Pemimpin, Keadilan, dan Peradaban
Oleh : Abdurrahman
Kader HMI Lancaran
______________________
LIMADETIK.COM, OPINI – Pemimpin yang baik dikategorikan sebagai pemimpin yang cerdas dan memiliki pengetahuan yang komprehensif dan luas. Harus dipahami, bahwa kecerdasan bukan lagi instrument penting untuk mengelola tatanan masyarakat dan suatu golongan lebih maju, juga tidak akan melahirkan peradaban suatu bangsa dan membawa kepada arah yang cerah, tapi pemimpin yang baik mampu menjaga interaksi sosial dengan menerapkan keadilan yang menyeluruh dan sesuai dengan takaran, dan tidak kalah pentingnya memahami kode etik kultur budaya masing-masing suatu bangsa yang memiliki perbedaan dalam segala aspek.
Menciptakan perubahan tidak berpatokan terhadap pemimpin yang cerdas, justru kecerdasan cendrung difungsikan sebagai strategi untuk mempermudah segala urusan dengan cara yang licik dan senyap, bahkan adanya kecerdasan melahirkan ketidakadilan yang berkelanjutan tanpa menghargai, bahkan menyalahkan fungsi pikiran sebagai anugerah yang paling sempurna untuk kepentingan yang sifatnya subjektif.
Pikiran adalah sebagai pengembangan ilmu pengetahuan agar relevan dengan kemajuan zaman bukan lantas dijadikan alat untuk mengibuli dan mendiskreditkan individu untuk kepentingan kursi.
Pemimpin yang Baik, Bukan Cerdas.
Pemimpin tidak selamanya tentang kecerdasan dan sampai pada taraf IQ yang tinggi, melainkan pemimpin harus memiliki jiwa leadership dan mampu mengimplementasikan seni leadership untuk mempengaruhi anggota demi tercapainya tujuan bersama yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan umat muslim dan rakyat Indonesia.
Seorang pemimpin seharusnya bisa memobilisasi rekan-rekannya untuk selalu ada di jalur yang terencana agar tidak melenceng dari apa yang diupayakan bersama, Sekiranya janji pemimpin sebelumnya bukan dijadikan kebutuhan pada saat itu saja, melainkan merealisasikan janji yang terucap tanpa adanya kepentingan-kepentingan yang akan menghancurkan peradaban.
Menurut Prof. Dr. Ermaya Suradinata sebagai Guru Besar Institute Pemerintahan dalam Negeri bahwa pemimpin adalah orang yang memimpin suatu kelompok untuk mecapai tujuan bersama.
Pemimpin hanya mengkoordinir rekan-rekannya untuk menjalankan tugas tentunya butuh ketegasan dan kedisiplinan, tidak lagi tentang pemimpin yang cerdas yang realitanya kurang efektif dalam memimpin. Sebuah penelitian dari Sri Yanti Nainggolan, menyebutkan bahwa pemimpin yang cerdas cendrung menjadi pemimpin yang kurang efektif.
Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Lausanne menyebutkan bahwa intelegensi tinggi membuat seorang manjadi pemimpin yang baik tapi tidak yang terbaik. Pasalnya, bahwa pemimpin yang cerdas memiliki idealis yang tinggi dalam segala hal, tentunya menyulitkan hal yang mudah dilaksakan dan ingin bertahan terhadap teknik yang bagus dan terbilang disulitkan dengan pikiran sendiri, yang akhirnya tidak mengefesiensi waktu.
Keadilan Menuju Kesejahteraan.
Pengaruh ketidakadilan melahirkan kekacauan, tentunya membentuk stigma masyarakat bahwa tidak ada sama sekali pemerataan keadilan yang sifatnya menyeluruh, bisa disebut, “Tumpul ke atas dan tajam ke bawah”. Istilah ini tidak lagi asing di Negara Indonesia, memeiliki ketimpangan sosial pemutusan antara kaum borjuis dan proletan. Kenyataannya, Hukum lebih tajam terhadap rakyat kelas bawah dibandingkan masyarakat kelas atas.
Menurut Pramoedya Ananta Toer dalam buku tetraloginya yang berjudul Bumi Manusia bahwa “ Seseorang yang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan”, adagium ini tidak jarang kita temukan sebagai prinsip kehidupan menuju kesejahteraan tentunya.
Pram mengajarkan sebagai kaum terpelajar dan manusia secara umu harus bersikap adil dalam pikiran apalagi dalam tindakan. Kalimat ini menunjukkan betapa pentingnya keadilan bagi masyarakat. Karena dalam diri manusia memiliki pikiran yang harus dibentuk melalaui sosialisasi positif, bagaimana yang seharusnya dan tidak seharusnya dikerjakan.
Sebenarnya, kepercayaan masyarakat dalam hampir di segala aspek kehidupan terletak pada keadilan dalam penerapan hukum yang berkualitas, konsisten, tegas, dan tidak pandang bulu. Ketika keadilan hanya nilai tidak ada implementasi, maka hancurnah Indonesia sebagai Negara yang berasaskan Pancasila.
Keadilan mempunyai bobot yang paling berat dibandingkan dengan kemakmuran dan sentosa, karena rakyat bisa tahan dengan ketidakmakmuran tetapi tidak dengan ketidakadilan. Sehingga, jika keadilan ditegakkan maka kemakmuran akan datang, tapi jika kemakmuran diprioritaskan maka belum pasti keadilan akan datang.
Maka dari itu semua, perlunya pemimpin yang mampu mempengaruhi semua rakyat dalam mencapai cita-cita bersama, tentunya dengan menerapkan keadilan dengan seadil-adilnya. Karena sumbu dari peradaban terletak pada masyarakat yang merasakan keadilan.
____________________________
Disclaimer : seluruh isi tulisan adalah tanggungjawab penuh penulis