Cerpen

Cerpen: Cinta di Pengaduan Sajadah

×

Cerpen: Cinta di Pengaduan Sajadah

Sebarkan artikel ini
cinta di pengaduan sajadah
ilustrasi foto

Jum’at, 2 Oktober 2020

Limadetik.com-Oleh: Herdayanti


 

Malam ku masih sama, tubuhku hanya terdiam kaku dan penuh keresahan yang tak usai, hati dan pikiran ini terasa sesak, air mata ini mulai lepas tanpa kusadari. Kuberikan peristirahatan tubuh ini terbaring lesuh diatas sofa kamarku. Terdengar suara bising dari ponselku yang menandakan panggilan masuk.

Aku mendunga, panggilan itu dari fakhrur. Sekilas hati ingin menerima telefon darinya, entah mengapa ketika ponsel tersebut sudah berada ditanganku, tanpa kusangka jantungku berhembus tanpa karuan, air matapun semakin deras dan hatiku terasa semakin berhembus kencang. Seketika itu aku berniat untuk mematikan ponselku. Dalam perasaan hancur, akhirnya tubuhku mulai tertidur dengan membawa genggaman luka.

Pancaran sinar matahari subuh membangunkan tubuh ini. Jarum jam mulai menandakan pukul 04,40 WIB. Bergegas kulepas selimut yang menutup tubuhku selama berjam – jam, ternyata aku ketiduran. Kemudian kuraih ponselku yang berada diatas meja belajarku, sigap segera kuhidupkan kembali ponselku, ternyata terdapat 3 – 4 pesan langsung memenuhi kotak masuk ponselku. Ternyata pesan itu dari fakhrur, dan namun aku hanya membaca salah satu dari pesan yang dikirimnya.

“Herfah, aku masih menginginkanmu, aku masih begitu sangat menyayangi dan mencintaimu, aku tidak akan mengecewakanmu jika benar itu terjadi. Apakah mungkin kau mengakhiri hubungan yang sudah 5 tahun terjalin. Apa salahku sehingga kata “ putus “ terlontar dari lisan mu itu serta dengan alasan yang tak ku mengerti.? Apa salahku? Apa kau sudah tak menginginkan ku lagi? Katakanlah, jawablah aku”.

Ini bukan sarapan subuh yang kumau, masih begitu sangat petang air mata ini mengalir kembali.

“Fakhrur, aku masih menginginkanmu “ gumamku dalam hati.

Terdapat rasa penasaran dengan beberapa sisa pesan yang dikirimkan kepadaku, tanpa berfikir panjang akupun membaca 1 pesan lagi darinya.

” jika benar kata “ putus “ atau “ usai “ telah terlempar dari lisanmu dengan alasan ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah, maka serupa denganmu akupun memutuskan untuk mendekatkan diri pula kepada – Nya, serta memantaskan diri agar mampu menjadi pendampingmu. Tunggulah aku, tak akan lama lagi ku kan menjemputmu.

Ya Allah….. sungguh teragis…

Air mata tak lagi tertahan. Aku pun bergegas melangkahkan kaki ku ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu untuk kemudian mengerjakan perintah – Nya, karena jarum jam telah memanggilku untuk menghadap – nya.

Setelah sholat subuhku usai, akupun bersiap – siap untuk berangkat ke tempat kerjaku. Dalam keadaan yang masih terluka, akupun tak karuan ketika mengendarai mobilku. Hampir saja seorang anak kecil tertabrak karenaku yang telah menyebrang.

“Astagfirullah…..”

Sesampaiku ditempat kerjaku. Aku kembali disambut dengan hujatan pahit dari teman sekerjaku.

“ Gimana dengan hubungan kalian.? Apakah dalam waktu dekat ini kalian akan melangsungkan akad nikah? Tanyanya kepo.

“Kami sudah tak ada apa – apa lagi “ jawabku ketus.

“Apa? Sudah? Ada apa? Siapa yang menyudahi? Sayang banget tau, padahal menurut pandangan ku Fakhrur adalah pria idaman, tubuh oke, ganteng iyya, materi Alhamdulillah. Incaran seluruh cewek Herfah “ ocehnya.

Aku hanya terdiam. Tak menyangga ucapannya sama sekali, ocehnya biarlah terus menggonggong seperti halnya hewan yang kelaparan.

