SAMPANG, Limadetik.com – Salah satu fungsi utama Bea dan Cukai adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat dari barang-barang yang dilarang ataupun dibatasi yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan, keamanan maupun moralitas.
Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Sampang, Jawa Timur, bersama Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean C Madura, melaksanakan giat “Bincang Cukai” dengan beberapa kalangan Jurnalis di Sampang yang digelar di Aula Diskominfo Sampang pada Kamis (23/9/2021) siang.
Tujuan dari giat tersebut adalah agar masyarakat paham tentang cukai, pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), sanksi pidana cukai, ciri rokok ilegal, mengurangi konsumsi rokok ilegal serta tdak terlibat dalam peredaran rokok ilegal.
Dalam arahannya, Plt. Kepala Diskominfo Kabupaten Sampang Amrin Hidayat mengatakan, agar rekan-rekan Jurnalis bisa membantu dalam hal sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang program-program yang ada di DBHCHT.
Ada 3 kegiatan dalam program DBHCHT yaitu kesejahteraan, kesehatan dan penegakan hukum. Dimana penegakan hukum itu sendiri dibagi dalam 2 kegiatan, yaitu sosialisasi dan operasi yustisi.
“Semoga dengan pertemuan kita hari ini bisa bermanfaat untuk masyarakat sehingga bisa mewujudkan sampang hebat bermartabat” ujarnya. Kamis (23/9/2021).
Dikesempatan tersebut, Kasi Penindakan dan Penyidikan KPPBC Madura Trisilo Asih Setyawan menjelaskan, dasar hukum pihaknya dalam melakukan operasi tenrang cukai adalah Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 1995, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 39 tahun 2007 tentang cukai.
Serta Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 66/PMK.04/2018 tentang tata cara pemberian, pembekuan, dan pencabutan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) atau izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir BKC, dan penyalur atau tempat penjualan eceran di bidang cukai.
“Sesuai UU karakteristik, barang yang dikenakan cukai adalah barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yaitu konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi madyarakat atau lingkungan, serta pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan” jelasnya.
Di Indonesia sendiri, menurutnya, ada 3 jenis Barang Kena Cukai (BKC) diantaranya :
1. Hasil tembakau, termasuk sigaret kretek, sigaret putih, kelembak menyan, cerutu, rokok daun dan hasil tembakau lainnya.
2. MMEA, termasuk bir, shandy, anggur obat, arak, wine & brandy, cider, whisky, vodca, gin dan genever.
3. Etil alkohol, termasuk hasil penyulingan dengan kadar alkohol tinggi (95% hingga 96%) lalu hasil fermentasi kadar alkohol relatif rendah (< 40%).
Ada beberapa produk yang diajukan menjadi BKC seperti ban, palstik, minuman ringan semisal Coca cola tapi belum bisa tersentuh dan sekarang masih digodok di DPR. Diluar negeri saja, korek api, ban dan BBM dikenakan cukai.
Indonesia sendiri menyabet “Juara dunia” dalam mengkonsumsi rokok. Lebih dari 1,1 Milyar perokok atau sekitar 76,2%. Jumlah perokok pria lebih besar dari wanita.
Cukai merupakan penyuplai pendapatan negara terbesar kedua setelah pajak. Pada tahun 2016, menghasilkan 143,5 Triliun sedangkan di tahun 2020 mencapai 172,2 Triliun.
“Hasil dari cukai tersebut dikembalikan lagi kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk DBHCHT yang penggunaannya meliputi : peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan dibidang cukai, dan pemberantasan BKC ilegal” ujarnya.
Ada 3 prioritas dalam penggunaan DBHCHT yaitu 50% untuk kesejahteraan masyarakat, 25% untuk penegakan hukum serta 25% untuk kesehatan.
Yang termasuk dalam rokok ilegal adalah rokok yang tidak dilekati pita cukai, dilekati pita cukai palsu, bekas, salah peruntykannya dan bukan haknya.
Ada 9 langkah pengawasan rokok ilegal, antara lain, operasi pasar dan pemberantasan, operasi kepatuhan dan patroli darat, bersinergi dengan instansi lain dan tokoh masyarakat, melakukan pemetaan, melakukan penggalangan dan informan, kegiatan sosialisasi stop rokok ilegal, sosialisasi peraturan tentang cukai, mengadakan kegiatan talk show, dan upaya pembentukan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Pasal yang dikenakan pada pelaku pidana penjualan BKC ilegal adalah UU 39 tahun 2007 pasal 54 yang berbunyi:
Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
“Harapan kami adalah rekan-rekan jurnalis bisa memberikan pengertian kepada masyarakat, apabila punya potensi dan usaha rokok atau usaha pabrikan rokok, agar menjalankan usaha tersebut secara legal dengan mengajukan ijin” pungkasnya.