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, informasi pemerintah, APBN dan kebijakan lainnya. Dengan adanya akses terbuka ruang dialog antara masyarakat dengan pemerintah, sehingga publik dapat mempengaruhi pemerintah dan bahkan dapat menolak kebijakan pemerintah sehingga dibuat kebijakan baru yang memihak kepada publik.
Dengan kemerdekaan memperoleh informasi, publik dapat mengetahui apa saja yang dilakukan oleh pemerintah, sejauh mana pemerintah telah bekerja untuk mensejahterakan rakyat dan sejauh mana kepentingan rakyat telah diakomodir oleh pemerintah. Kebebasan memperoleh inforamsi lebih mengarah kepada pemberdayaan semua anggota masyarakat untuk tidak hanya memiliki akses ke informasi, tidak hanya berpartisipasi dalam proses politik (yang seringkali akhirnya hanya berwujud partisipasi di Pemilu) tetapi juga menggunakan informasi tersebut dalam diskursus dan dialog tentang hal-hal yang penting dan mendasar dalam kehidupan mereka.
Dengan demikian, kontrak politik masyarakat dengan bupati, walikota, gubernur atau presiden hanya pada masa kampanye dan pemilihan saja, tetapi setelah mereka duduk, masyarakat berhak untuk memperoleh informasi tentang hasil-hasil yang telah diperoleh dan bahkan dapat melakukan kritik atas tindakan para pejabat tersebut bila belum mampu melaksanakan aspirasi publik sebagaimana telah dijanjikan. (red)
Penulis : D.Manurung (Pengamat Kebijakan Publik dan Informasi)