SUMENEP, LimaDetik.Com – Saat ini, warga pulau Madura khususnya di Kabupaten Sumenep banyak memperbincangkan udara dingin saat malam tiba.
Masyarakat menghubungkan kondisi ini dengan posisi matahari yang berada pada titik jarak terjauh dari bumi atau biasa disebut dengan fenomena aphelion.
Aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.
Salah satu warga Kota Sumenep bernama Suwandi (33), mengaku kondisi suhu tubuhnya terasa dingin dari biasanya pada malam hingga pagi hari. Padahal kondisi cuaca di Indonesia sedang musim kemarau.
“Tidak tau kenapa dingin sekali dan tidak enak rasanya. Orang-orang juga merasakan hal yang sama,” ujar dia, Kamis (8/7/2021).
Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal, mengatakan fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli – September).
Saat ini, wilayah Pulau Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur, berasal dari Benua Australia yang sedang musim dingin.
Baca juga: Pemkab Sumenep Kehilangan Ratusan ASN Tahun Ini
Menurut dia, adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia.
“Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin,” kata Herizal melalui pesan rilis BMKG.
Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.
Baca juga: Disdik Sumenep Keluarkan SE Pembelajaran Siswa Selama PPKM Darurat
Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar.
“Sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari,” jelasnya.
Mengenai aphelion yang berdampak pada suhu udara saat malam, Herizal mengatakan bahwa kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan.
“Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia,” imbuhnya.
Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.
Sementara itu, berdasarkan pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia, saat ini memang rata-rata suhu minimum dan maksimum di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara umumnya lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya yang berada di utara dan/atau di sekitar ekuator.
“Suhu udara minimum berkisar antara 14 – 21 derajat Celsius dengan suhu terendah tercatat di Maumere dan Tretes (Pasuruan)” singkat Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto.
(Sya/yd)