Tanpa kusadari, hubunganku dengan Fakhrur sudah dua bulan berlalu tanpa disertai komunikasi. Sedikit terfikir olehku tentang pesan yang dulu dikirimnya yang mengatakan bahwa dia akan sewaktu – waktu menjemputku. Namun yang membuatku heran mengapa sampai pada saat ini ia tak kunjung menemui pintu rumahku, untuk berbincang dengan ayahku dan membawaku dengannya.

“Apakah dia berdusta “ gumamku kesal.

Apakah aku yang terlalu polos dalam hal ini, aku begitu sangat mengenal tabiatnya, rasanya mustahil ia “ Hijrah “ serta segera menjemputku, apakah mungkin itu hanya gombalan semata.

Dalam perjalanan menuju rumah ku, terlihat oleh ku seorang pria berbaju koko berjangkut tipis sedang duduk dipelantaran mesjid tempat ku biasa mengerjakan sholat dzuhur.

“Fakhrur? Apakah benar? Benarkah itu ia? “

Kucubit kedua pipiku, serta tanganku.

Aaaa… sakit, kufikir mimpi, itu adalah Fakhrur.

Namun pada saat aku turun dari mobilku, ia pun bergegas masuk kedalam mobilnya dan segera meninggalkan masjid tersebur.

Benar – benar i’tijat.

Kali ini dengan sengaja aku menstalk beranda fecebooknya, aku begitu sangat terkejut ketika kulihat diberanda postingannya hanya terdapat tausiyah dan juga ceramah serta nasihat – nasihat Agama.

Subhanallah…..

Haruku mulai membiusku.

“Jadi kapan janji yang kau ucapkan dulu terwujud olehmu?. “ tanyaku dalam hati.

Malam telah mengusir siang, dan gemerlap kunang – kunang pun hadir, disaat semua orang terlelap, aku memilih keputusan untuk mengadu kepada – Nya melalui sajadahku, keluh kesah, kegelisahan serta kerinduan kutuangkan, kuceritakan kepada Raab, menginginkannya untuk menjadi pendamping hidupku adalah pintaku. Kurang dan lebihnya seperti itulahkeluh dan kesahku pada – Nya.

Beberapa haripun berlalu, ketika aku pulang bekerja, terlihat olehku sebuah mobil terparkir dihalaman rumahku.

“Mengapa ada mobil “ tanyaku penasaran.

“Assalamualaikum… “ ucapku.

“Akhirnya… tuan putrinya sudah datang “ kata ayah kepada seorang lelaki, ternyata lelaki tersebut tidak lain adalah Fakhrur.

“Fakhrur? “

“Iyya… kedatanganku untuk menepati janjiku. “ suara itu menusuk hatiku, sekejap hatiku bungkam.

“Fakhrur telah usai menceritakan tentang hubungan kalian, kalianlah pasangan yang hebat. Maka restu ayah memihak kepada kalian berdua “ kata Ayah.

Subhanallah, jika memang jodoh maka akan dipertemukan kembali.

Beberapa minggu kemudian, acara pernikahan di rumah kamipun diadakan. Mahar yang dia berikan padaku juga tidak main – main, hanya saja aku meminta mahar yang berupa ayat suci Al – Qur’an sebagai bentuk rasa syukur ku kepada – Nyaatas apa yang telah diberikannya melalui pengaduanku diatas sajadahku dipergantian subuh menjelang pagi.

Ia hanya memberiku mahar Hafalan Surah Ar – Rahman, Al – Mulk, serta Al – Hujurat. Pada saat itulah, butur – butir air mata haru mengalir, menetes dengan begitu deras untuk yang kesekian  kalinya, dan seketika semua orang yang berada atau menyaksikan Akad kami berdua mengatakan “ Sah “ sontak ia mengulurkan tangannya dan memanggilku dengan panggilan yang sama seperti Nabi memanggil istrinya yaitu “ Humairahku “ panggilnya.

Aku tersipu malu, pipi ku pun nampak mulai memerah, akupun mengeluarkan senyum manisku padanya seraya menyalaminya dan mencium tangannya. Disinilah rasa cinta yang berhijrah terasa sangat indah dan luar biasa.

Penulis: Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep dan Anggota Himpass