Oleh : Sulaisi Abdurrazaq (Ketua APSI Jawa Timur)
BERBAUR adalah Badrut Tamam – Raja’e. Pemimpin yang menang atas Pasangan KH. Kholilurrahman – Fathorrahman (KHOLIFAH) pada Pilkada Pamekasan tahun 2018.
BERBAUR diusung oleh Parpol Koalisi PKB, PKS, PAN dan Gerindra. Sementara KHOLIFAH diusung oleh Parpol koalisi PPP, Demokrat, Golkar, NasDem dan Hanura.
Sebagai Sekretaris Partai Golkar, saya berada di posisi KHOLIFAH bersama Parpol koalisi lainnya.
Setelah BERBAUR menang, tak tersedia pilihan, selain harus menerima dengan lapang dada dan bersikap dewasa, mengawal pembangunan Pamekasan.
Langit tak selalu terlihat gelap, selalu ada pijar cahaya, kadang, pilihan terbaik adalah menerima.
BERBAUR adalah warna baru bagi Pamekasan, yang sejak hadir, lalu menang, telah lekat dengan kontroversi.
Koalisi Parpol pengusung BERBAUR menambah bobot kontroversi. Tak lama setelah dilantik, bau amis koalisi mulai retak, ditandai kontroversi dengan anggota DPRD Pamekasan, Harun Suyitno menilai arah program BERBAUR tidak jelas, sehingga Bupati Pamekasan menyatakan agar anggota dewan tersebut sebaiknya belajar dulu (harianbhirawa.co.id 31/10/18).
Satu bulan setelah kontroversi dengan kader PKS, Ketua DPD PAN Pamekasan ikut memberi penanda bukti keretakan Parpol koalisi, katanya: “ini satu-satunya Bupati di dunia yang menyatakan bahwa tidak ada lagi partai koalisi. Namun, perlu diingat saja, dulu waktu mencalonkan Bupati dia berangkat dari mana, bisa mendaftar ke KPU dari mana”.
Heru menambahkan, jika semua itu memang benar-benar terjadi, partai koalisi akan menjauhinya, dan tidak bisa membayangkan pemerintahan Berbaur selama 5 tahun ke depan (kumparan.com 05/11/18).
Satu tahun berikutnya, Khairul Kalam, kader Partai Gerindra sebagai Parpol koalisi tidak mendukung rencana Bupati Pamekasan, Badrut Tamam untuk menjadikan wilayah Pamekasan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Menurut kader Gerindra, “Kalau mau bahas KEK itu butuh kajian dan waktu yang lama. Jadi, lebih baik fokus pada janji kampanye dulu”. (Portal Madura 26/07/19).
Sikap Parpol koalisi memperlihatkan adanya kohabitasi dan begitu terasa, koalisi Parpol pengusung BERBAUR sejak awal terlihat bukan koalisi strategis, melainkan koalisi taktis. Koalisinya tidak mapan, cenderung disharmoni dan membuat Bupati tidak nyaman.
Mestinya, koalisi terjadi untuk saling berintegrasi dan menguatkan untuk tujuan realisasi program BERBAUR jangka panjang.
Raja’e dan Golkar
Situasi ini membuat saya perlu menuangkan pengalaman saat-saat bersama dengan almarhum Raja’e (Wakil Bupati Pamekasan), sekadar menggambarkan bagaimana suasana hatinya melihat situasi pemerintahan bersama dengan Bupati.
Suatu ketika, di Pendopo Budaya Wakil Bupati Pamekasan, saya sering meminta waktu khusus kepada kak Raja’e (begitu saya memanggil) untuk mendiskusikan mengenai situasi politik Pamekasan. Lebih sering nongkrong di bagian belakang Pendopo Budaya sambil tiduran, tapi kadang bertemu di salah satu rumah miliknya yang tak banyak orang tahu.
Seingat saya, kurang lebih lima kali telah bertanya kepada beliau, “Apakah ada keinginan masuk di partai politik?”.
Maka Raja’e tidak pernah merespon secara serius dan cenderung mengalihkan pembicaraan terhadap bagaimana caranya agar dirinya mampu menjalankan tugas dengan baik mendampingi Bupati.
Pada kesempatan yang lebih khusus, di tahun 2020, selepas kontroversi Cinema Mall, saya bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama dan sedikit memaksa, tapi penuh harap. Kak Raja’e akhirnya menanggapi dengan kalimat begini:
“Kalau saya mau berpartai, sudah lama saya pilih Golkar lek. Tapi, saya ini Wakil Bupati, Wakilnya Bapak (Bupati). Situasi Pamekasan seperti ini, ulama belum mendukung pemerintahan, saya tidak ingin menambah beban pemerintahan daerah. Saya dan Bapak (Bupati) harus bersatu dan kuat, saya Wakilnya Bapak (Bupati), yang namanya Wakil, harus berperan sebagai Wakil, saya tidak ingin berbeda dengan Bapak hanya karena ingin berpartai.”
Setelah hari itu, saya tidak pernah lagi bicara soal Golkar kepada kak Raja’e dan memilih untuk mendiskusikan hal-hal lain tentang problem solving terkait politik, termasuk mengenai Parpol koalisi yang terasa seperti kohabitasi.
Dalam politik, sepatah kata dapat menjadi masalah besar. Apalagi, terjadi pada kawan koalisi.
Pasangan BERBAUR adalah pasangan anak muda, RBT dan Raja’e. Sebagai pemimpin, kadang harus mendaki ke puncak gunung, lalu melihat ke bawah sehingga gunung-gunung menjadi kecil, perlu meyakinkan diri bahwa tak ada masalah yang tak dapat diselesaikan. Apalagi mereka adalah mantan aktivis PMII dan HMI.
Kini, kak Raja’e telah meninggalkan kita semua, Parpol-Parpol koalisi dengan sangat bersemangat gencar mewacanakan pengganti Calon Wakil Bupati, disinilah waktu akan menguji, siapakah sebenarnya RBT, sang Bupati Pamekasan ini.
Dari track record selama memimpin, kurang lebih selama 2 tahun tiga bulan, saya melihat ada kekuatan mental dalam jiwa RBT.
RBT punya keberanian, kontrol diri dan kepercayaan, prinsipil, punya kemampuan mencermati orang-orang terdekatnya, punya semangat kuat yang terkumpul dari pengalaman dan latihan dalam waktu yang lama. Tidak mudah terpengaruh sengkuni.
Karenanya, tidak berlebihan kalau kita harapkan RBT sebagai pemimpin, sebelum mengambil keputusan agar memiliki “neigong”, gambaran kematangan dan kebijaksanaan yang terkumpul dari pengalaman dan latihan dalam waktu yang lama sejak menjadi aktifis.
“Neigong” merujuk pada kekuatan dalam diri, termasuk kemampuan meng-harmonisasi energi internal dalam seni bela diri di Tiongkok, yang saat ini istilah itu digunakan dalam berbagai macam teori, termasuk mengenai kepemimpinan (Baca Classic Wisdom, Pelajaran Dini Hari…, Yoonje Cho, 2016).
Publik menunggu waktu, siapakah pengganti Wakil Bupati Pamekasan pilihan RBT. Mari kita hormati.