Kejari Sumenep Naik Tipe A, Beban Kerja Membengkak, Jumlah Jaksa Masih Jauh dari Ideal
Oleh : Wahyudi
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Sumenep
__________________________________
ARTIKEL – Peningkatan status Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep dari tipe B menjadi tipe A menandai babak baru penegakan hukum di Kabupaten Sumenep. Namun di balik capaian tersebut, tersimpan persoalan serius yang jarang terungkap ke publik: ketimpangan antara beban kerja dan jumlah jaksa yang tersedia.
Berdasarkan penelusuran, status Kejari tipe A mensyaratkan kesiapan institusi dalam menangani perkara dengan tingkat kompleksitas tinggi, volume besar, serta wilayah hukum yang luas. Faktanya, hingga kini Kejari Sumenep masih menghadapi keterbatasan sumber daya manusia, khususnya jaksa pada hampir semua bidang.
Dalam praktiknya, satu orang jaksa bisa menangani beberapa perkara sekaligus, mulai dari pidana umum, pidana khusus, hingga tugas pendampingan hukum pemerintah daerah. Kondisi ini berpotensi menimbulkan penumpukan perkara dan memperpanjang proses penanganan kasus, terutama pada perkara-perkara yang membutuhkan pendalaman materi dan pembuktian yang kompleks.
Wilayah kepulauan Sumenep turut memperparah situasi. Proses penegakan hukum di pulau-pulau membutuhkan waktu, biaya, dan energi ekstra. Jaksa harus menyesuaikan jadwal persidangan, penyidikan, hingga eksekusi putusan dengan keterbatasan transportasi laut dan cuaca yang kerap tidak menentu.
Dalam satu kesempatan, Kajari Sumenep Nurhadi Puspandoyo pernah mengatakan, peningkatan tipe Kejari seharusnya diikuti dengan penambahan signifikan jumlah jaksa, bukan sekadar perubahan nomenklatur kelembagaan. Tanpa langkah konkret tersebut, status tipe A dikhawatirkan hanya menjadi label administratif tanpa dampak nyata pada kualitas penegakan hukum.
Pada kesempatan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) hal itu juga disampaikan Plt Kajari Sumenep Dr. I Ketut Kasna Dedi yang menggantikan Kajari sebelumnya, Nurhadi Puspandoyo, ia menegaskan, bahwa sangat penting penambahan jumlah Jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, agar kerja lebih optimal dalam menangani sejumlah perkara.
Situasi ini memunculkan pertanyaan kebijakan: apakah peningkatan status kelembagaan telah dibarengi dengan perencanaan sumber daya manusia yang matang? Ataukah Kejari Sumenep justru dipaksa bekerja lebih keras dengan kapasitas yang sama?
KEBIJAKAN
Kejari Tipe A Butuh Dukungan Nyata, Bukan Sekadar Kenaikan Status
Kenaikan status Kejaksaan Negeri Sumenep menjadi tipe A patut diapresiasi sebagai bentuk pengakuan atas kinerja institusi penegak hukum di daerah. Namun, apresiasi tersebut tidak boleh berhenti pada seremoni dan administrasi semata.
Status tipe A membawa konsekuensi kebijakan yang jelas: peningkatan volume perkara, kompleksitas penanganan hukum, serta ekspektasi publik yang semakin tinggi terhadap kualitas pelayanan kejaksaan. Tanpa dukungan sumber daya manusia yang memadai, khususnya penambahan jaksa, tujuan tersebut sulit tercapai.
Kabupaten Sumenep memiliki karakteristik wilayah yang unik dan menantang. Wilayah kepulauan, jarak tempuh antarpulau, serta dinamika sosial masyarakat menuntut pendekatan hukum yang lebih intensif dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, keberadaan jaksa yang cukup bukan sekadar kebutuhan teknis, melainkan syarat utama efektivitas kebijakan penegakan hukum.
Pemerintah pusat, dalam hal ini Kejaksaan Agung, perlu melihat Kejari Sumenep sebagai daerah strategis yang membutuhkan perhatian khusus. Penambahan jaksa harus diposisikan sebagai investasi jangka panjang dalam membangun keadilan dan kepercayaan publik, bukan sebagai beban anggaran semata.
Jika tidak, risiko yang muncul bukan hanya kelelahan institusi, tetapi juga menurunnya kualitas penanganan perkara. Keadilan yang terlambat, pada akhirnya, adalah bentuk ketidakadilan itu sendiri.












