Oknum ngaku Wartawan Terjaring OTT Polisi saat Peras Kades, PWI Pamekasan: Nama seluruh Wartawan Tercoreng
Pamekasan, Limadetik.com – Gerak cepat Polres Pamekasan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap oknum yang mengaku wartawan direspon langsung oleh ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten setempat.
Hairul Anam mengapresiasi langkah polisi meringkus oknum wartawan yang diduga memeras seorang kepala desa (kades), Rabu (31/01/2024).
“Kami pastikan itu bukan wartawan profesional. Bukan anggota PWI. Semua pengurus atau anggota PWI Pamekasan telah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Dewan Pers. Tindakan memeras itu jelas melabrak kode etik jurnalistik,” kata Ketua PWI Pamekasan Hairul Anam, menegaskan.
Anam mengecam keras aksi pemerasan yang dilakukan oknum wartawan gadungan tersebut. Menurut dia, tindakannya, jelas mencoreng citra jurnalis dan juga meresahkan bagi wartawan profesional.
“Kami juga resah dengan aksi oknum yang mengaku wartawan, tapi perilakunya tidak mencerminkan wartawan profesional,” ujarnya.
Dia menuturkan, publik harus tahu bahwa jurnalis itu bekerja dengan berpegang teguh terhadap kode etik jurnalistik.
“Sangat aneh bila ada yang mengaku jurnalis tapi tidak berpedoman pada kode etik jurnalistik,” imbuhnya.
Pria murah senyum ini menjelaskan, dalam Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik disebutkan, jurnalis atau wartawan tidak menyalahgunakan profesi dan menerima suap. Menyalahgunakan profesi ini bisa diartikan mengambil keuntungan pribadi, misalnya meminta uang atau memeras.
“Kalau sudah demikian sebaiknya ditangkap saja, karena sudah mencemarkan profesi wartawan. Masyarakat pun harus berani melapor jika memang menjadi korban orang yang mengaku jurnalis; menghimpun informasi tapi malah memeras atau meminta uang,” terangnya.
Alumnus Pascasarjana IAIN Madura itu menyatakan, profesi wartawan dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Di dalam UU tersebut terdapat kode etik jurnalistik.
Anam juga mengingatkan, jika ada anggota PWI Pamekasan yang terlibat dalam pemerasan, pihaknya akan memberikan tindakan tegas, yakni pemecatan keanggotaan. Bahkan, tidak akan mendapatkan perlindungan hukum.
“Tindakan pemerasan itu bukan ranah hukum pers. Tapi ini ranah pidana, silakan polisi melakukan penyidikan sampai tuntas dan menindaknya dengan KUH Pidana, bukan dengan UU Pers,” katanya.
Menurut dia, apa yang telah dilakukan oleh orang yang mengatasnamakan wartawan tersebut telah mencoreng sejumlah nama wartawan di Pamekasan. Untuk itu, dia berharap, kasus yang merupakan delik biasa ini, tetap dilanjutkan dan diproses secara hukum yang berlaku.
“Dia memeras, nama seluruh wartawan tercoreng. Maka itu, kami menyarankan polisi agar mengedepankan supremasi hukum. Tak ada istilah cabut aduan, karena ini bukan delik aduan,” katanya.