SUMENEP, limadetik.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumenep, Jawa Timur memanggil kepala desa (Kades) yang diduga tidak netral dan memberikan dukungan kepada Cabup Cawabup nomor urut 01 Achamd Fauzi-Nyai Hj. Dwi Khalifah dalam Pilkada 2020.
Terdapat empat kades yang dipanggil Bawaslu. Pemanggilan dibagi dua tahap. Tahap pertama pada Rabu (7/10/2020). Hanya saja dua kades yang dipanggil mangkir dari pemanggilan yakni inisial M, Kades salah satu desa di Kecamatan Kota Sumenep. S Kades di desa yang secara admistratif masuk Kecamatan Lenteng.
Sementara pada hari ini, Kamis (8/10/2020) Kades inisial K, kades salah satu desa di Kecamatan Ambunten dan inisial S, kades salah satu desa di Kecamatan Manding, dijadwalkan untuk dimintai klarifikasi terkait dengan laporan masyarakat tersebut.
“Kemarin, Rabu (7/10/2020) dua Kades mangkir dari pemanggilan, dan hari ini kami menjadwalkan Kades K dan S untuk mengklarifikasi laporan warga tersebut,” kata Ketua Bawaslu Sumenep, Anwar Noris.
Menurutnya, pemanggilan ke 4 Kades merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat jika terdapat oknum Kades berfoto dengan Ach. Fauzi dan ikut berkerumun dengan massa pendukung Paslon nomor urut 1 di halaman Masjid Jamik, Sumenep, sebelum mengantar Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Fauzi-Eva mendaftar ke KPU Sumenep, Jumat 4 September 2020 lalu.
Dari itu, pihaknya meminta Kades tersebut untuk kooperatif dan memenuhi pemanggilan Bawaslu, dalam rangka mengklarifikasi laporan dari masyarakat. Namun, jika terus mangkir dari pemanggilan, maka pihaknya akan membuat hasil dari penelusuran tersebut, sesuai dengan fakta dan data yang didapat dilapangan.
“Kami sudah memberikan hak jawab bagi mereka apa mau digunakan atau tidak itu hak mereka. Jadi, jika nanti sudah ada keputusan, maka mereka tidak bisa lagi menggunakan hak jawabnya atau menyalahkan Bawaslu,” tegasnya.
Jika mengacu kepada aturan, memang ada larangan kepala desa dan eerangkat desa tidak boleh ikut dalam politik praktis dan ampanye. Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
“Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah,” tukasnya. (hoki/yd)